1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

Vaksin Johnson&Johnson Ampuh dan Cukup Satu Dosis

9 Maret 2021

Vaksin Johnson & Johnson yang sudah berizin di AS, jadi bantuan baru dalam perangi Covid-19. Vaksin ini terbukti berikan perlindungan pada virus varian Brazil dan Afrika Selatan. Uni Eropa sudah memesan jutaan dosis.

Coronavirus | Impfstoff von Johnson
Foto: Johnson/AP/picture alliance

Vaksin Covid-19 buatan Johnson & Johnson diklaim ampuh dan sudah mendapat izin edar di AS dari lembaga pengawas obat-obatan federal FDA akhir Februari lalu. Ini merupakan vaksin keempat, yang mendapat izin setelah BioNTech/Pfizer, Moderna dan AstraZeneca. Vaksin ini juga dilaporkan ampuh melindungi dari virus mutasi varian Brazil dan varian Afrika Selatan.

Vaksin Johnson&Johnson berasal dari vektor virus, yakni berbasis virus flu dan secara desain mirip seperti vaksin AstraZeneca. Kedua jenis vaksin ini berkonsentrasi pada "protein spike" di permukaan virus corona SARS-Cov-2, yang memicu jawaban imunitas perlindungan tubuh.

Perusahaan farmasi tersebut sudah mengajukan permohonan izin darurat dari lembaga pengawas obat-obatan Uni Eropa EMA. Diharapkan pekan ini juga EMA akan memberikan lampu hijau.

Lembaga regulasi kesehatam Prancis HAS sudah menyatakan siap memberi izin akhir pekan ini. HAS sedang melakukan uji cepat vaksin untuk program imunisasi anti Covid-19 di Prancis.

Sementara Kanada sudah memberi izin penggunaan vaksin J&J pada akhir pekan lalu. Pemerintah di Ottawa menurut laporan AFP sudah memesan 38 juta dosis vaksin Johnson & Johnson.

Banyak keunggulannya

Vaksin Johnson & Johnson disebut memiliki banyak keunggulan dibanding tiga vaksin yang diregulasi sebelumnya. Vaksin hanya perlu satu dosis suntikan. Dengan itu orang yang divaksinansi lebih cepat mengembangkan imunitas dan terlindungi.

Dalam waktu bersamaan, juga sedang dilakukan uji klinis pda sejumlah responden, apakah pemberian dua dosis vaksin dengan jeda waktu tertentu, malahan bisa meningkatkan lagi efikasinya.

Hasil uji klinis fase III pada 44.000 responden di AS, Brazi dan Afrika Selatan menunjukkan, vaksin juga ampuh pada kelompok manusia lanjut usia seperti halnya pada kelompok yang lebih muda. Sementara dalam uji klinis pada vaksin AstraZeneca, terdapat keraguan efikasinya pada manula di atas 65 tahun.

Selain itu vaksin Johnson & Johnson bisa diangkut dan disimpan pada temperatur kulkas normal. Sementara vaksin buatan BioNTech/Pfizer dan Moderna perlu temperatur ekstra rendah. Sejauh ini dalam uji klinis tidak ada kasus berat hingga harus dirawat di rumah sakit apalagi ada kasus responden meninggal.

Hanya dalam uji klinis fase III, analisis data menunjukkan, efikasi vaksin dalam mencegah munculnya gejala sakit berat Covid-19, empat minggu setelah imunisasi, menunjukkan angka 66%. Angka yang lebih rendah dari efikasi umum pada awal riset itu, diduga berkaitan dengan varian virus yang bermutasi, yang muncul di akhir uji klinis.

Kritik dari gereja Katolik

Kritik terhadap pemanfaatan vaksin Johnson & Johnson dilontarkan gereja Katolik AS. Konferensi Keuskupan AS mengimbau umat Katolik, dalam pemilihan vaksin corona agar sebisa mungkin menghindari buatan pabrik farmasi Johnson & Johnson.

Pasalnya dalam pengembangan vaksinnya, perusahaan farmasi itu menggunakan kultur jaringan dari janin yang digugurkan. Para uskup AS bulan Desember tahun lalu juga melontarkan kritik serupa terhadap vaksin AstraZeneca yang dikembangan dengan prosedur serupa.

Uni Eropa pesan 400 juta dosis

Johnson & Johnson mengumumkan, tahun 2021 ini akan memproduksi satu milyar dosis vaksin. Produksi dilakukan di pabrik AS, Eropa, Afrika Selatan dan India.

AS sudah memesan 100 juta dosis vaksin senilai satu milyar US Dolar, yang akan disuplai tahun ini juga. Juga AS punya opsi memesan 200 juta dosis berikutnya. Sementara Uni Eropa sudah memastikan pemesanan 400 dosis vaksin buatan Johnson & Johnson.

as/hp (Reuters/AFP)