1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perbaikan Sarana Lebih Elegan Dibanding Grasi Koruptor

9 Desember 2019

ICW setuju dengan usulan pimpinan KPK Saut Situmorang soal perbaikan sarana di lapas lebih baik dibanding memberi grasi kepada koruptor. Selain itu, DPR pun menilai masalah over capacity lapas juga jadi sorotan penting.

Ratu Atut Chosiyah Verhaftung in Indonesien
Foto: Adek Berry/AFP/Getty Images

Indonesia Corruption Watch (ICW) setuju dengan pernyataan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang soal perbaikan sarana kesehatan lebih elegan dibanding memberikan grasi kepada koruptor. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun diminta memastikan tak ada kekurangan dalam fasilitas kesehatan bagi warga binaan di lembaga pemasyarakatan (lapas).

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana awalnya menyebut langkah Jokowi memberikan grasi kepada eks Gubernur Riau Annas Maamun mengecewakan. Jokowi dinilainya tidak memahami cara memberikan efek jera bagi para koruptor.

"Langkah Presiden Joko Widodo yang memberikan grasi atau pengurangan hukuman bagi terpidana kasus korupsi Annas Maamun amat sangat mengecewakan publik. Ini sekaligus memberikan gambaran kepada masyarakat bahwa Presiden Joko Widodo sendiri seakan tidak memahami bagaimana cara untuk memberikan efek jera bagi pelaku korupsi," kata Kurnia kepada wartawan, Senin (09/12).

Menurut Kurnia, korupsi sudah dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) sehingga pelakunya tidak bisa begitu saja mendapat pengampunan dari negara. Kurnia pun meminta Jokowi memperhatikan fasilitas kesehatan di lapas dan mempertanyakan alasan pemberian grasi dengan alasan kesehatan.

"Jika hanya dengan dalih kemanusiaan, apa tolok ukurnya? Tentu dalih tersebut sangat abstrak, apalagi ditambah dengan sakit-sakitan. Pertanyaan lanjutannya adalah apakah yang bersangkutan akan langsung sembuh seketika diberikan pengurangan hukuman?" ujar Kurnia.

"Harusnya yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo adalah memastikan bahwa fasilitas kesehatan warga binaan di lembaga pemasyarakatan telah berjalan dengan baik tanpa ada kekurangan satu hal pun," imbuhnya.

Usulan perbaikan sarana dinilai rasional

Komisi III DPR yang membidangi hukum menilai usulan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang soal perbaikan sarana kesehatan lebih elegan dibanding pemberian grasi kepada koruptor rasional. Namun, persoalan kelebihan kapasits (over capacity) lapas pun kembali menjadi sorotan.

"Bahwa usul untuk memperbaiki atau menyiapkan fasilitas lapas yang disebutkan fasilitas perawatan para napi lansia dan sakit, tentu hal tersebut adalah usulan yang sangat rasional. Persoalannya, seberapa mampu keuangan negara? Sementara saat ini over capacity saja negara kewalahan mengatasinya," kata Ketua Komisi III Herman Herry kepada wartawan, Senin (09/12).

Herman menilai pemberian grasi kepada koruptor dengan alasan kesehatan adalah hak prerogatif Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang telah melalui berbagai pertimbangan. Politikus PDIP itu berharap DPR bersama pemerintah dan KPK bisa mencari solusi untuk permasalahan yang disebutkan Saut.

"Ke depan terkait persoalan lapas seperti yang diusulkan Pak Saut tentunya sangat baik untuk Komisi lll, Kemenkum HAM, KPK, dan Kemenkeu duduk bersama untuk mencari jalan dan solusi terobosan terbaik. Karena saat ini, menurut kami, urusan lapas sudah menjadi tragedi kemanusiaan. Pemerintah harus serius mencari solusi bersama DPR," ujar Herman.

Sebelumnya, Wakil ketua KPK Saut Situmorang memandang ada cara lain yang lebih elegan ketimbang memberikan grasi atas alasan kesehatan pada pada koruptor. Menurut Saut, perbaikan sarana kesehatan bisa jadi solusi selain memberikan grasi.

"Dari 1.000 yang sudah dipenjara oleh KPK, ada berapa orang yang udah diberi grasi dengan alasan tidak ada sarana dan tidak sebagus dan seterusnya, ya kita beresin sarananya dulu sehingga orang juga di penjara seperti di rumah," kata Saut saat diskusi di Upnormal Cofee Roaster, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat (08/12).

Baca jugaSiapa Yang Hidup Mewah di Lapas Sukamiskin?

Hari Antikorupsi Sedunia

Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) diperingati hari ini. Ketua KPK terpilih, Firli Bahuri, berharap suatu saat Indonesia tak lagi memperingati Hakordia karena sudah terbebas dari korupsi.

Firli awalnya bicara soal Hakordia sebagai keprihatinan bagi semua pihak karena peringatan Hakordia menandakan masih ada masalah serius yang harus dibenahi. Meski demikian, dia menyebut ada negara-negara yang tak memperingati Hakordia karena sudah bebas dari korupsi.

"Hari antikorupsi dunia juga memberi makna peringatan bahwa kita masih memiliki masalah korupsi karena tidak semua negara melaksanakan peringatan hari antikorupsi terutama negara-negara yang memang tidak lagi menempatkan korupsi sebagai masalah serius, karena memang tidak ada lagi korupsi," ucap Firli kepada wartawan, Senin (9/12/2019).

Dia berharap Indonesia suatu saat bisa mengikuti negara-negara yang bersih tersebut. Firli ingin Indonesia tak lagi memperingati Hakordia karena sudah terbebas dari korupsi.

"Saya berharap suatu saat, kita tidak lagi melaksanakan peringatan hari korupsi sedunia karena negara sudah bersih dari korupsi dan kita sudah bebas dari korupsi," ucapnya.

Firli meminta semua pihak mengambil peran dalam memberantas korupsi. Dia menyebut banyak hal yang bisa dilakukan oleh setiap anak bangsa dalam memberantas korupsi sebagaimana diatur dalam UU 19/2019 tentang KPK.

Baca jugaPeluang "Jabatan Ganda" Komjen Firli, Ancaman Serius Bagi KPK

Dia kemudian bicara tentang peranan KPK sebagai garda terdepan memberantas korupsi. Menurutnya, KPK berperan melakukan pencegahan hingga penindakan bagi para pelaku korupsi.

"Tugas-tugas tersebut tidak akan efektif tanpa bekerja sama, bersinergi dengan seluruh instansi, elemen bangsa, pimpinan lembaga baik pemerintah swasta kalangan dunia usaha, para tokoh-tokoh agama, adat, pemuda, masyarakat, pendidikan, budayawan. Semua harus bersatu melakukan upaya pencegahan untuk tidak ada lagi korupsi," tutur Firli.

Jika korupsi tak lagi ada, kata Firli, program pembangunan nasional bisa terlaksana dengan baik. Akhirnya, cita-cita nasional Indonesia juga bisa terwujud.

"Saya pesan bahwa semua ini bisa kita capai dengan syarat situasi politik keamanan dalam keadaan aman, nyaman dan kondusif, tidak ada gonjang-ganjjng dan kegaduhan politik karena negara kita negara yang besar. Jika diibaratkan kita menumpang kapal besar (NKRI), maka seluruh penumpang tidak boleh gaduh, sehingga kita siap dan selamat menghadapi ombak, badai dan gelombang, dan kita semua selamat sampai tujuan," ucap Jenderal Polisi bintang tiga ini.

Firli menyebut situasi yang aman dan kondusif akan memberi jaminan iklim usaha. Dengan demikian, dia mengatakan lapangan pekerjaan bakal terus tumbuh.

"Situasi yang aman nyaman dan kondusif akan memberi jaminan iklim usaha, lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi terus meningkat dalam rangka menyongsong 100 tahun Indonesia masuk dalam 5 kekuatan ekonomi dunia," pungkas Firli. (Ed: rap/pkp)

 

Baca selengkapnya di: Detik News

ICW Setuju Saut Situmorang soal Perbaikan Sarana Dibanding Grasi Koruptor

Komisi III Nilai Usulan Perbaikan Sarana Dibanding Grasi Koruptor Rasional

Firli Harap RI Tak Lagi Peringati Hari Antikorupsi karena Bebas Korupsi