Virus corona yang mengalami mutasi di Inggris menyebar lebih cepat, tapi disebut tidak lebih berbahaya. Vaksin corona terbukti ampuh dan virus yang bermutasi hanya memicu gejala flu ringan.
Iklan
Adanya virus corona yang mengalami mutasi dan menyebar lebih cepat dari variasi Covid-19 yang ada sebelumnya di selatan Inggris, dikonfirmasi menteri kesehatan Matt Hancock. Laporan aktual menyebutkan, tercatat sedikitnya 1.000 kasus infeksi dengan virus yang mengalami mutasi.
"Walau begitu, tidak berarti varian virus mutasi ini lebih berbahaya", tegas Hancock. Menteri kesehatan Inggris ini hanya menduga, kenaikan kasus infeksi terbaru memang berkaitan dengan varian baru virus corona tersebut.
Temuan mutasi virus corona bukan hal luar biasa. Di Cina misalnya, yang merupakan negara asal virus yag memicu pandemi Covid-19, sejak setengah tahun lalu sudah merebak varian baru virus corona SARS-CoV-2. Di Spanyol pada musim panas lalu juga muncul varian baru virus corona, yang kemudian menyebar dengan cepat di Eropa. Virus corona terus menerus melakukan mutasi, dan hingga kini kebanyakan mutasinya tidak atau hanya minimal memicu dampak negatif.
Apakah Sudah Ada Obat Penyembuh Covid-19?
Euforia pecah saat vaksin corona pertama dinyatakan efektif hingga 95%. Namun banyak yang lupa, penyakit Covid-19 jika sudah menyerang tubuh, harus diobati agar pasien sembuh. Adakah obat ampuh buat melawan Covid-19?
Foto: Kay Nietfeld/dpa/picture alliance
Dexamethasone Reduksi Kematian Pasien Covid-19
Sejauh ini penyakit Covid-19 hanya diobati gejalanya. Dexamethasone adalah obat keluarga streoid yang murah dan mudah diakses. Dalam uji coba terhadap 2.100 pasien Covid-19 dengan gejala berat, obat anti inflamasi ini mampu mereduksi kematian pasien hingga 30%. Pakar epidemiologi Peter Horby dari Universitas Oxford Inggris, pimpinan riset menyebut, obat murah ini bisa cegah banyak kematian.
Foto: Getty Images/M. Horwood
Favipiravir Kurangi Beban Virus Corona
Favipiravir dikembangkan oleh Fujifilm Holdings Jepang untuk melawan virus lain, dalam kasus ini virus influenza. Dalam sebuah riset disebutkan unsur aktifnya bisa mengurangi beban virus pada tubuh pasien dan mereduksi lamanya waktu perawatan di rumah sakit. Obat yang di Jepang dikenal dengan merk Avigan ini, juga sudah mendapat izin edar di Rusia dengan nama Avifavir.
Foto: picture-alliance/dpa/Kimimasa Mayama
Remdesivir Tidak Disarankan oleh WHO
Remdesivir sejatinya dikembangkan untuk mengobati Ebola yang dipicu virus corona jenis lain. Obat buatan Gilead Sciences AS ini mula-mula disebut ampuh melawan Covid-19 dan di AS diajukan regulasi darurat. Tapi WHO kemudian menyatakan, tidak merekomendasikan Remdesivir, karena tidak menunjukkan keampuhan signifikan pada pasien Covid-19.
Foto: picture-alliance/Yonhap
Chloroquin Mencuat Akibat Politisasi
Chloroquin dan turunannya Hydroxychloroquin adalah obat anti malaria yang ampuh dan sudah digunakan luas sejak lama. Nama obat ini mencuat gara-gara presiden AS, Trump dan presiden Brazil, Bolsonaro memuji keampuhannya tanpa data ilmiah penunjang. Riset terbaru menyatakan obat antimalaria ini tidak ampuh melawan virus SARS-Cov-2 penyebab Covid-19.
WHO mula-mula menyarankan jangan mengkonsumsi obat antinyeri Ibuprofen dalam kasus infeksi virus corona. Namun beberapa hari kemudian WHO mencabut lagi saran ini. Pakar virologi Jerman Christian Drosten menyebut, asupan ibuprofen tidak membuat penyakit Covid-19 tambah parah. Sejauh ini sifat virus SARS-Cov-2 memang masih terus diteliti.
