Vaksinasi Corona: "Sejak Awal Tak Ada Perencanaan Nasional'
8 Februari 2021
Epidemiolog UI Pandu Riono menilai prediksi vaksinasi Indonesia rampung dalam 10 tahun lagi harus menjadi pengingat untuk penanganan pandemi Indonesia. ''Indonesia sejak awal tak punya perencanaan nasional.''
Iklan
Vaksinasi COVID-19 di Indonesia diprediksi baru akan selesai dalam 10 tahun lagi, demikian menurut analisa Bloomberg Vaccine Tracker. Bloomberg telah membangun basis data terbesar terkait vaksinasi COVID-19 di seluruh dunia.
Sementara, dunia membutuhkan waktu tujuh tahun untuk bisa memvaksinasi 75 persen populasi global dengan pemberian dua dosis vaksin, berdasarkan data yang dirangkum Strait Times.
Pakar penyakit menular ternama Amerika Serikat (AS) Anthony Fauci memperkirakan butuh 70 hingga 85 persen populasi yang diberi vaksin untuk lepas dari pandemi corona dan kembali ke kehidupan normal.
Saat ini, Israel adalah negara dengan tingkat pemberian vaksin tertinggi di dunia yang mampu menuju cakupan 75 persen dalam waktu dua bulan. AS diprediksi mampu mencapai target tersebut pada akhir tahun 2021.
Sementara, Cina membutuhkan 5,5 tahun untuk memvaksinasi target populasinya. Sayangnya, situasinya diprediksi lebih suram di negara-negara seperti India, Indonesia dan Rusia yang kemungkinan butuh waktu lebih dari 10 tahun untuk menginokulasi populasinya dengan kecepatan vaksinasi seperti saat ini.
Epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengatakan data tersebut barulah analisa awal karena kecepatan vaksinasi bisa berubah. Namun menekankan bahwa analisa itu bisa menjadi pengingat untuk penanganan pandemi di Indonesia.
‘’Ketika sekarang diingatkan kalau seperti itu 10 tahun lagi ya baguslah supaya pemerintah sadar bahwa susah untuk mencapai itu dengan kecepatan saat ini. Sungguh sulit apalagi wilayah Indonesia kan tidak semua gampang dijangkau,’’ ujar Pandu kepada DW Indonesia pada Senin (08/02).
Linimasa Perjalanan COVID-19 di Indonesia
Dua tahun sudah Indonesia berjibaku memerangi pandemi COVID-19. Indonesia pun jadi salah satu negara dengan kasus COVID-19 terbanyak di Asia. DW merangkum fakta-fakta tentang penyebaran virus corona di Indonesia.
Foto: Muchlis Jr/Biro Pers Sekretariat Presiden
Kasus pertama mucul pada 2 Maret 2020
Tanggal 2 Maret 2020, bertempat di Istana Merdeka, Presiden Joko Widodo didampingi Menkes kala itu Terawan Agus Putranto umumkan kasus pertama COVID-19 di Indonesia. Dua perempuan asal Depok yakni seorang ibu (64) dan putrinya (31) dilaporkan positif COVID-19 setelah diduga tertular WNA asal Jepang. Kala itu Menkes Terawan mengimbau masyarakat tak panik. "Enjoy saja, makan yang cukup," ujarnya.
Foto: DW/P. Kusuma
Menteri pertama positif COVID-19
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi jadi pejabat negara pertama yang terkonfirmasi positif COVID-19 pada pertengahan Maret 2020. Edhy Prabowo yang saat itu masih menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan juga dikabarkan positif COVID-19, begitu juga dengan Fachrul Razi saat masih menjabat Menteri Agama. Terakhir, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah juga positif COVID-19 pada awal Desember 2020.
Foto: picture alliance/AA/E. S. Toyudho
Bukan lockdown
Pada 31 Maret 2020, bertempat di Istana Bogor, Presiden Joko Widodo resmi mengumumkan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB yang diatur secara rinci dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 9 Tahun 2020. Setiap daerah dapat mengajukan penerapan PSBB yang nantinya disetujui oleh Menteri Kesehatan RI. Tampak pada gambar salah satu stasiun MRT di Jakarta ditutup selama PSBB.
Foto: DW/A. Muhammad
Langkah 'extraordinary'
Dalam rapat terbatas pada 18 Juni 2020 di Istana Merdeka, Jokowi menegaskan jajarannya untuk bekerja lebih dari "biasa-biasa saja" mengacu kepada situasi darurat pandemi COVID-19 saat ini. Ia mengatakan belanja kementerian, salah satunya Kementerian Kesehatan tergolong rendah padahal anggaran sebesar Rp 75 triliun sudah disediakan. Jokowi juga mengancam akan melakukan reshuffle kabinet.
Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden/Muchlis Jr
Vaksin Merah Putih
Indonesia sendiri tengah mengembangkan vaksin virus corona melalui tiga institusi yang dipunya salah satunya Lembaga Biologi Molekuler Eijkman. Dalam wawancara eksklusif dengan DW Indonesia, Kepala LBM Eijkman Prof. Amin Soebandrio mengatakan pihaknya tengah memetakan tipe virus corona yang ada di Indonesia. Ia optimis vaksin siap diproduksi massal pada tahun 2021 setelah lalui proses uji klinis.
Foto: Eijkman Institute
Kalung Antivirus Corona
Awal bulan Juli 2020, pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) merilis produk kalung Eucalyptus yang diberi nama "Kalung Antivirus Corona''. Kalung berisi Eucalyptus (kayu putih) ini diklaim dapat berpotensi membunuh virus corona penyebab COVID-19. Kalung ini pun menuai tanggapan beragam dari berbagai pihak. Mentan Syahrul Yasin Limpo menyatakan siap memproduksi massal kalung tersebut.
Foto: DetikHealth/A. Reyhan
Kluster baru bermunculan
Kenaikan kasus COVID-19 pun dilaporkan di berbagai tempat. Pada 9 Juli 2020, Indonesia mencatat kasus harian 2.657 kasus positif. Dari angka tersebut diketahui sebanyak 1.262 kasus dari Secapa AD di Hegarmanah, Kota Bandung. Jubir Satgas Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito pada akhir Novermber 2020 mengatakan semakin marak timbul kluster baru COVID-19 di berbagai daerah di Indonesia.
Foto: Reuters/Beawiharta
Uji klinis di Bandung
Bekerja sama dengan perusahaan biofarmasi asal Cina, Sinovac, Indonesia melalui PT Bio Farma tengah melakukan uji klinis tahap tiga vaksin corona mulai awal Agustus tahun ini. Lokasi uji klinis di enam titik kota Bandung. Sebanyak 1.620 relawan dilibatkan dalam pengembangan vaksin, tak terkecuali Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Presiden Joko Widodo (kiri) saat mengunjungi PT Bio Farma (11/08).
Foto: Presidential Secretariat Press Bureau
Pilih vaksin Sinovac asal Cina
Pada 7 Desember 2020 Indonesia menerima 1,2 juta dosis vaksin Sinovac buatan Cina. Kemudian pada 31 Desember 2020 Indonesia kembali menerima 1,8 juta dosis vaksin Sinovac. Pada 11 januari 2021 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akhirnya resmi memberikan izin darurat penggunaan vaksin tersebut. Berdasarkan evaluasi BPOM menunjukkan efikasi (kemanjuran) vaksin Sinovac mencapai 65,3 persen.
Foto: Presidential Palace/REUTERS
Vaksinasi perdana 13 Januari 2021
Presiden Joko Widodo jadi orang pertama di Indonesia yang disuntik vaksin corona. Bertempat di Istana Negara, Jokowi disuntik vaksin Sinovac pada Rabu (13/01), pukul 09.42 WIB oleh Wakil Ketua Tim Dokter Kepresidenan Prof. Abdul Muthalib. Selain Jokowi, Panglima TNI, Kapolri, Ketua IDI, tokoh agama, dan juga influencer turut mengikuti vaksinasi ini.
Foto: Laily Rachev/Biro Pers Sekretariat Presiden
Lebih dari 14 ribu kasus dalam satu hari
Kasus harian baru COVID-19 terus bertambah. Tercatat jumlah kasus terkonfirmasi virus corona bertambah 6.680 kasus pada 1 Maret 2021. Sebelumnya, Indonesia sempat memecahkan rekor dengan 14.518 kasus dalam satu hari pada 30 Januari 2021. Hingga kini, DKI Jakarta menjadi provinsi dengan kasus positif kumulatif COVID-19 terbanyak, sedikitnya 339.735 kasus. Disusul Jawa Barat dengan 211.212 kasus.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/A. Raharjo
Vaksinasi tahap kedua
Setelah melakukan vasinasi tahap pertama kepada sedikitnya 1,46 juta tenaga kesehatan, Indonesia melakukan vaksinasi tahap kedua yang menyasar lansia dan pekerja publik. Dalam foto tampak Presiden Joko Widodo saat meninjau pelaksanaan vaksinasi terhadap sekitar 5.500 pekerja media di Hall A Basket Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta, 25 Februari 2021.
Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
Tertinggi di Asia Tenggara
Hingga awal Maret 2021, Indonesia menjadi negara dengan kasus positif COVID-19 tertinggi di Asia Tenggara dan tertinggi ke-4 di Asia. Selain itu, kasus kematian di Tanah Air juga menjadi yang tertinggi ke-3 di Asia, di bawah India dan Iran. Sedikitnya tercatat 36 ribu kematian COVID-19 di negara berpenduduk 270 juta jiwa ini.
