Penyakit HIV/AIDS sudah dikenal sejak 40 tahun. Tapi hingga tetap belum ada vaksin antivirusnya, walau para peneliti di seluruh dunia meneliti secara intensif. Apa penyebabnya?
Iklan
Mengapa hingga kini vaksin HIV belum ditemukan? Padahal para ahli sudah menemukan virus penyebab menurunnya kekebalan tubuh itu sejak 40 tahun silam. Hingga akhir 2019, jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) mencapai sekitar 38 juta dan hingga kini sudah sekitar 33 juta orang meninggal akibat AIDS. Jawaban gampangnya: Karena virus HIV ibarat bunglon di kalangan virus, yang terus menerus melakukan mutasi.
Yang makin menyulitkan para peneliti, virus HIV punya struktur permukaan yang rumit berbentuk tiga dimensi. Selain itu, separuh permukaan virus dilapisi gula, yang disebut ilmuwan sebagai glykolisasi. Sistem kekebalan tubuh manusia kesulitan menyerang permukaan virus berlapis gula semacam itu. Juga vaksin, gagal berfungsi pada virus yang melindungi diri dengan glykolisasi.
HIV berbeda dengan virus umum
Penelitian vaksin HIV terus mengalami kegagalan, akibat virusnya terus melakukan mutasi permukaan sangat cepat dari satu generasi ke generasi berikutnya. Padahal untuk memerangi virusnya, sistem kekebalan tubuh harus bisa mengenali kembali musuh bersangkutan.
Tapi jika virusnya terus melakukan mutasi, sistem kekebalan tubuh tidak lagi mengenalinya. Dan memandangnya bukan sebagai patogen, hingga tidak menyerang virusnya. Virus HIV dengan melakukan mutasi terus menerus, juga terus menipu sistem kekebalan tubuh. Para ilmuwan menyebut, virus selalu berada selangkah di depan hasil penelitian.
Virus HIV termasuk kelompok retrovirus, yang mampu mengembangbiakkan kode genetiknya di dalam sel inang. Para peneliti sejak lama berusaha memahami, bagaimana cara retrovirus ini berkembang biak, untuk bisa mengembangkan strategi bagi penyembuhan penyakitnya.
Selalu ada hasil riset terbaru, dan kembali peneliti harus kecewa. Pasalnya virusnya tetap tidak bisa dikendalikan. Ibaratnya, jika ilmuwan bergerak satu langkah ke depan, virusnya sudah melesat dua langkah.
Rahasia Virus Membajak Sel Organisme
01:57
Keampuhan vaksin terbatas?
Satu-satunya kandidat vaksin yang sudah diujicoba pada manusia adalah yang disebut RV 144 di Thailand dari tahun 2003 sampai 2006 lalu. Lebih 16.000 relawan ikut dalam ujicoba pada manusia ini. Hasilnya tidak memuaskan para peneliti, karena efektifitas perlindungan vaksin hanya mencapai 31 persen responden. Dan efek perlindungan menghilang setelah beberapa bulan.
Riset berikutnya dilakukan di Afrika Selatan dimulai 2016, dengan kandidat vaksin yang diberi nama HVTN 702. Lebih 5.000 relawan dalam kisaran usia 18 hingga 35 tahun ikut serta dalam uji coba. Pada tahun 2020 uji coba kandidat vaksin HIV di Afrika Selatan itu dihentikan, karena tidak menunjukkan sukses yang jelas.
Uji coba berikutnya diberi nama MOSAICO, dengan kandidat vaksin kombinasi yang mengandung protein yang strukturnya meniru permukaan rumit virus HIV. Uji laboratorium pada monyet menunjukkan hasil yang menjanjikan. Sejak akhir tahun lalu di AS dilakukan uji klinis pada manusia dengan 3.800 relawan.
HIV: 10 Fakta Virus Mematikan
HIV/AIDS mungkin tidak lagi terdengar mengerikan seperti 20 tahun lalu, namun setiap tahun ada sejuta orang lebih yang terinfeksi. Fakta apa saja yang perlu diketahui mengenai penyakit mematikan ini?
Foto: Fotolia/Sebastian Duda
Kehidupan Sehari-hari
Lebih dari 35 juta warga dunia positif HIV - sepertiga diantaranya hidup di Afrika Sub-Sahara. Di Afrika Selatan, negara yang paling parah terjangkit HIV, satu dari enam orang mengidap HIV. HIV bisa dibilang keseharian hidup di Afrika Selatan, sampai-sampai acara anak-anak 'Sesame Street' versi Afrika Selatan memiliki boneka kuning yang positif HIV, Kami.
