Varian Delta Meluas, Korban Jiwa di Asia Tenggara Melonjak
22 Juli 2021
Hampir seluruh produksi oksigen di Indonesia saat ini digunakan untuk kepentingan medis. Di negara Asia Tenggara lain, seperti Malaysia dan Myanmar, pasien COVID-19 melonjak dan sulit mendapat perawatan di rumah sakit.
Iklan
Pemberitaan mengenai krisis kesehatan akibat pandemi di India pada Mei lalu menjadi sorotan masyarakat dunia, tetapi dalam dua pekan terakhir tiga negara di kawasan Asia Tenggara telah melampaui angka kasus kematian India, yaitu Malaysia, Indonesia dan Myanmar.
Eric Lam, warga negara Malaysia yang terinfeksi COVID-19 dan dirawat di rumah sakit di negara bagian Selangor pada 17 Juni, mengatakan fasilitas perawatan sudah penuh sesak, tidak ada lagi ruang tersisa untuk pasien baru.
Kondisi Lam sempat memburuk, sehingga dia dipasangi ventilator di unit ICU. Namun, nahas Lam kehilangan ayah dan iparnya akibat virus corona. Meskipun demikian, dia optimistis melanjutkan hidup. "Saya merasa telah dilahirkan kembali dan diberi kesempatan kedua untuk hidup,” katanya.
Iklan
Krisis kesehatan di Malaysia
Sejumlah faktor menjadi penyebab lonjakan kasus virus corona di negara-negara ASEAN. "Jika orang mengikuti dasar-dasar (protokol kesehatan) mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, dan vaksinasi, kita akan melihat penurunan kasus dalam beberapa minggu ke depan dari sekarang,” kata Abhishek Rimal, Koordinator Kesehatan Darurat Asia-Pasifik untuk Palang Merah yang berbasis di Malaysia.
Sejauh ini tindakan penguncian nasional Malaysia belum berhasil menurunkan tingkat infeksi harian. Negara berpenduduk sekitar 32 juta itu mengalami peningkatan kasus harian di atas 10.000 pada 13 Juli untuk pertama kalinya.
Tingkat vaksinasi tetap rendah, baru 15% dari populasi yang sepenuhnya diinokulasi dan pemerintah berharap mayoritas penduduk bisa mendapatkan vaksin pada akhir tahun.
Negara-negara ASEAN Berjuang Hadapi Gelombang Ketiga COVID-19
Gelombang ketiga virus corona varian Delta melanda beberapa negara di Asia Tenggara. Fasilitas kesehatan masyarakat yang tidak memadai membuat kawasan itu tidak mampu mengendalikan situasi.
Foto: Wisnu Agung Prasetyo/ZUMA/picture alliance
Gelombang ketiga melanda
Infeksi COVID-19 meningkat secara eksponensial di Asia Tenggara dalam beberapa bulan terakhir. Negara-negara seperti Laos, Thailand dan Vietnam telah berhasil mengurangi penyebaran virus pada 2020, tetapi saat ini mereka tengah berjuang mengatasi gelombang baru, seperti yang dihadapi Indonesia.
Foto: Agung Fatma Putra/ZUMA/picture alliance
Kekacauan dan kehancuran di Indonesia
Hingga Minggu (18/07), Indonesia telah melaporkan 73.582 kematian akibat COVID-19 dan lebih dari 2,8 juta kasus yang dikonfirmasi sejak awal pandemi. Pekan lalu, negara itu melampaui India dan Brasil dalam tingkat infeksi baru. Para ahli meyakini jumlah kasus sebenarnya bisa jauh lebih tinggi. Warga putus asa mencari tabung oksigen dan tempat tidur rumah sakit.
Foto: Timur Matahari/AFP/Getty Images
Virus corona varian Delta
Sistem perawatan kesehatan dan rumah sakit di Indonesia berjuang untuk mengimbangi masuknya pasien baru COVID-19. Dengan populasi sekitar 270 juta, negara itu sangat terpukul oleh wabah corona setelah perayaan Idul Fitri bulan Mei lalu, yang membuat jutaan orang melakukan perjalanan ke luar daerah. Kasus infeksi melonjak akibat varian Delta yang sangat menular.
