Uni Eropa Sepakati Embargo Minyak Suriah
2 September 2011Kesepakatan tercapai di Sopot, Polandia, di tengah pertemuan para menteri luar negeri Uni Eropa. "Presiden Assad melancarkan pembantaian di negerinya sendiri. Seluruh komunitas internasional mendesaknya untuk menyerahkan kekuasaan," tegas menteri luar negeri Polandia, Radoslaw Sikorski.
Assad yang telah berkuasa selama 11 tahun telah mengusir media asing, sehingga semakin sulit untuk memverifikasi pergolakan yang terjadi di Suriah. Menurut sebuah lembaga hak azasi manusia Suriah yang berbasis di Inggris, sedikitnya 2 ribu orang tewas. Begitu juga dengan 463 tentara dan polisi, sebagian besar di tangan kelompok bersenjata anti-Assad, namun ada juga yang tewas di tangan sesama anggota keamanan karena menolak menembaki pengunjuk rasa.
Pengetatan sanksi ekonomi UE
Uni Eropa telah melarang perusahaan-perusahaan Eropa untuk berbisnis dengan puluhan pejabat Suriah, institusi pemerintah, serta perusahaan yang berhubungan dengan militer Suriah. Empat orang pejabat rezim di Damaskus dan tiga institusi hari Jumat (2/9) menambah panjang daftar penerima sanksi Uni Eropa.
Akram Izzedin, seorang aktivis di Damaskus berkomentar, "Langkah apapun yang dapat menyakiti rezim disambut baik oleh perjuangan yang selama ini terjadi di jalanan. Terutama karena seluruh sumber daya negara kini digunakan untuk menekan warga. Assad dan pengikutnya memperlakukan sektor minyak bumi sebagai properti mereka. Warga Suriah tidak pernah mendapat keuntungan dari sektor tersebut."
Sanksi UE kurang signifikan
Embargo minyak bumi Suriah menjadi kali pertama Uni Eropa menargetkan level industri Suriah. Meski sanksi tersebut tidak seefisien larangan investasi yang diberlakukan Amerika Serikat bulan lalu. Perusahaan-perusahaan Eropa seperti Royal Dutch Shell milik Inggris dan Belanda, serta Total milik Perancis adalah investor penting bagi Suriah. Embargo tersebut juga tidak akan berdampak besar bagi rezim Assad karena ekspor minyak bumi Suriah hanya 150 ribu barel per hari dari total produksi 400 barel per hari.
Sebagian besar ekspor tersebut lari ke Jerman, Italia dan Perancis. Jadi embargo Uni Eropa kemungkinan besar mengganggu pemasukan mata uang asing rezim di Damaskus. Namun Assad bisa saja mencari pasar baru di Asia bagi minyak mentah Suriah dengan menawarkan potongan harga. Yang tentunya membutuhkan penandatanganan kontrak baru yang akan memakan waktu.
Seorang analis Timur Tengah, Julien Barnes-Dacey, menilai, "Suriah memiliki cukup cadangan mata uang asing di bank untuk membiayai mereka selama mencari pembeli alternatif. Tapi memang mendorong mereka menuju tantangan signifikan yang harus mereka hadapi. Rezim Assad semakin merasa terpojok baik di tingkat regional maupun internasional."
rtr/dpa/Carissa Paramita
Editor: Marjory Linardy