Uni Eropa memberikan dua opsi kepada parlemen Inggris. Setujui Perjanjian Brexit dan Inggris resmi tinggalkan Uni Eropa 22 Mei, atau ikut Pemilu Uni Eropa dan tetap dulu jadi anggota.
Iklan
Perdana Menteri Inggris Theresa May hari Kamis (21/3) bertandang ke Brussel menghadap para petinggi dan kepala pemerintahan Uni Eropa yang sedang bersidang. May mengajukan penundaan Brexit sampai akhir Juni, namun Uni Eropa menolak. Gantinya, Uni Eropa memberikan dua opsi.
Opsi pertama: Parlemen Inggris menyetujui Perjanjian Brexit yang sudah dirundingkan pemerintah Inggris dengan Uni Eropa selama dua tahun. Dalam hal ini, Inggris akan resmi keluar dari Uni Eropa tanggal 22 Mei. Jika parlemen Inggris tetap menolak Perjanjian Brexit, maka akan berlaku opsi kedua.
Opsi kedua: Dalam hal parlemen dengan suara mayoritas kembali menolak Perjanjian Brexit, maka Inggris diberi waktu sampai 12 April, untuk menyatakan akan sementara tetap menjadi anggota di Uni Eropa dan ikut Pemilu Eropa, yang akan berlangsung 23 sampai 26 Mei. Jika Inggris menolak ikut Pemilu Eropa, maka negara itu otomatis akan berhenti menjadi anggota Uni Eropa. Artinya, Inggris keluar dari Uni Eropa tanpa perjanjiian (No-Deal-Brexit).
Parlemen Inggris harus mengambil keputusan
Presiden Dewan Eropa Donald Tusk mengatakan pada konferensi pers setelah perundingan hampir sembilan jam: "Pemerintah Inggris masih punya pilihan: dengan kesepakatan, tanpa kesepakatan, masa perpanjangan yang panjang, atau mencabut pasal 50. Tanggal 12 April adalah tanggal utama." Yang dimaksud Tusk dengan mencabut pasal 50 adalah membatalkan permohonan keluar dari Uni Eropa. Ini memang masih bisa dilakukan Inggris secara sepihak, tanpa persetujuan Uni Eropa.
Presiden Prancis Emmanuel Macron menegaskan: "Kami secara gamblang menyatakan pada Inggris: Jika kalian sampai batas waktu ini (12 April) tidak mengambil keputusan, maka kalian tidak bisa berada di sini (Uni Eropa) lagi".
Perdana Menteri Inggris Theresa May segera menyatakan menerima keputusan Uni Eropa dan akan membawanya ke sidang parlemen Inggris. Dia kembali meminta anggota parlemen Inggris untuk menerima Perjanjian Brexit, agar proses itu bisa berjalan lancar.
Kanselir Jerman Angela Merkel menyambut baik keputusan Uni Eropa yang menyebut konferensi puncak di Brussels sebagai "malam yang intensif tetapi sukses."
Parlemen Inggris diharapkan dalam minggu-minggu depan membahas kedua opsi dari Uni Eropa dan mengambil keputusan. Banyak pengamat meragukan bahwa mayoritas anggota parlemen akan menerima Perjanjian Brexit, yang sudah dua kali mereka tolak dengan mayoritas besar.
Brexit: Tarik Ulur Politik Inggris Keluar Dari Uni Eropa
Inggris kejutkan dunia dengan hasil referendum 23 Juni 2016 yang sepakat keluar dari Uni Eropa. Mulailah rentang waktu penuh kisruh, tarik uluk dan adu kekuatan politik di Eropa terkait Brexit.
Foto: picture-alliance/empics/Y. Mok
Juni 2016: Kehendak Rakyat Inggris
Hasil referendum yang diumumkan 24 Juni 2016, hampir 52 persen dari pemilih setuju, Inggris keluar dari Uni Eropa. Perdana Menteri Inggris saat itu, David Cameron dari partai konservatif menerima "kehendak rakyat Inggris, dan mengundurkan diri sehari setelah referendum..
Foto: picture-alliance/dpa/A. Rain
Juli 2016: Brexit berarti Brexit
Mantan Menteri Dalam Negeri, Theresa May gantikan posisi Cameron sebagai Perdana Menteri pada 11 Juli. Ia menjanjikan´Brexit berarti Brexit´. Sebelumnya, May diam-diam dukung kampanye Inggris tetap di Uni Eropa. Dia tidak secara jelas mengatakan kapan akan memulai pembicaraan diberlakukannya Pasal 50 Perjanjian Uni Eropa terkait masa dua tahun sebelum Inggris resmi keluar Uni Eropa.
