Selama ratusan tahun desa Viganella di Italia harus rela tidak mendapat sinar matahari selama musim dingin. Pasalnya desa tersebut berada di sebuah lembah curam, di antara dua gunung yang berdempetan.
Iklan
Tiga bulan dalam setahun, Viganella berada dalam kondisi gelap dan dingin. Banyak warganya yang pindah ke daerah yang lebih hangat dan mendapat sinar matahari.
Pier Franco Midali adalah wakil kepala desa dan sebenarnya berprofesi sebagai masinis. Sejak lama ia ingin membawa kembali matahari ke desanya.
10 tahun yang lalu ia memiliki ide untuk memasangkan cermin raksasa berukuran 8x5 meter di puncak gunung. Midali menjelaskan: "Materialnya bisa merefleksi 95 persen sinar matahari. Pada jalur refleksi, intensitas cahaya berkurang karena ada partikel debu dan kelembaban di udara. Bagaimana pun juga dari cermin ke desa mencapai jarak satu kilometer."
Namun, dua tahun terakhir ini, rangkaian listrik dan silinder hidroliknya rusak. Cermin tidak bisa bergerak, dan desa tidak mendapat sinar matahari. Midali dan tim teknisinya harus berjalan selama satu jam untuk memodifikasi cermin di puncak.
Perlengkapan diangkut dengan kereta gantung untuk barang. Lembah Antrona di Piemont sangat curam, sehingga di puncak tidak ada jalur untuk kendaraan. Hanya ada kereta gantung dan jalan setapak.
Untuk beberapa meter terakhir, Midali harus turut menggotong perlengkapan. Boks panel listrik harus dibawa hingga ketinggian 1100 meter di atas desa. Kebakaran telah merusak boks panel yang lama.
Setelah boks panel diganti, cermin berfungsi kembali dan desa Viganella tidak lagi gelap. Berkat cermin tersebut, atap dan tembok-tembok rumah bisa memperoleh sinar matahari. "Harus sedikit gila untuk mengembangkan ide dan visi baru. Ini membantu kami untuk bisa berkembang dari dunia kecil ini," ujar Midali.
Ia yakin cerminnya akan terus memberikan sinar matahari bagi desanya di musim-musim dingin mendatang.
Ed: Phillip Zahn (vlz/as)
Matahari Buatan Ciptakan Energi Masa Depan
Program antariksa Jerman, DLR, mulai mengoperasikan matahari buatan terbesar di Bumi. Tujuannya adalah mengembangkan metode paling efisien buat memproduksi energi masa depan.
Foto: picture alliance/dpa/C. Seidel
Keajaiban Sains
Siapa nyana, bangunan berlantai tiga yang sekilas terlihat seperti gedung perkantoran ini menyimpan salah satu keajaiban sains, yakni matahari buatan terbesar di Bumi. Seberapa besar? Setara intensitas 10.000 kali radiasi matahari di permukaan Bumi.
Foto: picture alliance/dpa/C. Seidel
Impian besar
Untuk mewujudkannya ilmuwan DLR menggunakan teknologi yang sering digunakan manusia sehari-hari, yakni rangkaian lampu Xenon yang berjumlah 149 buah. Dengan penelitian ini mereka berharap mampu mengembangkan bahan bakar masa depan, serupa seperti sel bahan bakar pada mobil elektrik, hanya saja untuk pesawat terbang atau bahkan kapal barang.
Foto: picture alliance/dpa/C. Seidel
Energi Ramah Lingkungan
Pada prinsipnya matahari buatan bernama Synlight ini berfungsi layaknya taman surya. Tugas utamanya adalah memproduksi hidrogen seefisien mungkin. Kendati berlimpah di alam semesta, Hidrogen di Bumi biasanya tidak berbentuk elemen tunggal tapi berupa senyawa dengan unsur lain. Elemen yang satu ini digadang-gadang bakal menjadi bahan bakar masa depan.
Foto: picture alliance/dpa/C. Seidel
Resep Sederhana
Prinsip kerja Synlight cukup sederhana. Sebanyak 149 lampu Xenon besar yang biasa digunakan sebagai simulasi matahari dalam pembuatan film, difokuskan pada satu titik untuk memanaskan lempengan logam hingga suhu minimal 800 derajat Celcius. Setelahnya logam diselimuti uap air. Proses tersebut mengikat atom Oksigen pada permukaan logam, dan membebaskan atom Hidrogen.
Foto: picture alliance/dpa/C. Seidel
Monster Pelahap Energi
Namun begitu matahari buatan yang diciptakan ilmuwan DLR membutuhkan pasokan energi dalam jumlah besar. Selama empat jam beroperasi, Synlight bisa menyedot jumlah energi yang cukup untuk memasok listrik sebuah rumah keluarga selama setahun. Tapi harus diakui, fokus eksperimen DLR ini adalah mengembangkan metode produksi energi yang lebih efisien.
Foto: picture alliance/dpa/C. Seidel
Alternatif Produksi Energi
Synlight hanya instalasi riset untuk mendorong metode produksi Hidrogen dengan sel surya. Dalam praktiknya produksi tidak harus menggunakan lampu buatan. Taman surya milik Maroko di Ouarzazate misalnya punya kapasitas mencukupi untuk memproduksi temperatur yang sama seperti Synlight. Nantinya DLR akan mengembangkan metode agar bisa memproduksi Hidrogen melalui taman surya.
Foto: picture-alliance/dpa/C. Seidel
Potensi Tak Terbatas
Menurut DLR pihaknya masih membutuhkan waktu "bertahun-tahun" untuk menyempurnakan metode produksi Hidrogen. Synlight adalah alat bantu yang teknologinya paling anyar. "Setiap tahun matahari mengirimkan 10.000 kali lipat kebutuhan energi manusia ke permukaan Bumi. Jadi jumlah sumber bahan bakar alami masih sangat banyak," kata kepala proyek, Kai Wieghardt.