Foto: Wisnu Agung Prasetyo/ZUMA/picture alliance
Kondisi yang memburuk
Pada tahun 2020, para pejabat Vietnam dipuji karena secara efisien sukses menahan penyebaran virus corona. Namun, ketika varian Delta merebak luas, jumlah infeksi di negara itu meningkat tajam. Pemerintah Vietnam saat ini menempatkan seluruh wilayah selatan dalam penguncian selama dua minggu, karena infeksi COVID-19 dikonfirmasi melebihi 3.000 kasus.
Foto: Luke Groves/AP/picture alliance
Kemarahan terhadap pihak berwenang
Pengunjuk rasa Thailand menyerukan Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha untuk mundur karena tidak mampu menangani pandemi COVID-19. Demonstrasi berlangsung ketika kerajaan mencatat rekor tingkat infeksi virus corona. Rumah sakit di seluruh negeri berada di bawah tekanan.
Sektor pariwisata Thailand juga terdampak parah oleh pandemi corona. Ketika Bangkok dan provinsi sekitarnya berjuang menghadapi lonjakan COVID-19, pemerintah justru mendorong rencana untuk membuka kembali pulau resor populer Phuket sebagai upaya menyelamatkan ekonomi.
Foto: Sirachai Arunrugstichai/Getty Images
Peluncuran vaksin yang lambat
Pemerintah Thailand lambat dalam pengadaan vaksin. Negara gajah putih itu mulai memvaksinasi tim medis pada Februari dan memulai kampanye vaksinasi massal pada Juni dengan suntikan AstraZeneca yang diproduksi secara lokal dan mengimpor dosis Sinovac buatan Cina. Upaya vaksinasi Thailand sejauh ini lambat dan tidak menentu.
Foto: Soe Zeya Tun/REUTERS
Putus asa mengharapkan bantuan
Masyarakat Malaysia tengah berjuang melawan COVID-19. Beberapa warga telah menemukan cara baru untuk meminta bantuan, yakni dengan mengibarkan bendera putih di luar rumah. Kampanye #benderaputih ramai dibicarakan di media sosial. Malaysia telah memberlakukan lockdown secara nasional sejak 1 Juni lalu untuk mengurangi lonjakan infeksi COVID-19.
Foto: Lim Huey Teng/REUTERS
COVID-19 dan kudeta
Kudeta militer menghambat akses masyarakat ke fasilitas perawatan kesehatan di Myanmar. Banyak dokter menolak bekerja di rumah sakit untuk menunjukkan perlawanan mereka terhadap junta. PBB telah memperingatkan Myanmar karena berpotensi menjadi "negara penyebar super", lantaran meningkatnya kasus infeksi dan vaksinasi yang lambat.
Foto: Santosh Krl/ZUMA/picture alliance
Impian mencapai herd immunity
Seperti negara-negara Asia Tenggara lainnya, Filipina mengalami pasokan vaksin yang terbatas dan peluncuran vaksin yang lambat. Pakar kesehatan mengatakan negara itu mungkin menjadi yang terakhir di kawasan Asia Tenggara mencapai kekebalan kelompok. Melihat kondisi saat ini, pihak berwenang mungkin membutuhkan waktu dua tahun atau lebih untuk memvaksinasi setidaknya 75% dari populasi. (ha/hp)
Foto: Dante Diosina Jr/AA/picture alliance
10 foto1 | 10
Lonjakan kasus kematian dan kurangnya pasokan oksigen di Indonesia
Dengan populasi hampir 1,4 miliar orang, total kematian COVID-19 di India tetap lebih tinggi dibanding negara-negara di Asia Tenggara. Namun, negara-negara seperti Indonesia, Myanmar, Malaysia, Kamboja, dan Thailand menunjukkan peningkatan tajam kasus terkonfirmasi sejak akhir Juni.
"Orang-orang di wilayah ini berhati-hati, karena mereka telah melihatnya tepat di depan mereka - 400.000 kasus sehari di India - dan mereka benar-benar tidak ingin terulang di sini," ujar Rimal.
Indonesia, negara terpadat keempat di dunia dengan sekitar 270 juta penduduk, melaporkan 1.383 kematian pada Rabu (21/07), hari paling kelam sejak pandemi meluas.
