1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Uni Eropa Setelah Irlandia Tolak Perjanjian Lissabon

Dyan Kostermans16 Juni 2008

Akhirnya hal yang ditakutkan Brussel menjadi kenyataan. Pekan lalu lewat referendum, Irlandia menolak Perjanjian Lissabon. Kini manajemen krisis Uni Eropa dilakukan secara maksimal, agar UE tidak jatuh ke dalam krisis.

Ke mana dengan Uni Eropa?

Sebetulnya, Sarkozy sudah membayangkan hal yang indah-indah, untuk masa kepemimpinan Perancis di Dewan Eropa mulai 1 Juli mendatang. Dimana setelah Perjanjian Lissabon diratifikasi dengan mulus, akan berlangsung pertemuan puncak untuk nominasi presiden pertama Uni Eropa. Tapi itu semua harapan indah itu buyar, setelah Irlandia menolak perjanjian reformasi Eropa tersebut. Hasil referendum Irlandia yang menyatakan „tidak“ untuk Perjanjian Lissabon adalah realita. Demikian dikatakan Presiden Perancis itu dalam konferensi pers di Paris akhir pekan lalu

„Pernyataan tidak dari Irlandia menambah kesulitan, tapi masalahnya bukan apakah hal itu menyenangkan kita atau tidak. Pernyataan tidak adalah realita politik yang harus kita terima. Saya bersama Kanselir Merkel sepakat bahwa proses ratifikasi harus tetap dilanjutkan, agar dari kejadian tersebut tidak muncul krisis.“

Pertemuan para menteri luar negeri Uni Eropa awal pekan ini di Brussel adalah langkah pertama, sebelum dilakukannya pertemuan puncak Uni Eropa pertengahan pekan ini. Setelah penolakan Irlandia terhadapa Perjanjian Lissabon, terdapat beberapa kemungkinan.

Opsi Setelah Irlandia Tolak Perjanjian Lissabon

Pilihan pertama adalah dilakukannya referendum kedua di Irlandia. Dimana untuk ini sudah terdapat contoh. Ketika pada tahun 2001 Perjanjian Nizza gagal dengan referendum Irlandia, disarankan agar pemerintah di Dublin menggelar referendum ulangan pada tahun 2002, dengan hasil yang sukses. Opsi ini hanya mungkin terjadi bila Perjanjian Lissabon diratifikasi oleh ke-26 negara anggota Uni Eropa lainnya. Selama ini 18 anggota sudah meratifikasinya melalui parlemen nasionalnya.

Pilihan kedua, adalah peraturan khusus bagi Irlandia. Dimana Perancis dan Jerman cenderung memilih kesepakatan secara yuridis. Dimana bagi Irlandia dalam sejumlah tema yang dipersengketakan, dapat disepakati peraturan khusus. Menteri luar negeri Jerman Frank Walter Steinmeier

„Untuk itu dapat juga termasuk, bahwa Irlandia mecari jalan bagi dirinya, untuk sementara waktu keluar dari integrasi Eropa, dari dukungan proses integrasi, guna memberi jalan bagi berlakunya Perjanjian Lissabon dengan 26 anggota Uni Eropa.“

Ini berarti Perjanjian Lissabon tetap dilaksanakan tanpa Irlandia. Tapi Komisaris Uni Eropa asal Jerman Günter Verheugen tidak setuju dengan usulan tersebut

„Hal itu bukan saja sangat sulit secara hukum. Tapi secara politis juga hampir tidak mungkin, karena di sini menyangkut suatu perjanjian yang mana peraturan main diubah. Hal itu bukan meliputi perjanjian yang melahirkan politik baru atau menetapkan sasaran baru. Itu mengenai penyesuaian institusi, mempermudah keputusan, demokrasi lebih besar. Itu bisa disebut aturan rumah tangga, dan aturan rumah tangga harus berlaku bagi semua."

Pilihan ketiga adalah Perjanjian Baru Eropa. Sebagai kemungkinan terkecil adalah upaya ketiga membentuk perjanjian Eropa yang sama sekali baru. Hanya dengan upaya luar biasa Kanselir Jerman Angela Merkel berhasil meloloskan lahirnya Perjanjian Lissabon, yang sebelumnya ditentang oleh Polandia dan Inggris, dalam periode kepemimpinan Jerman di Dewan Eropa Juni 2007.

Pilihan ke-empat adalah tetap memakai Perjanjian Nizza sebagai landasan peraturan Uni Eropa. Kurangnya landasan baru, mula-mula juga memaksa Uni Eropa mengolah kembali Perjanjian Nizza yang mulai berlaku tahun 2003. Masalahnya, berdasarkan perjanjian ini, sebagian besar keputusan terletak pada masing-masing negara anggota. Ini membuat langkah kerja Uni Eropa dengan 27 anggotanya menjadi sulit. Selain itu dengan Perjanjian Nizza, pengaruh Parlemen Eropa terbatas. Dalam setiap langkah perluasan Uni Eropa, hak suara setiap negara anggota harus dibicarakan secara rinci.

Ketua parlemen Eropa Pöttering meminta dihentikannya perluasan Uni Eropa sebagai konsekwensi penolakan Irlandia terhadap Perjanjian Lissabon

„Itu adalah posisi yang jelas dari Parlemen Eropa, bahwa mungkin dengan pengecualian Kroasia, tidak dapat dilakukan perluasan lebih lanjut, bila perjanjian reformasi tidak berlaku.“

Penolakan Irlandia Tidak Aneh

Kata Tidak Irlandia terhadap Perjanjian Lissabon bukan hal yang aneh. Seorang warga Perancis mengatakan

„Dimana pun di negara anggota lama Uni Eropa, masyarakat merasa seperti warga yang hilang dan oleh sebab itu lebih suka mengatakan tidak ketimbang ya, tentang apa yang datang dari Brussel. Mereka masih memandang Uni Eropa sebagai birokrasi dan mesin administrasi.“

Tiga tahun lalu melalui referendum, Perancis juga menyatakan Tidak untuk konstitusi Eropa. Jika kali ini dilakukan referendum untuk Perjanjian Lissabon, hasil di Perancis tidak akan berbeda dengan hasil di Irlandia. Demikian menurut seorang pakar politik Perancis,

„Jajak pendapat menunjukkan bahwa warga Perancis akan kembali mengatakan Tidak. Sangat sulit melegitimasi gagasan Eropa lewat referendum. Hal itu selalu membawa risiko. Sarkozy tahu itu dan karenanya memutuskan perjanjian itu diam-diam di parlemen guna menghindari referendum.“

Tentang penolakan Irlandia Nikolas Sarkozy tidak menganggapnya sebagai kebetulan ataupun kejutan

„Banyak orang tidak mengerti bagaimana kami membangun Eropa. Mereka mengharap dilindungi, tapi banyak yang justru berpendapat, Uni Eropa hanya menimbulkan masalah bagi mereka. Kami memiliki kewajiban dan harus lebih efektif dalam menjalankan tugas Uni Eropa dalam kehidupan sehari-hari warganya. Tidak yang disampaikan Irlandia, saya lihat sebagai seruan agar lebih banyak, lebih baik dan mengambil langkah lain dalam bertindak. Itu tidak akan meringankan tugas Perancis dalam Dewan Eropa, tapi itu adalah hal yang menegangkan.“

Ujian yang berat bagi Sarkozy. Namun bila ia mampu mengatasi krisis ini dan membawa Eropa keluar dari krisis selanjutnya, barulah bayangan indah Sarkozy dalam kepemimpinan Perancis di Dewan Eropa dapat menjadi kenyataan.