Foto: picture-alliance/dpa/L. Mirgeler
Artemisia Obat Herbal Berpotensi
Tanaman Artemisia dengan unsur aktif artemisinin terbukti ampuh melawan malaria. Penemunya, ilmuwan Cina Youyou Tu dianugerahi Nobel Kedokteran 2015. Kini herbal berkhasiat ini dilirik para peneliti Jerman yang merisetnya untuk mengobati Covid-19. Namun WHO menyarankan semua pihak agar ekstra hati-hati tanggapi laporan efektifitas herbal dalam pengobatan Covid-19. (Penulis: Agus Setiawan)
Foto: picture-alliance/dpa/T. Kaixing
6 foto1 | 6
Mengapa terjadi mutasi virus?
Mutasi pada virus adalah mekanisme alami untuk mempertahankan diri. Jika tubuh manusia membentuk antibodi untuk melawan virus, dan dengan itu mencegah pecahnya gejala penyakit, virus harus mengubah lapisan paling luarnya, agar tidak dikenali oleh sel kekebalan tubuh. Jadi untuk tetap hidup, virus terus menerus mengubah lapisan protein paling luar dan mengembangkan varian baru.
Untuk berkembang biak, virus perlu sel inang. Setelah menyisipkan informasi genetiknya ke dalam sel yang diserang, virus melakukan reproduksi jutaan kali di dalam sel. Tapi dalam setiapkali reproduksi, virus sengaja membuat kesalahan copy, yang mengubah genetika virus. Dengan itu virus melakukan mutasi.
Virus SARS-CoV-2 yang memicu Covid-19 seperti virus corona yang lainnya, adalah virus RNA. Kecepatan rata-rata mutasinya adalah satu kali mutasi per bulan.
Varian baru yang diregistrasi di Inggris menunjukan mutasi pada protein "duri" virus corona. Mutasi dilakukan dengan menghapus gen, dalam hal ini dua asam amino. Dengan begitu kemungkinan virus bisa menyebar dengan lebih cepat.
Mutasi virus corona dengan cara menghapus gen, juga diamati terjadi musim panas lau di kawasan Asia Timur. Variasi SARS-Cov-2 yang mengalami mutasi itu hanya memicu infeksi ringan, karena diduga virusnya menjadi lebih lemah.
Iklan
Apakah vaksin baru tetap ampuh?
Untungnya, Inggris adalah negara Eropa pertama yang mulai melakukan vaksinasi massal. Terlihat, mutasi virus terbaru di negara itu tidak membuat vaksin baru menjadi tidak ampuh. Virus buatan BioNTech/Pfizer itu juga dikonstruksi sedemikian rupa, hingga dapat melakukan kodifikasi informasi duri virus corona, dan tetap memicu stimulasi sistem kekebalan tubuh yang sesuai, walau virusnya melakukan mutasi.
Namun juga sudah diketahui sejak lama, virus bisa melakukan mutasi sangat cepat, seperti virus influenza misalnya. Akibatnya, setiap musim infuenza harus dikembangkan vaksin baru yang sesuai, agar tetap ampuh.
Rahasia Virus Membajak Sel Organisme
01:57
Begitu juga dengan vaksin virus corona, nantinya akan harus terus menerus disesuaikan. Basisnya nanti adalah informasi yang dihimpun selama krisis di masa pandemi, hingga di masa depan kapasitas produksi bisa digenjot dan menjamin pasokan vaksin dengan harga terjangkau.
Bagaimana reaksi tubuh?
Normalnya tubuh manusia punya kemampuan untuk melawan virus dengan memproduksi atibodi. Dengan itu sistem kekebalan tubuh bisa melakukan perlawanan dan kebal virus. Tapi jika virus sudah bermutasi, sistem kekebalan tubuh berkurang keampuhannya, karena antibodi hanya menyerang virus strain lama. Itu sebabnya, kita tetap mengalami gejala flu, walau tahun sebelumnya sudah divaksinasi.
