1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Uni Eropa Pertimbangkan Perubahan Hubungan dengan Cina

23 Maret 2023

Solidaritas yang ditunjukkan Cina dan Rusia membuat para pejabat di Brussel yang merupakan kantor pusat Uni Eropa tidak senang. Meski begitu, saat ini belum ada keinginan nyata dari Eropa untuk menjauhkan diri dari Cina.

Presiden Cina Xi Jinping saat mengunjungi Moskow, 20 Maret 2023.
Foto: Anatoliy Zhdanov via REUTERS

Jika Xi Jinping memilih untuk "berteman dengan seorang penjahat perang, adalah tugas kita untuk menjadi sangat serius tentang Cina," kata Menteri Luar Negeri Lithuania, Gabrielius Landsbergis, kepada DW saat ditanya tentang kunjungan tiga hari Presiden Cina ke Moskow dan pertemuannya dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin.

Menurut Landsbergis, satu-satunya jalan ke depan untuk Uni Eropa (UE) sekarang adalah mengambil "langkah pertama untuk menghilangkan risiko dan akhirnya memisahkan diri dari Cina. Semakin cepat kita memulai, semakin baik bagi serikat," katanya.

Menteri Luar Negeri Lituania Landsbergis mengatakan kepada DW bahwa sudah menjadi "tugas UE untuk bersikap sangat serius terhadap Cina."Foto: Ints Kalnins/REUTERS

Tetapi tidak semua orang di Brussel percaya diperlukan tindakan sekeras itu. Dalam percakapan dengan DW, pejabat UE mengungkap bahwa Xi Jinping dan Putin telah bertemu lebih dari 40 kali dalam beberapa tahun terakhir. Hal itu seakan memamerkan persatuan anara kedua pemimpin, yang mana sudah "terprediksi," kata seorang pejabat.

Meski begitu, kesan yang tampak adalah bahwa Cina memanfaatkan kelemahan Rusia.

Cina adalah satu dari sedikit negara yang menghindari penyebutan serangan Rusia di Ukraina sebagai invasi. Cina juga abstain dari semua resolusi PBB untuk mengutuk Rusia. Cina terus membeli minyak dan gas Rusia, dan para pejabat serta medianya telah dikritik di banyak negara Barat karena menirukan propaganda Kremlin tentang invasi tersebut.

Janji Presiden Xi tentang persahabatan tanpa batas dengan Rusia juga semakin merusak hubungan Cina dengan UE yang sudah tegang.

Bagaimana Cina mendukung Rusia?

Meskipun beberapa sekutu Barat khawatir bahwa Cina kemungkinan mempertimbangkan untuk memberikan senjata ke Rusia, Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg mengatakan pada minggu ini di Brussel bahwa dia belum melihat bukti bahwa Cina siap mengirimkan bantuan ke Rusia.

Sekutu Barat khawatir Cina mungkin mempertimbangkan untuk memberikan senjata ke Rusia, tetapi Sekretaris Jenderal NATO Stoltenberg mengatakan minggu ini bahwa dia belum melihat bukti tentang itu.Foto: Jonas Ekstromer/TT News Agency/AP/picture alliance

Bagaimanapun, secara tidak langsung Cina telah mendukung upaya perang Rusia. Hal ini terlihat dari peningkatan pertukaran ekonomi dan ekspor peralatan multi-fungsi, kata Grzegorz Stec, seorang analis di kantor Brussel dari sebuah yayasan milik Jerman, Mercator Institute for China Studies.

Ekspor peralatan tersebut diantaranya adalah "ban, truk, pakaian dan barang lain yang dapat digunakan oleh militer Rusia, meskipun itu bukan senjata khusus," jelasnya kepada DW.

Jika Barat menemukan bukti nyata bahwa Cina menyediakan peralatan militer skala besar ke Rusia, itu akan menjadi "garis merah" bagi orang Eropa, kata Stec. Namun dia merekomendasikan untuk mengambil pendekatan yang hati-hati sebelum menuduh Cina memasok senjata ke Rusia mengingat besarnya potensi implikasi geopolitik.

Cina yang telah membatalkan kebijakan nol-Covid dan membuka kembali perekonomiannya, membuat "kita mungkin berada dalam periode pembukaan kembali dan stabilisasi diplomatik," katanya, "tetapi stabilisasi benar-benar rapuh, dan ketegangan tetap ada."

Ketegangan ini termasuk hubungan antara Amerika Serikat (AS) dan Cina yang memburuk, diantaranya terkait masalah Taiwan, penindasan Cina terhadap Uighur di Xinjiang, dan perselisihan WTO UE dengan Cina atas pembatasan perdagangannya terhadap negara anggotanya, Lithuania, kata Stec.

"Uni Eropa tidak ingin menghadapi lebih banyak destabilisasi ekonomi. Uni Eropa tertarik untuk menjaga hubungan tetap stabil untuk saat ini," katanya.

"Mendefinisikan ulang (hubungan) seperti membuka kotak Pandora politik," tambahnya.