Foto: picture-alliance/dpa
Lelaki Lebih Berbahaya
Pada hubungan seks antar heteroseksual, HIV lebih mudah ditularkan dari lelaki ke perempuan ketimbang perempuan ke laki-laki. Namun apabila seorang lelaki sudah disunat, risiko penularan ke perempuan berkurang hingga 60 persen.
Foto: imago/CHROMORANGE
Penyakit Seumur Hidup
HIV dan AIDS tidak dapat disembuhkan, meski dapat dikontrol. Obat-obatan antiretroviral mencegah virus berlipat ganda di dalam tubuh penderita. Terapi antiretroviral mencakup tiga atau lebih obat yang harus diminum pasien selama hidupnya. Perawatan semacam ini dapat mengurangi laju kematian dari HIV sebesar 80 persen.
Foto: picture alliance/dpa
Mengurangi Harapan Hidup
Penyebaran HIV setelah tahun 1990 menyebabkan tingkat harapan hidup di banyak negara turun secara dramatis - kebanyakan di Afrika. Lalu pengenalan obat-obatan antiretroviral kembali menaikkan harapan hidup: di Afrika Selatan, contohnya, rata-rata tingkat harapan hidup naik dari 54 tahun pada 2005 menjadi 60 pada tahun 2011.
Foto: AFP/Getty Images
Pengobatan Terbatas
Karena perusahaan farmasi memegang paten yang mencegah produksi obat versi generik, obat-obatan HIV tergolong mahal - sebuah terapi biayanya ribuan Dolar per bulan. Ini pun menghambat pengobatan pada skala besar di negara-negara Afrika, dan trennya berlanjut: Badan Kesehatan Dunia WHO memperkirakan 19 juta pengidap HIV tidak mempunyai akses terhadap obat-obatan.
Foto: AP
Masih Tahap Uji Coba
Tidak ada vaksin yang 100 persen efektif melawan HIV, dan baru ada sedikit studi klinik untuk vaksinasi pada manusia. Satu vaksin yang diujicoba di Thailand hingga tahun 2009 tampak mengurangi risiko terinfeksi HIV hingga 31 persen.
Foto: AP
Terlalu Beragam
Satu faktor yang menyulitkan pengembangan vaksin adalah begitu cepatnya HIV bermutasi, termasuk di dalam tubuh pasien. Ada terlalu banyak variasi patogen HIV - meski hanya dua variasi yang menjadi penyebab utama melemahnya sistem kekebalan tubuh dan mengakibatkan sakit.
Foto: picture-alliance/dpa
Masa Inkubasi Lama
Butuh enam minggu bagi seseorang yang terjangkit untuk mengembangkan antibodi, dan tes HIV tidak efektif pada periode ini. Mereka yang terinfeksi juga mengalami yang disebut infeksi HIV awal, yang gejalanya mirip flu. Beberapa pekan setelah terinfeksi, sistem imunitas untuk pertama kalinya mulai bereaksi terhadap virus.
Foto: picture-alliance/dpa
Rentan Penyakit Lain
Campuran mematikan: HIV dan tuberkulosis. Orang yang positif HIV mengidap risiko 20 kali lebih besar untuk terjangkit bakteri penyebab tuberkulosis. Di Afrika, tuberkulosis adalah penyebab kematian nomor satu di antara penderita HIV.
Foto: Alexander Joe/AFP/Getty Images
Ramuan Tersendiri
Kebijakan Afrika Selatan untuk menangani HIV mengejutkan dunia untuk waktu yang cukup lama. Tahun 2008, menteri kesehatan di bawah pemerintahan Presiden Thabo Mbeki menganjurkan bawang putih, ubi bit merah dan minyak zaitun untuk mengobati infeksi. Obat-obatan antiretroviral ditolak. Untungnya masa-masa itu sudah berlalu.
Foto: Fotolia/Sebastian Duda
10 foto1 | 10
Uji klinis lainnya yang dilakukan di beberapa negara Afrika diberi nama IMBOKODO. Sejak tahun 2017 hingga 2022 mendatang, 2.600 relawan mengikuti uji coba vaksin HIV pada manusia tersebut. Sejauh ini efektivitasnya disebutkan mencapai 67%.