Namun para ilmuwan menyatakan, tidak ada alasan untuk panik menghadapi mutasi virus corona di Inggris. Karena mutasi virus tidak harus berarti virusnya makin mematikan, bahkan bisa sebaliknya. Karena mutasi semacamitu, justru makin menjinakkan virusnya agar bisa menyebar cepat dan berkembang biak lebih banyak.
Alexander Freund (as/hp)
Vaksin Covid-19 yang Sudah Siap Pakai dan Masuki Uji Fase Akhir
Ada 4 vaksin Covid-19 yang sudah berizin dan digunakan secara massal. Efikasinya diklaim antara 70% hingga 95%. Sedikitnya ada 7 kandidat vaksin lainnya yang masuk fase akhir uji klinis dan akan segera diluncurkan.
Foto: H. Pennink/AP Photo/picture-alliance
Vaksin BioNTech/Pfizer dari Jerman
Perusahaan Bio-farmasi BioNTech dari Jerman yang digandeng Pfizer dari AS menjadi yang pertama umumkan sukses memproduksi vaksin anti-Covid-19 yang diberi nama BNT162b2 dengan efektifitas 95%. Vaksinnya sudah mendapat izin. Vaksinasi massal di AS dan Jerman dimulai bulan Desember 2020. Satu-satunya kendala, vaksin harus didinginkan hingga minus 70°C sebelum dipakai.
Foto: SvenSimon/picture alliance
Vaksin Moderna dari Amerika Serikat
Perusahaan Bio-farmasi Moderna dari AS menyusul umumkan sukses dengan vaksin yang diberi nama mRNA-1273 dengan efektifitas 94,5%. Belum lama ini UE izinkan vaksin. Sama dengan BioNTech, vaksin dikembangkan dengan teknologi teranyar berbasis mRNA virus. Keunggulan vaksin Moderna adalah hanya perlu pendinginan minus 30° C dan tahan seminggu dalam lemari pendingin biasa.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/J. Porzycki
Vaksin AstraZeneca/Oxford dari Inggris
Perusahaan farmasi AstraZeneca dari Inggris menjadi yang ketiga umumkan sukses uji coba vaksin yang ampuh 70% hingga 90%. Pengembangan vaksin menggandeng para ilmuwan dari Oxford University. Unsur aktifnya AZD1222 berasal dari gen virus corona yang dilemahkan dan sudah diuji klinis pada 60.000 responden.
Foto: picture-alliance/Flashpic
Vaksin Janssen/Johnson&Johnson dari AS
AS dan Kanada sudah memberikan izin bagi vaksin Johnson & Johnson. Vaksin berasal dari vektor virus yang memicu jawaban imunitas perlindungan tubuh. Disebutkan pemberian satu dosis vaksin mencukupi untuk mengembangkan antibodi pencegah Covid-19.Juga penyimpanan vaksin relatif mudah pada kulkas yang lazim.
Foto: Michael Ciaglo/Getty Images
Vaksin Sinovac dari Cina
Perusahaan farmasi Sinovac Biotech dari Cina sedang menuntaskan fase tiga uji klinis vaksin Covid-19 dengan sekitar 29.000 responden. Uji klinis skala besar dilakukan di Brazil, Indonesia dan Turki. Vaksin dikembangkan dari virus corona yang inaktif.
Foto: Wang Zhao/AFP/Getty Images
Vaksin Sinopharm dari Cina
Perusahaan farmasi lain dari Cina, Sinopharm juga sudah masuki fase tiga uji klinis kandidat vaksinnya pada 55.000 responden. Uji klinis antara lain dilakukan di Uni Emirat Arab, Bahrain, Yordania, Maroko, Peru dan Argentina. Sinopharm menggunakan virus yang inaktif sebagai basis pembuatan vaksinnya.
Foto: picture-alliance/Photoshot/Z. Yuwei
Vaksin Sputnik V dari Rusia
Berdasar klaim sendiri, Rusia menyatakan vaksin Sputnik V buatan Gamaleya ampuh perangi Covid-19. Vaksin yang kini sudah mendapat izin regulasi dari Moskow itu dilaporkan baru melakukan uji klinis fase 1 dan 2 tanpa kejelasan berapa jumlah sampelnya. Vaksinnya berbasis vektor adenovirus manusia yang diizinkan WHO. Penulis: Agus Setiawan