Dorongan AS untuk menyatukan senjata melawan Cina

Ini adalah salah satu alasan kenapa Brussel enggan bergabung dengan inisiatif AS untuk menahan Cina.

Pemerintahan Presiden AS, Joe Biden, telah berusaha membujuk UE untuk bekerja sama menghadapi Cina. Upaya tersebut hanya berhasil sebagian. Pada bulan Maret, Belanda bergerak untuk melarang penjualan teknologi microchip canggih ke Cina, dan Jerman mengumumkan tinjauan keamanan atas komponen penting dari jaringan ponselnya yang disediakan oleh pabrikan Cina Huawei dan ZTE.

Namun secara umum, banyak negara UE ragu-ragu untuk menarik diri dari pasar Cina yang menguntungkan - pertama dan terutama Jerman, yang mitra dagang terbesarnya adalah Cina.

Pernyataan Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, di Forum Ekonomi Dunia di Davos pada bulan Januari yang menyebut UE ingin 'mengurangi resiko' tetapi tidak memisahkan diri dari Cina, semakin memperlihatkan keenganan UE meninggalkan Cina.

Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan di Davos bahwa UE ingin mengurangi risiko tetapi tidak memisahkan diri dari Cina.Foto: Fabrice Coffrini/AFP

Anggota parlemen UE dijatuhi sanksi oleh Cina

Terlepas dari keengganan ini, sikap Eropa terhadap Cina lebih skeptis dari beberapa dekade ini, kata Reinhard Bütikofer, Ketua Delegasi Cina Parlemen Eropa

"Orang Cina tidak terlalu berhasil dalam berurusan dengan orang Eropa akhir-akhir ini," katanya kepada DW. "Menurut saya, mereka telah menyia-nyiakan banyak modal politik yang dulu mereka miliki."

Bersama dengan beberapa anggota parlemen Eropa lainnya, Bütikofer masuk dalam daftar hitam Cina pada Maret 2021 setelah UE memberlakukan sanksi terhadap pejabat Cina yang dituduh terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia terhadap Uyghur.

Akibatnya, Perjanjian Investasi Komprehensif Uni Eropa - Cina dibekukan.

Namun, sejak saat itu Bütikofer telah didekati oleh para diplomat Cina, seperti halnya banyak politisi UE lainnya, katanya kepada DW.

Pada Desember 2020, UE dan Cina menyelesaikan negosiasi atas perjanjian investasi tapi ditangguhkan hanya beberapa bulan kemudian.Foto: Johanna Geron/AP/picture-alliance

Diplomasi 'charm offensive' Cina

Analis Cina, Stec, percaya bahwa 'charm offensive' Cina yang baru, yang dipimpin oleh Duta Besar Cina yang baru untuk UE, Fu Congin, sedang berlangsung.

Dia menjelaskan, bahwa Fu telah sangat aktif dalam menguji dua gagasan utama: Pertama, pencabutan sanksi secara bersamaan yang diberlakukan oleh UE kepada Cina, dan oleh Cina terhadap UE, sesuatu yang dia katakan bahwa Fu hadir sebagai "isyarat baik dari pihak Beijing, mengingatkan bahwa Uni Eropa menjatuhkan sanksi terlebih dahulu."

Ketika ini selesai, Fu kemudian akan berharap untuk membuka blokir ratifikasi perjanjian investasi antara UE dan Cina, kata Stec melanjutkan.

Meski begitu, politisi UE yang mewakili Partai Hijau Jerman di Parlemen Eropa, berpendapat bahwa peluang untuk mendapatkan kembali perjanjian investasi di atas meja "sangat kecil".

Jatuhnya persahabatan tanpa batas

Selama negara-negara anggota memiliki posisi yang berbeda, di mana beberapa dari mereka bersedia untuk fokus melanjutkan hubungan perdagangan, sementara yang lain siap untuk lebih menyelaraskan dengan kebijakan AS di Cina, tampaknya tidak ada keinginan besar untuk memulai diskusi baru tentang posisi UE terhadap Cina, kata seorang sumber mengatakan kepada DW.

Mungkin itu pula alasan di balik kenapa Cina tidak masuk dalam agenda KTT Uni Eropa pada 23-24 Maret mendatang, setidaknya secara resmi.

"Pihak Cina mencoba untuk menyeimbangkan dua tujuan yang tidak sejalan. Menjadi sahabat baik Putin dan menjadi teman baik Eropa pada saat yang sama," kata Bütikofer.

Bütikofer meyakini Cina tidak bisa mencapai keduanya.

"Seperti yang dikatakan Abraham Lincoln, Anda bisa membodohi beberapa orang sepanjang waktu atau semua orang pada suatu waktu. Tapi anda tidak bisa membodohi semua orang sepanjang waktu."

Dalam istilah politik yang konkret, ini berarti bahwa Cina akan "gagal jika bersikeras pada persahabatan tanpa batas mereka dengan Rusia," jelasnya.

yas/gtp

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait