UU Disahkan, Warga Jerman Bebas dari Pembatasan COVID-19
Ian Bateson
10 Mei 2021
Warga Jerman yang sudah divaksin dan pulih dari infeksi COVID-19 dibebaskan dari sejumlah pembatasan. Banyak warga Berlin menyambut baik aturan baru tersebut dengan berekreasi di taman.
Warga Berlin perlahan-lahan mulai menikmati aturan yang lebih longgarFoto: Ian Bateson/DW
Iklan
Martina Czwielung dan ibunya, Renata Czwielung, berkumpul di Mauerpark Berlin bersama dengan teman-temannya pada Minggu (09/05) untuk merayakan peringatan Hari Ibu.
Martina menjelaskan berkumpul dengan teman-temannya yang berasal dari dua rumah tangga tidak melanggar aturan pembatasan COVID-19. Di bawah aturan baru yang telah disahkan dan diberlakukan di seluruh Jerman pada Minggu (09/05), ibu Martina, satu-satunya orang yang sudah divaksinasi dalam kelompok itu, mendapat pengecualian dan tidak masuk hitungan yang bisa membatasi jumlah orang dalam sebuah pertemuan.
Martina Czwielung (kiri) dan ibunya, Renata Czwielung (kanan) merayakan Hari Ibu di Mauerpark BerlinFoto: Ian Beatson/DW
Perubahan peraturan telah disetujui oleh Bundesrat, majelis tinggi parlemen Jerman, pada Kamis (08/05). Menteri Kesehatan Federal Jens Spahn mendukung keputusan itu dan menyatakan bahwa sejak pekan lalu gelombang ketiga pandemi telah pecah di Jerman.
Pro kontra aturan baru
"Saya pikir itu adil, orang yang divaksinasi harus menerima lebih banyak hak istimewa. Saya akan divaksinasi pada bulan Juni, jadi itu juga memberi saya harapan," kata Francesca setelah keluar dari pusat pengujian COVID-19 di Friedrichshain Berlin.
Dalam debat parlemen belum lama ini, oposisi Partai Demokrat Bebas (FDP) mengkritik pengesahan aturan baru tersebut karena tidak mencakup pelonggaran pembatasan pada hotel, restoran, dan pusat kebugaran.
Banyak orang bahkan tidak menyadari adanya aturan baruFoto: Ian Bateson/DW
Hanya sedikit orang Jerman yang dapat menikmati pelonggaran pembatasan baru, tercatat 9,1% dari populasi Jerman telah divaksinasi penuh pada Jumat (07/05).
Jerman mempercepat program vaksinasi dalam beberapa bulan terakhir, tetapi bagi banyak orang upaya itu masih terlalu lambat. "Saya bisa mendapatkan vaksin di Amerika Serikat sekarang. Di Jerman saya tidak tahu," kata Kevin Voellmer, yang pada Minggu (09/05) kembali ke AS.
Beberapa orang lainnya khawatir aturan baru tersebut mungkin terlalu lunak. "Saya pikir benar bahwa orang yang divaksinasi menerima hak istimewa, tetapi saya tidak yakin pulih dari COVID memberi Anda kekebalan yang sama seperti vaksin," kata Shubham Mittal.
Negara dengan Kuota Vaksinasi Corona Tertinggi di Dunia
Sejumlah negara ngebut melakukan vaksinasi corona untuk meredam pandemi Covid-19 secara efektif. Yang mengejutkan, sejumlah negara kecil mencapai kuota vaksinasi per kapita tertinggi di dunia.
Foto: picture-alliance/dpa/Geisler-Fotopress
Israel Terdepan
Israel berada di peringkat paling atas sebagai negara dengan kuota vaksinasi corona per kapita tertinggi sedunia. 96% dari seluruh populasi yang jumlahnya 8,6 juta orang minimal sudah mendapat dosis pertama vaksin (posisi 08/03/21). Sukses negara Yahudi itu untuk mengerem pandemi Covid-19 mendapat acungan jempol. Kini kehidupan publik berangsur normal, tapi prokes tetap dijalankan.
Foto: Ronen Zvulun/REUTERS
Uni Emirat Arab di Posisi Dua
Uni Emirat Arab (UEA) menyusul di posisi kedua dengan kuota vaksinasi per kapita mencapai 62 per 100 penduduk. Sekitar 6,8 juta dari lebih 9 juta penduduk UEA sudah mendapat vaksin corona dosis pertama. UAE menggunakan vaksin Sinovac buatan Cina untuk program vaksinasi massal gratis. Saat ini Dubai mulai "roll out" vaksinasi dengan vaksin buatan BioNTech-Pfizer.
Foto: Getty Images/AFP/K. Sahib
Inggris
Inggris mencatatkan kuota vaksinasi corona per kapita pada kisaran 31 per 100 orang. Dengan jumlah populasi hampir 86 juta orang, berarti lebih dari 28 juta warga Inggris sudah mendapat vaksin corona. Aktual ada tiga jenis vaksin yang digunakan, yakni buatan BioNTech-Pfizer, Moderna dan AstraZeneca.
Foto: Victoria Jones/AFP/Getty Images
Amerika Serikat
Amerika Serikat juga ngebut memerangi pandemi Covid-19, setelah terganjal beberapa bulan oleh politik Trump. Aktual kuota vaksinasi per kapita mencapai 23,5 per 100 orang. Artinya hingga saat ini sudah lebih dari 76 juta dari total 331 juta populasi AS mendapat minimal satu dosis vaksin buatan BioNTech-Pfizer atau Moderna. Presiden terpilih Joe Biden mendapat vaksinasi sebagai aksi simbolis.
Foto: Tom Brenner/REUTERS
Serbia
Serbia, salah satu negara bekas Yugoslavia dengan populasi 7 juta orang juga ngebut dengan program vaksinasi massal. Kuotanya mencapai 22 per 100 orang (posisi 4/3/21) Menteri kesehatan Serbia, Zlatibor Loncar secara simbolis mendapat vaksinasi anti Covid-19 buatan Sinopharm, Cina di Beograd akhir Januari silam.
Foto: Nikola Andjic/Tanjug/ Xinhua News Agency/picture alliance
Chile
Negara kecil di Amerika Selatan, Chile juga melakukan vaksinasi massal dengan cepat. Negara dengan populasi sekitar 19 juta orang itu sudah mencapai kuota 19,2 per 100 penduduk. Presiden Sebastian Pinera mendaat suntikan vaksin perdana secara simbolis pertengahan Februari lalu di kota Futrono. Vaksin yang digunakan adalah Sinovac buatan Cina.
Bahrain menjadi negara di kawasan Teluk berikutnya yang mencatatkan kuota tinggi vaksinasi corona dengan 17,8 per 100 orang. Registrasi vaksinasi di negara kecil berpenduduk sekitar 1,6 juta orang itu dilakukan menggunakan aplikasi mobile. Vaksinasi menggunakan dua jenis vaksin dalam program ini, yakni vaksin buatan Sinopharm dan buatan BioNTech-Pfizer.
Foto: Imago/Sven Simon
Denmark
Denmark negara kecil di Eropa dengan populasi 5,8 juta mencatatkan kuota vaksinasi corona per kapita 11 per 100 warga. Jika dilihat angka mutlaknya relatif kecil, hanya sekitar 600 ribu warga yang mendapat vaksinasi. Tapi dilihat dari kuota per total populasi angka itu cukup tinggi.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mendapat vaksin Sinovac buatan Cina saat memulai kampanye vaksinasi massal di Ankara pertengahan Januari silam. Saat ini kuota vaksinasi di Turki mencapai sekitar 11 dari 100 warga di negara dengan populasi 82 juta orang itu.
Foto: Murat Cetinmuhurdar/Presidential Press Office/REUTERS
Jerman
Jerman belakangan catat pertambahan kasus covid-19, menjadi lebih dari 2,5 juta orang dan lebih dari 72.000 korban meninggal. Walau vaksin BioNTech berasal dari Jerman, namun pembagiannya tergantung Uni Eopa. Jerman baru mencatat 7,9% vaksinasi corona bagi 83 juta penduduknya. Strategi vaksinasi dikritik sebagai amat lamban dan kurang efektif. Penulis Agus Setiawan (as/pkp)
Foto: Markus Schreiber/AP Photo/picture alliance
10 foto1 | 10
Ketidaktahuan dan kesulitan warga
Di Berlin, undang-undang negara bagian mengizinkan orang yang telah divaksinasi dan pulih dari infeksi corona diperlakukan sama dengan orang dengan hasil tes negatif sepekan sebelum undang-undang federal berlaku. Namun, banyak pemilik usaha dan karyawannya tidak mengetahui perubahan tersebut.
"Tim saya harus belajar cara membaca paspor vaksinasi Jerman dan semua dokumen lain yang menunjukkan seseorang telah pulih dari virus corona. Saya memiliki karyawan dari Selandia Baru dan Inggris yang tidak mengerti bahasa Jerman, dan mereka harus dilatih tentang apa yang harus dilakukan," kata Tim Kreutzfeldt, pemilik salon rambut Ponyclub.
Banyak orang mengaku kesulitan mengikuti peraturan baru. "Bagian tersulit adalah mencoba mencari tahu semua hal ini," kata Daniel Mesonero. "Orang tua saya datang untuk melihat cucu mereka dan kami tidak tahu ke mana kami bisa pergi."
Aturan baru tersebut juga menimbulkan tantangan bagi polisi, yang diharapkan dapat menegakkan aturan yang ada, tetapi tidak bisa dengan mudah membedakan siapa yang telah divaksinasi atau telah pulih dari COVID-19. "Ini akan sangat sulit untuk diperiksa," kata Wali Kota Berlin Michael Müller kepada stasiun radio Deutschlandfunk pada Jumat (07/05). Solusinya adalah menerbitkan paspor vaksinasi Eropa digital.
Data kasus harian COVID-19 per satu juta penduduk di beberapa negara di dunia