Foto: picture-alliance/Zumapress/Sijori Images
Varian Delta asal India sempat dominasi kasus aktif di Jakarta
Virus corona terus bermutasi dalam banyak varian. Varian B.1.617 atau Delta jadi varian yang sempat mendominasi 90% kasus aktif di Jakarta pada Juli 2021. Pertama kali teridentifikasi di India pada akhir 2020. Kementerian Kesehatan Indonesia mencatat kasus perdana varian Delta di Indonesia pada Mei 2021.
Foto: Jam Sta Rosa/AFP
Varian Omicron terdeteksi Desember 2021
Seorang petugas kebersihan di Wisma Atlet Jakarta terkonfirmasi sebagai pasien 0 dari transmisi lokal Omicron pada 16 Desember 2021. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin melaporkan lima kasus probable COVID-19 varian Omicron. Dua kasus tersebut di antaranya merupakan warga negara Indonesia (WNI), sedangkan tiga orang lainnya merupakan WN Cina.
Foto: DADO RUVIC/REUTERS
Vaksinasi booster COVID-19
Presiden Jokowi mengumumkan pemberian vaksinasi booster gratis mulai 12 Januari 2022 untuk seluruh masyarakat Indonesia. Prioritas diberikan pada usia lanjut dan kelompok rentan. Namun, vaksin booster juga bisa didapatkan semua warga berusia 18 tahun ke atas yang sudah mendapat vaksin dosis lengkap minimal 6 bulan. Vaksinasi dilaksanakan di fasilitas kesehatan milik pemerintah. (rap/vlz, mh/ha)
Foto: Chaider Mahhyuddin/AFP/Getty Images
16 foto1 | 16
Target Jokowi vaksinasi rampung dalam setahun tak realistis?
"Ini kenapa pernah saya bilang sebetulnya tidak ada setahun harusnya vaksinasi kita ini bisa kita selesaikan, karena angka-angkanya yang saya hitung kita bisa," kata Jokowi dalam CEO Forum, Kamis (21/1/2021).
Ketika ditanya soal target tersebut, Pandu mengatakan, ‘’Pak Jokowi itu kalau ngomong seenaknya sendiri’’.
‘’Jadi dia ngomong asal jeplak saja tidak realistis. Seharusnya dia mem-backup, support anak buahnya jangan meneror anak buahnya,’’ ujarnya.
Pandu menambahkan bahwa dirinya tidak akan menggunaan target vaksinasi terhadap 181 juta penduduk Indonesia untuk mengakhiri pandemi dengan konsep kekebalan kelompok (herd immunity). Menurutnya, untuk menangani pandemi, Indonesia harus berusaha menekan penularan kasus dan menekan angka kematian akibat COVID-19.
‘’Berapa banyak yang kita vaksinasi, kelompok mana yang harus divaksinasi, kalau untuk vaksinasi. Sedangkan untuk menekan angka kematian seharusnya lansia dulu. Kejar (vaksinasi) lansia, semua panti Jompo, di rumah, semua harus di vaksinasi sehingga mereka tidak terinfeksi, tidak akan masuk rumah sakit atau tidak akan mati atau sedikit yang mati. Kita sudah sukses di situ kalau bisa menekan Pandemi,’’ tambahnya.
Iklan
‘’Indonesia tidak punya perencanaan nasional mengontrol pandemi’’
Negara lain seperti Jerman misalnya, mempunyai batasan tingkat infeksi COVID-19 yang masih dapat diterima yakni 50 kasus per 100.000 penduduk dalam periode tujuh hari. Ambang batas itu berlaku untuk menentukan langkah-langkah pengendalian pandemi. Bila kasus infeksi sudah melewati batas tersebut, maka Jerman perlu memberlakukan pengetatan aturan pembatasan guna mencegah penyebaran virus corona.
Menurut Pandu, sejak awal ‘’Indonesia tidak punya perencanaan nasional untuk mengontrol pandemi’’ seperti itu.
‘’Seharusnya sebagai negara modern yang mengerti manajemen pemerintahan yang modern itu harus punya planning. Ironis negara Indonesia tidak punya national plan bagaimana mengendalikan pandemi sampai sekarang,’’ jelasnya.
Kasus baru COVID-19 Indonesia belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda. Dilansir dari laman covid19.go.id berdasarkan data terakhir per 7 Februari 2021, ada tambahan kasus baru COVID-19 sebanyak 10.827 kasus, sehingga total menjadi 1.157.837 kasus positif corona. Sementara, jumlah orang yang meninggal akibat virus corona di Indonesia bertambah 163 orang menjadi 31.556 orang. (pkp/hp)