Satu sejarah bagi dunia musik Indonesia. Pianis jazz dari Indonesia, Joey Alexander yang masih berusia 12 tahun, menjadi kandidat penerima penghargaan bergengsi industri musik di Amerika Serikat, Grammy Awards.
Iklan
Bocah musisi ajaib Joey Alexander sebelumnya telah disorot publik musik Amerika Serikat lewat album perdananya “My Favorite Things”. Album yang dirilis pada Mei 2015 ini diproduksi oleh Jason Olaine, yang menyabet penghargaan Best Jazz Instrumental Album dalam Grammy Awards 45 tahun 2003.
Lewat albumnya ini, Joey Alexander dinominasikan dalam dua kategori: "Best Jazz Instrumental Album" (My Favorite Things) dan "Best Improvised Jazz Solo" (untuk lagu "Giant Steps" dalam album My Favorite Things). Dalam Grammy ke-58 tahun ini, National Academy of Recording Arts and Sciences akan memberikan penghargaan untuk 83 kategori dari berbagai aliran musik, termasuk jazz, pop, rock, RnB, country dan alternatif.
Kepiawaian bocah bernama lengkap Joey Alexander Sila ini telah diulas di berbagai media Amerika, termasuk surat kabar The New York Times dan Daily Telegraph, televisi CNN, WCBS dan NBC News serta majalah musik Down Beat.
Musik dikenal Joey sejak usia enam tahun. Ia belajar bermain musik jazz secara otodidak. Penghargaan pertama ia raih pada usia 9 tahun. Dalam kompetisi music jazz Master Jam Fest di Odessa, Ukraina, ia memenangkan Grand Prix Award.
Sementara konser perdananya ia lakoni pada Desember 2011. Atas undangan UNESCO, Joey tampil di depan publik, yang juga dihadiri musisi jazz legendaries Amerika, Herbie Hancock. Setelah kepiawaian bermain pianonya dilirik banyak musisi jazz kondang, Joey diundang tampil di berbagai ajang bergengsi, termasuk Montreal Intenational Jazz Festival.
Saat Burgerkill Goyang Eropa
Band Bandung, Burgerkill mendapat kehormatan buat menjajal Wacken, festival heavy metal terbesar sejagad. Inilah momen bersejarah, ketika Eben dkk. menjadi band pertama Indonesia yang manggung di Wacken.
Foto: DW/R. Nugraha
Yang Terhempas dan Bangkit Lagi
Burgerkill yang dibentuk tahun 1995 sempat nyaris bubar setelah vokalisnya, Ivan Scumbag meninggal dunia 2006 silam. Namun band yang beranggotakan Andris, Vicky, Eben, Ramdan dan Agung ini (ki-ka) bersikeras meneruskan kiprah Burgerkill. Sejak peristiwa muram itu mereka telah menelurkan dua album. Dan kini mendapat kehormatan dengan manggung di festival metal terbesar di dunia, Wacken Open Air.
Foto: Refanto Ramadhan
Sederhana di Penampilan Perdana
Tiba di Wacken, awak Burgerkill sengaja melewatkan makan siang buat menyaksikan penampilan band lain di dua panggung utama. Penampilan perdana Eben dkk. di Wacken tergolong sederhana. Selain panggung kecil berkapasitas 5000 penonton, Burgerkill juga mendapat jadwal paling bontot, yakni pukul 2:15 waktu setempat.
Foto: DW/R. Nugraha
Sunyi Menjelang Badai
Panggung dibuka buat anggota band sekitar satu jam menjelang penampilan. Awak Burgerkill membahas rincian terakhir setelah menyiapkan instrumen masing-masing. Mereka cuma membawa beberapa gitar dan perlengkapan panggung sekedarnya, karena panitia Wacken menyiapkan semua peralatan elektronik, termasuk amplifier.
Foto: DW/R. Nugraha
Jelang Detik Bersejarah
Burgerkill menyiapkan sembilan lagu lintas album untuk Wacken. Dadan, sang manajer bercerita, butuh waktu enam bulan buat mereka untuk mempersiapkan tur Eropa ini. Saking sibuknya, Burgerkill harus menunda pembuatan album baru. Maka setelah bulan-bulan yang menegangkan, 20 tahun berkarya, datanglah momen bersejarah ketika Burgerkill disambut oleh festival metal terbesar sejagad itu.
Foto: DW/R. Nugraha
Empat Menggoyang Wacken
Di Headbanger Stage, Burgerkill langsung tampil energetik menyambut penonton yang menunggu. Raut tegang yang sempat bersarang di wajah, tiba-tiba menghilang. Buat mereka penampilan di Wacken menjadi lebih spesial karena tahun ini Burgerkill memperingati hari jadi ke-20.
Foto: DW/R. Nugraha
Duet Maut
Agung (ki) dan Ramdan (ka) yang banyak berdiam diri menjelang konser langsung tampil lepas begitu lagu pertama dimainkan. Ramdan yang memainkan bass, baru bergabung tahun 2007 dengan Burgerkill. Sementara Agung sudah lebih senior. Pria yang juga acap memberikan kursus gitar ini bergabung sejak 2003.
Foto: DW/R. Nugraha
Begundal Eropa
Beberapa penonton yang hadir terkesan sudah mengenal Burgerkill. Ketika Vicky cs. memainkan lagu Under the Scars dari album Venomous, mereka ikut mengiringi lantunan sang vokalis. Begundal, begitu Burgerkill menyebut para penggemarnya, akhirnya tiba di benua biru.
Foto: DW/R. Nugraha
Abah Melawan Dingin
Andris dulunya diposisikan sebagai pemain bass. Ketika ajal menjemput Ivan Scumbang, band Bandung itu memutuskan merotasi personil. Abah, sebutan Andris, kemudian diplot menjadi drummer. Pria kelahiran 1976 ini juga mampu bermain gitar dan sempat membantu banyak band Bandung lain sebelum merapat ke Burgerkill. Di Wacken Andris harus melawan suhu yang berkisar di bawah 10 derajat Celcius.
Foto: DW/R. Nugraha
Energetik dan Liar
Aksi panggung Burgerkill tergolong sederhana. Terutama jika dibandingkan dengan band-band lain. Namun energi Eben dkk. selama menggeber Headbanger Stage mendapat pujian dari kru Wacken. Salah seorang diantaranya menyebut penampilan Burgerkill sebagai salah satu yang terbaik tahun ini dan mengundang mereka kembali ke Wacken tahun depan.
Foto: DW/R. Nugraha
Sampai Jumpa Lagi Wacken!
"I Love you, Germany!!" teriak Eben setelah menuntaskan lagu terakhir. Kendati tidak berlimpah, penonton yang hadir tidak kekurangan semangat. Sebagian meminta lagu tambahan, sementara yang lain meneriakkan "Burgerkill...Bugerkill..."
Foto: DW/R. Nugraha
Haru Biru
Kebahagian meledak di belakang panggung. Semua personil saling bersalaman. Vicky (ki) dan Eben (ka) tenggelam dalam haru biru. Butuh 20 tahun kerja keras sebelum Burgerkill bisa tampil di festival metal terbesar sejagad itu. Satu mimpi pun terwujud. Usai menggeber Jerman, Eben dkk. terbang ke Inggris untuk menjajal festival metal Bloodstock.