Uni Eropa menghadapi masalah diplomatik yang pelik menghadapi masalah konflik Cina-Taiwan, terutama karena ketegangan antara AS dan Cina meruncing. Padahal Eropa tidak ingin ada konflik baru.
Iklan
Selama akhir pekan lalu, Presiden Prancis Emmanuel Macron menyebabkan kekhawatiran di Amerika Serikat (AS) dan sebagian Eropa, ketika dalam wawancara dengan media Prancis Les Echos dia mengatakan, Eropa tidak boleh hanya menjadi "pengikut AS” di tengah meningkatnya ketegangan dengan Cina atas Taiwan. Macron mengatakan Eropa jangan sampai terjebak "dalam krisis yang bukan milik kita."
Kata-katanya langsung memicu reaksi di Washington. Padahal, para pemimpin Uni Eropa yang lain telah lama mendesak agar Eropa memiliki sikap yang mandiri di panggung internasional. Namun, kebanyakan hal itu diucapkan sebelum serangan Rusia ke Ukraina. Saat ini, situasinya lain karena AS adalah pendukung terbesar Ukraina dalam pertempuran melawan Rusia.
Beberapa analis mengatakan, tidak bijaksana untuk mengambil jarak dari AS, ketika di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden hubungan AS dan Eropa telah pulih dari keretakan yang terjadi di bawah pendahulunya, Donald Trump.
"Analisa Macron tidak salah"
Kontroversi yang ditimbulkan oleh ucapan Macron tidak berarti bahwa dia salah, kata Jeremy Shapiro, direktur penelitian European Council of Foreign Relations. "Saya menduga sebagian besar [pemimpin Eropa] setuju soal ingin mempertahankan kemandirian, menjalin hubungan dengan Cina, dan faktanya, Taiwan memang bukan masalah Eropa," katanya kepada DW.
Iklan
Tapi masalahnya, jelas Saphiro, adalah bahwa Macron mengatakan itu secara terbuka dan tanpa berkonsultasi lebih dulu dengan sekutunya. Selain itu, dia membuat komentar itu dalam konteks kunjungan tingkat tinggi ke Cina, didampingi oleh Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen.
Ini bukan pertama kalinya presiden Prancis memberi komentar yang membuat sebagian kalangan berekerut dahi. Dia pernah menyebabkan polemik serupa dengan menyatakan bahwa aliansi militer NATO menderita "kematian otak" pada tahun 2019. "Saya terkejut bahwa presiden Prancis belum mengetahui... bahwa hal ini tidak benar-benar membawanya ke mana pun," kata Sjeremy Shapiro.
Perang, Inflasi, Krisis Energi dan Kenaikan Harga Bebani 2022
Inflasi, krisis energi, ketakutan resesi - tahun 2022 ditandai dengan dampak perang Ukraina yang memicu krisis ekonomi hingga ambruknya bursa krypto. Ekonomi global sedang tidak baik, berikut kilas balik ekonomi 2022.
Foto: picture alliance / Inderlied/Kirchner-Media
Harga bahan bakar meroket
Dampak perang yang dilakukan Rusia di Ukraina terasa secara global. Harga bahan bakar di seluruh dunia naik drastis. Di Jerman, harga Solar tembus rekor baru, yakni 2,32 Euro (sekitar Rp38.000) per liter. Sejumlah negara mengambil langkah antisipasi dan penyelamatan, yang terbukti hanya aksi sementara.
Foto: Lennart Preiss/dpa/picture alliance
Krisis suplai chips komputer
Langkah AS dan Eropa melarang sebagian ekspor chips komputer dari Cina berdampak pada sektor industri. Suplai global turun drastis, sejumlah pabrikan mobil menjadwal ulang pasokan ke pelanggan. Samsung laporkan penurunan omset sekitar 30%. Intel memindahkan sebagian produksinya ke Eropa, tapi pabrik di Jerman dengan investasi 17 miliar Euro baru akan berproduksi 2027.