Foto: Reuters/D. Lipinski
Maret 2017: Kami siap Berpisah
May tandatangani nota diplomatik untuk memulai Pasal 50, 29 Maret. Beberapa jam kemudian, Duta Besar Inggris untuk UE, Tim Barrow serahkan nota itu kepada Presiden Dewan Eropal, Donald Tusk. Inggris dijadwalkan keluar dari Uni Eropa 29 Maret 2019. Tusk merespon nota itu dengan komentar: “Kami sudah siap berpisah. Terima kasih dan selamat tinggal”.
Foto: picture alliance / Photoshot
Juni 2017: Perundingan Dimulai
Menteri Brexit, David Davis dan ketua jururunding UE, Michel Barnier memulai perundingan di Brussel pada 19 Juni. Perundingan pertama diakhiri dengan kesepakatan Inggris akan mematuhi aturan UE terkait sisa negosiasi. Tahap pertama membahas persyaratan keluarnya Inggris dan tahap kedua membahas hubungan UE dan Inggris pasca-Brexit.
Foto: picture alliance/ZUMAPRESS.com/W. Daboski
Juli – Oktober 2017: Uang, Hak-hak dan Irlandia
Tahap kedua perundingan dimulai dengan berfoto bersama tim Inggris yang terlihat tak siap. Perundingan gagal raih kemajuan terkait tiga masalah pasca-Brexit: Berapa banyak yang masih harus dibayar Inggris ke anggaran UE, bagaimana dengan hak warga negara UE dan Inggris dan apakah Inggris tetap dapat membuka perbatasan antara Irlandia dan Irlandia Utara.
Foto: Getty Images/T.Charlier
November 2017: May Tunjukkan Kemajuan?
Kemajuan baru terlihat setelah putaran perundingan ke-6 di awal November. Inggris setuju untuk membayar 57 miliar Euro atau sekitar Rp 900 triliun sebagai “biaya perceraian”. Awalnya May hanya mau membayar 20 juta, padahal UE telah menghitung biayanya sebesar 60 juta Euro. Laporan konsensi Inggris ini memicu kemarahan di kalangan politikus dan media pro-Brexit.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Hoppe
Desember 2017: Maju ke fase ke-2
Para pimpinan dari 27 anggota UE secara resmi menyetujui “kemajuan yang cukup” itu untuk diteruskan ke fase kedua: transisi periode pasca-Brexit dan masa depan hubungan perdagangan UE-Inggris. Perdana Menteri Theresa May mengungkapkan kegembiraannya atas keputusan ini, sebaliknya Presiden Dewan Eropa, Tusk memperingatkan bahwa perindingan putaran kedua akan “sangat sulit.
Foto: picture-alliance/AP Photo/dpa/O. Matthys
September 2018: Tidak ada ceri untuk Inggris
Proposal May tidak berjalan mulus. Pada pertemuan puncak di Salzburg akhir September, para pimpinan UE sampaikan kepada May bahwa proposalnya tidak dapat diterima. Presiden Dewan Eropa,Tusk menyindir May lewat Instagram dengan postingan foto mereka yang sedang melihat sepotong kue: “Sepotong kue barangkali? Maaf, tidak ada ceri”. Ini sindiran bahwa Inggris cuma mau keuntungan sepihak dari Eropa.
Foto: Reuters/P. Nicholls
November 2018: Kemajuan di Brussel
Para pimpinan UE dukung draft kesepakatan perceraian serta deklarasi politis soal hubungan pasca-Brexit setebal 585 halaman. Draft ini dikecam habis anggota parlemen yang pro maupun kontra Brexit dalam perdebatan di Parlemen Inggris beberapa minggu sebelumnya. Menteri Brexit, Dominic Raab bersama dengan beberapa menteri mencoba memicu mosi tidak percaya di bulai Mei.
Foto: Getty Images/AFP/E. Dunand
Desember 2019: May Lolos Dari Mosi Tidak Percaya
Menghadapi oposisi yang sulit, May menunda pemungutan suara di parlemen pada 10 Desember. Besoknya ia bertemu Kanselir Jerman, Angela Merkel untuk mencari kepercayaan diri dalam meyakinkan para anggota parlemen yang skeptis kembali ke kesepakatan. Sementara ia pergi, anggota parlemen dari Partai Konservatif ajukan mosi tidak percaya. May menang mosi kepercayaan di hari berikutnya.
Foto: Getty Images/S. Gallup
Januari 2019: Kesepakatan ditolak
Kesepakatan Brexit May, ditolak Parlemen Inggris dengan 432 suara dan hanya 202 suara mendukungnya. Sebagai respon hasil tersebut, Presiden Dewan Eropa, Donald Tusk sarankan agar Inggris tetap bertahan di Uni Eropa. Partai Buruh Inggris menyerukanmosi tidak percaya terhadap Perdana Menteri. Ini adalah tantangan berat dalam kepemimpinan kedua May dalam bulan-bulan terakhir.