Walau begitu para peneliti tidak mengharapkan adanya terobosan besar. Mereka juga sepakat, tidak akan ada vaksin HIV yang punya efek perlindungan 100%. Jika bisa melindungi antara 60 sampai 70% saja, vaksin sudah dianggap sukses. Hingga efektivitas itu tercapai, sejauh ini hanya adan satu kemungkinan terapi penyakit AIDS, yakni dengan obat-obatan anti retrovirus.
(Ed: as/rap)
8 Virus Paling Berbahaya
Virus tetap jadi ancaman kesehatan bagi manusia. Walaupun ilmuwan sudah berhasil temukan vaksin untuk sejumlah virus, beberapa tetap menjadi ancaman. Berikut 8 virus yang paling berbahaya.
Foto: Christian Ohde/CHROMORANGE/picture alliance
Corona SARS-CoV-2
Virus corona SARS-CoV-2 yang memicu pandemi Covid-19 tiba-tiba muncul di kota Wuhan, Cina pada akhir tahun 2019. Ketika itu ratusan orang diserang penyakit misterius mirip pneumonia dengan angka fatalitas sangat tinggi. Virus corona menyebar cepat ke seluruh dunia, menjadi pandemi yang mematikan. Hingga akhir Juli 2021, sedikitnya 205 juta orang terinfeksi dan 4,32 juta meninggal akibat Covid-19.
Foto: Christian Ohde/CHROMORANGE/picture alliance
Marburg
Virus paling berbahaya adalah virus Marburg. Namanya berasal dari kota kecil di sungai Lahn yang tidak ada hubungannya dengan penyakit tersebut. Virus Marburg adalah virus yang menyebabkan demam berdarah. Seperti Ebola, virus Marburg menyerang membran mukosa, kulit dan organ tubuh. Tingkat fatalitas mencapai 90 persen.
Foto: picture alliance/dpa
Ebola
Ada lima jenis virus Ebola, yakni: Zaire, Sudan, Tai Forest, Bundibugyo dan Reston. Virus Ebola Zaire adalah yang paling mematikan. Angka mortalitasnya 90%. Inilah jenis yang pernah menyebar antara lain di Guinea, Sierra Leone dan Liberia. Menurut ilmuwan kemungkinan kalong menjadi hewan yang menyebarkan virus ebola zaire ke kota-kota.
Foto: picture-alliance/NIAID/BSIP
HIV
Virus ini adalah salah satu yang paling mematikan di jaman modern. Sejak pertama kali dikenali tahun 1980-an, lebih dari 35 juta orang meninggal karena terinfeksi virus ini. HIV menyerang sistem kekebalan tubuh, dan melemahkan pertahanan terhadap infeksi dan sejumlah tipe kanker. (Gambar: ilustrasi partikel virus HIV di dalam darah.)
Foto: Imago Images/Science Photo Library
Dengue
Demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue. Ada beberapa jenis nyamuk yang menularkan virus tersebut. Demam dengue dapat membahayakan nyawa penderita. Antara lain lewat pendarahan, kebocoran pembuluh darah dan tekanan darah rendah. Dua milyar orang tinggal di kawasan yang terancam oleh demam dengue, termasuk di Indonesia.
Foto: picture-alliance/dpa
Hanta
Virus ini bisa diitemukan pada hewan pengerat seperti tikus. Manusia dapat tertular bila melakukan kontak dengan hewan dan kotorannya. Hanta berasal dari nama sungai dimana tentara AS diduga pertama kali terinfeksi virus tersebut saat Perang Korea tahun 1950. Gejalanya termasuk penyakit paru-paru, demam dan gagal ginjal.
Foto: REUTERS
H5N1
Berbagai kasus flu burung menyebabkan panik global. Tidak heran tingkat kematiannya mencapai 70 persen. Tapi sebenarnya, resiko tertular H5N1 cukup rendah. Manusia hanya bisa terinfeksi melalui kontak langsung dengan unggas. Ini penyebab mengapa kebanyakan korban ditemukan di Asia, di mana warga biasa tinggal dekat dengan ayam atau burung.
Foto: AP
Lassa
Seorang perawat di Nigeria adalah orang pertama yang terinfeksi virus Lassa. Virus ini dibawa oleh hewan pengerat. Kasusnya bisa menjadi endemis, yang artinya virus muncul di wilayah khusus, bagian barat Afrika, dan dapat kembali mewabah di sana setiap saat. Ilmuwan memperkirakan 15 persen hewan pengerat di daerah Afrika barat menjadi pembawa virus tersebut. (Sumber tambahan: livescience, Ed.: ml)