Kasus harian hingga pertengahan Juni sekitar 8.000, tetapi berangsur melonjak dan mencapai puncaknya pada pekan lalu dengan lebih dari 50.000 infeksi baru setiap hari. Lantaran tingkat pengujian di Indonesia rendah, jumlah kasus baru diyakini jauh lebih tinggi.
Banyak rumah sakit mulai kehabisan oksigen, sehingga pemerintah mendesak produsen untuk mengalihkan sebagian besar produksi dari keperluan industri ke pemenuhan kebutuhan medis.
Indonesia membutuhkan 400 ton oksigen untuk keperluan medis per hari. Namun, kini penggunaan oksigen meningkat lima kali lipat menjadi lebih dari 2.000 ton, menurut Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono.
Meski produksi oksigen saat ini sudah mencukupi, Lia Partakusuma, Sekjen Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia, mengatakan ada masalah distribusi sehingga beberapa rumah sakit masih mengalami kekurangan.
Kasus COVID-19 Melonjak, Tabung Oksigen Mulai Langka
Kementerian Kesehatan RI melaporkan jumlah kasus positif per hari mencapai lebih 20 ribu kasus. Lonjakan kasus ini mengakibatkan persediaan tabung oksigen yang mulai langka, seperti terjadi di Bandung, Jawa Barat.
Foto: Iman Baruna/DW
Isi ulang tabung oksigen
Agen isi ulang oksigen Restu Fadhil Gas di Jalan AH Nasution, Bandung, Jawa Barat, kewalahan melayani warga yang membutuhkan pasokan oksigen.
Foto: Iman Baruna/DW
Antrean panjang untuk isi ulang
Antrean panjang terjadi di sejumlah depot pengisian tabung oksigen. Rata-rata warga yang melakukan isi ulang untuk memenuhi keperluan keluarganya yang menjalani isolasi mandiri.
Foto: Iman Baruna/DW
Hanya beroperasi lima jam
Agen isi ulang oksigen yang biasanya buka 24 jam, kini hanya buka selama lima jam. Hal ini lantaran stok oksigen yang tidak mencukupi untuk melayani kenaikan jumlah pembeli.
Foto: Iman Baruna/DW
Ketersediaan tabung mulai langka
Permintaan yang meningkat membuat ketersediaan stok tabung mulai sulit didapatkan. Pasokan oksigen dari pabrik juga berkurang, dari yang tadinya 50 tabung menjadi hanya 10 tabung.
Foto: Iman Baruna/DW
Tidak disangka permintaan melonjak
Diri Aryanto pemilik depot pengisian ulang oksigen mengaku saat ini permintaan pengisian ulang naik hingga 200 persen. Rata-rata per hari ada permintaan 500 pengisian ulang tabung oksigen ukuran 1 meter kubik.
Foto: Iman Baruna/DW
5 foto1 | 5
Ketika krisis berubah menjadi bencana
Ketika pengujian dan pelaporan kasus COVID-19 berangsur pulih, gelombang baru virus corona melanda Myanmar pada pertengahan Mei lalu. "Dengan kapasitas pengujian yang kecil, kekurangan oksigen dan pasokan medis lainnya yang meluas, dan sistem perawatan kesehatan yang sudah terkepung di bawah tekanan yang meningkat, situasinya diperkirakan akan semakin memburuk dalam beberapa minggu dan bulan mendatang,” kata kelompok advokasi Anggota Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia.
"Sementara itu, penyitaan oksigen oleh junta, serangan terhadap petugas dan fasilitas kesehatan sejak kudeta, dan kurangnya kepercayaan pada layanan apa pun yang mereka berikan oleh mayoritas penduduk, berisiko mengubah krisis menjadi bencana,” tambahnya.
Cho Tun Aung, Kepala Departemen yang mengawasi pemakaman mengatakan kepada TV Myawaddy yang dikelola militer pada Senin (19/07) bahwa 350 staf telah bekerja tiga shift sejak 8 Juli, untuk melakukan kremasi dan pemakaman di tujuh lokasi di Yangon.
"Kami bekerja dalam tiga shift siang dan malam untuk menjembatani orang mati,” katanya.
Dia mengatakan para pekerja telah mengkremasi dan menguburkan lebih dari 1.200 orang pada hari Minggu (18/07) saja, termasuk 1.065 yang meninggal di rumah karena COVID-19 dan 169 orang yang meninggal di rumah sakit.