Foto: Intel Corporation
Bank Sentral Eropa naikkan suku bunga
Bank Sentral Eropa untuk pertamakalinya sejak 11 tahun pada bulan Juli menaikkan suku bunga acuan sebesar 0,5%, yang lebih tinggi dari prediksi. Dengan begitu tingkat suku bunga acuan di Eropa pada bulan itu mencapai 2,5%. Presiden Bank Sentral Eropa Christine Lagarde mengumumkan, sehubungan dengan inflasi yang tinggi, akan ada kenaikkan berikutnya.
Foto: Kai Pfaffenbach/REUTERS
Harga energi naik drastis
Konsumen di Eropa terutama menjerit, karena harga gas dan tarif listrik naik drastis. Pasokan gas murah dari Rusia diembargo Uni Eropa, gara-gara invasinya ke Ukraina. Konsumen di Inggris, Jerman dan Spanyol harus membayar harga gas dua kali lipat lebih mahal. Toko-toko roti di Jerman juga mengeluh, karena ongkos produksi naik drastis, dan terpaksa menaikkan harga jual.
Foto: Davide Bonaldo/Zuma/picture alliance
Jaringan pipa gas Rusia disabotase
Jaringan pipa gas Rusia Nord Stream 1 dan 2 di laut Baltik dekat Bornholm, Denmark meledak dan mengalami kebocoran. NATO dan Uni Eropa menuding ada sabotase, tetapi akhirnya menghentikan pengusutan. Saat ledakan, jaringan gas sudah lama tidak dioperasikan oleh Rusia untuk memasok gas ke Eropa.
Foto: Danish Defence Command/AP/picture alliance
Bos Tesla Elon Musk akuisisi Twitter
Twitter resmi jadi milik milyarder Elon Musk. Pemilik Tesla ini membeli si burung biru seharga 44 miliar Dollar setelah proses yang alot berbulan-bulan. Setelah pembelian menyusul kekacauan. Musk mengurangi jumlah pegawai separuhnya, pengiklan menyetop order, sejumlah akun kontroversial kembali muncul dan pembersihan akun dengan centang biru dilakukan secara ugal-ugalan.
Foto: Dado Ruvic/REUTERS
Bursa mata uang Krypto bangkrut
Bursa Krypto FTX bangkrut dan pengusahanya Sam Bankman-Fried mengajukan proteksi dari para kreditor. Perusahaan yang oleh investor ditaksir bernilai 32 miliar Dollar itu ambruk hanya dalam hitungan hari. Krisis di platform perdagangan mata uang digital seperti Bitcoin, menarik pasar krypto makin dalam ke pusaran krisis.
Foto: Jonathan Raa/NurPhoto/picture alliance
Inflasi mencapai tingkat tertinggi
Jerman yang jadi lokomotif ekonomi Eropa, mencatat kenaikan harga tertinggi sejak 70 tahun terakhir. Inflasi yang diseret kenaikan harga energi dan bahan pangan, tembus angka 10%. Pemerintahan negara-negara di Asia, Eropa dan Afrika berjuang untuk mengerem inflasi, agar tidak menyeret ke krisis ekonomi yang memicu resesi. Tahun 2023 tingkat inflasi global diprediksi akan tetap tinggi. (as/pkp)
Foto: Boris Roessler/dpa/picture alliance
8 foto1 | 8
Uni Eropa tidak ingin bersikap keras terhadap Cina
"Dia seorang analis yang sangat baik. Jika dia menginginkan pekerjaan di sebuah think tank, kami akan menerimanya," tambah Jeremya Saphiro, mantan penasihat Departemen Luar Negeri AS. "Tapi, sebagai seorang diplomat dia tidak sebaik itu."
Untuk kedua kalinya dalam waktu kurang dari setahun, Beijing telah meluncurkan latihan militer besar-besaran di sekitar Taiwan. Latihan Joint Sword selama tiga hari turut menampilkan kapal perang dan jet tempur mensimulasikan serangan yang ditargetkan ke Taiwan.
Presiden AS Joe Biden telah lama mendorong sekutu Eropanya untuk mengambil tindakan lebih keras terhadap Beijing. Antara lain karena tuduhan Cina melaksanakan praktik ekonomi dan industri yang tidak adil serta pelanggaran hak asasi manusia. Tetapi banyak negara Uni Eropa mungkin tidak ingin bersikap terlalu keras terhadap Cina, kata Saphiro.