Uni Eropa Selidiki Facebook-Instagram Terkait Disinformasi
1 Mei 2024
Uni Eropa meluncurkan penyelidikan terhadap Meta, perusahaan induk Facebook dan Instagram, atas dugaan disinformasi pemilu. Meta diduga gagal menangani iklan politik menjelang Pemilu Eropa.
Iklan
Komisi Eropa hari Selasa (30/4) mengumumkan bahwa mereka sedang menyelidiki penanganan Meta, perusahaan induk Facebook dan Instagram, terhadap iklan politik di platform mereka Pemilu Eropa bulan Juni mendatang.
Uni Eropa (UE) menyatakan mereka mewaspadai upaya Rusia untuk memanipulasi opini publik dan melemahkan demokrasi lewat disinformasi di media sosial.
Komisi mengatakan mereka mencurigai penanganan iklan yang dilakukan Meta "tidak memadai". Menjamurnya informasi palsu lewat iklan berbayar di platform media sosial dinilai „dapat merusak proses pemilu dan hak-hak dasar, termasuk hak perlindungan konsumen.”
Iklan
Menangkal propaganda Rusia
Komisioner pasar internal UE Thierry Breton mengatakan, penyelidikan tersebut bertujuan "untuk memastikan bahwa tindakan efektif diambil khususnya untuk mencegah kerentanan Instagram dan Facebook dieksploitasi oleh campur tangan asing."
"Kami menduga moderasi Meta tidak cukup, karena kurangnya transparansi iklan dan prosedur moderasi konten,” kata wakil presiden eksekutif Komisi, Margrethe Vestager.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Jangkauan platform Meta di seluruh Uni Eropa yang beranggotakan 450 juta orang telah menjadi perhatian Komisi Eropa dalam upaya melawan propaganda Rusia.
Brussels mencatat bahwa Meta tidak memiliki alat yang "efektif” untuk memantau iklan dan kontennya menjelang pemilu Eropa pada 6-9 Juni mendatang.
Hal ini merujuk pada keputusan Meta untuk menutup instrumen digital CrowdTangle, yang dianggap sangat berharga dalam mengatasi disinformasi online.
How is the EU countering Russian disinformation?
05:40
Aturan apa yang mungkin dilanggar?
Brussels mengatakan Meta memiliki waktu lima hari kerja untuk menjelaskan bagaimana mereka memitigasi risiko yang ditimbulkan oleh penonaktifan CrowdTangle.
Meta, mengklaim bahwa mereka memiliki "proses yang mapan untuk mengidentifikasi dan memitigasi risiko pada platform kami."
Investigasi telah diluncurkan berdasarkan Undang-Undang Layanan Digital Uni Eropa yang baru, Digital Sevice Act (DSA). Undang-undang ini menindak konten ilegal di dunia maya dan memaksa perusahaan teknologi sangat besar untuk berbuat lebih banyak demi melindungi pengguna internet.
Facebook dan Instagram termasuk di antara 23 platform yang dikategorikan "sangat besar” yang harus mematuhi DSA. Mereka yang tidak mematuhinya diancam sanksi denda sampai 6% dari omset global platformnya. Dalam kasus yang sangat serius, perusahaan bahkan bisa menghadapi larangan. Platform lain yang ada dalam daftar itu termasuk Snapchat, TikTok, dan YouTube.
hp/yf (dpa, rtr)
Kepuasan dan Perfeksionisme - Mengapa Otak Kita Suka Instagram?
Media sosial termasuk Instagram bisa menjadi sumber informasi, tetapi lebih sering menyulut perasaan tidak puas dan kurang bisa bersaing. Tapi mengapa sulit meninggalkan media sosial?
Foto: picture-alliance/PhotoAlto/F. Cirou
Perfeksionisme semu dan jebakannya
Terutama dalam Instagram, kecenderungan bandingkan diri sendiri dengan orang lain sangat mudah muncul. "Orang lain hidupnya tampak lebih cool - merasa kurang OK di berbagai area sangat mudah," kata Victoria van Violence, seorang influencer. Padahal gambar yang ditampilkan kadang sangat jauh dari kenyataan. Dan itu bukan rahasia lagi. Mengapa sulit tinggalkan Instagram?
Foto: picture-alliance/dpa/J. Schmitt-Tegge
Ingin cepat merasakan kepuasan
Menurut Instagram, penggunanya lebih dari 500 juta per hari. Apa yang terjadi di otak jika gunakan Instagram? Dar Meshi, pakar ilmu syaraf dari AS, uji pengguna media sosial dengan MRI (Magnetic Resonance Imaging). Jika orang dapat pemberitahuan bahwa postingnya disukai, sistem penghargaan di otak aktif. Sama halnya jika kita diberi makan, minum, uang atau jika terpuaskan kalau ketagihan obat.
Foto: picture-alliance/blickwinkel/ADR
Sulitnya menentukan batas
Orang rasakan keuntungan dari media sosial, karena melaluinya bisa berhubungan dengan ratusan atau ribuan orang tanpa perlu keluar rumah. Meshi mengungkap, belum pernah ada orang tua yang kehilangan hak urus anak, karena terlalu lama gunakan media sosial. Tapi ada orang yang susah tidur, susah konsentrasi, bahkan kehilangan pekerjaan karena tidak bisa meninggalkan media sosial untuk waktu lama.
Foto: picture-alliance/imagebroker/V. Wolf
Sehat atau tidak sehat?
Peneliti menduga, pengguna aktif yang juga mendapat jempol dari pengguna lain, lebih merasa senang, daripada pengguna pasif. Dalam hal membandingkan diri dengan orang lain, profesor etika media, Petra Grimm berkata, "Ini masalah, jika setelah membandingkan, orang turunkan nilai dirinya sendiri, atau menetapkan, orang lain lebih hebat." Membandingkan juga persulit pengguna muda menemukan jati diri.
Foto: Imago/Westend61
Bagaimana dengan anak-anak?
Petra Grimm melihat kekurangan dalam pendidikan di sekolah. Langkah preventif harus diambil, kata Grimm dan menambahkan, guru-guru harus terangkan strategi bisnis di balik media sosial. Murid juga harus diberikan informasi dan kesempatan refleksi konsekuensi media sosial. Influencer van Violence tekankan, "Jika tidak punya hubungan dengan orang lain di dunia nyata, kita tidak punya apapun."
Foto: picture-alliance/SvenSimon/F. Hoermann
Orang harus bisa mengatur sendiri penggunaan media sosial
Baik influencer Victoria van Violence, maupun ilmuwan Petra Grimm, dan Dar Meshi tidak menyebut media sosial sesuatu yang sepenuhnya buruk. Mereka menyebutnya kesempatan unik untuk berhubungan dengan orang lain. Tetapi kita bisa dan harus menentukan sendiri, bagaimana mereka gunakan media sosial. Orang yang sebabkan kita sedih tidak perlu diikuti lagi, katanya. (ml/vlz)