1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Virus Corona: Ujian Bagi Pusat Penampungan Pengungsi Jerman

Mariel Müller
11 April 2020

COVID-19 menyebar di tempat-tempat penampungan pengungsi di Jerman dan tindakan lockdown meningkatkan trauma para penghuninya. Pihak berwenang masih mencari cara untuk menangani penyebaran virus ini.

Deutschland Coronavirus Symbolbild Ankerzentrum
Foto: picture-alliance/dpa/K. J. Hildenbrand

Dalam rekaman video amatir dua minggu lalu di sebuah pusat pengungsian di Berlin, terlihat adu argumen antara sejumlah pengungsi dan polisi, seorang laki-laki terdengar berteriak: “Tidak, saya tidak tinggal di sini.” Insiden ini terjadi setelah polisi datang mengawal ambulans yang mengangkut seorang pasien COVID-19, beserta tiga orang yang telah melakukan kontak dengan pasien ini. Mereka rencananya akan dipindahkan ke kompleks tersebut. 

Pada akhirnya, ambulans dan polisi pergi. Tetapi para pengungsi disuruh tetap tinggal di tempat pengungsian. Beberapa dari mereka menolak, marah, karena sudah menghabiskan berhari-hari di dalam karantina. Sekarang mereka khawatir harus terkurung di sana selama dua minggu lagi. 

Orang-orang panik 

“Kami baru saja bisa menerima mereka yang terinfeksi virus corona di pusat penampungan kami, kami kini telah menenangkan diri,” kata Anna. (Bukan nama sebenarnya. Dia memberi tahu DW lewat telepon bahwa dia khawatir akan kehilangan tempat tinggal apabila mengungkapkan identitas aslinya). 

“Tetapi kemudian ada keluarga baru dibawa ke sini dan situasinya jadi tegang. Saya khawatir dengan anak-anak. Mengapa mereka membawa orang yang terinfeksi ke sini? Mereka telah mengarantina kami di dalam dan kini mereka membawa orang yang terinfeksi.” 

Kantor urusan pengungsi di Berlin, LAF, mengonfirmasi bahwa satu orang dengan COVID-19 telah dipindahkan dari sebuah pusat akomodasi pengungsi beserta tiga orang yang berhubungan dengan orang itu. Bila langkah ini tidak dilakukan, kompleks penampungan tempat orang-orang tersebut berasal juga harus dikarantina.  

LAF mempertimbangkan bahwa di pusat penampungan yang baru ini mereka yang terkontak dengan virus akan lebih mudah ‘dipisahkan’ dari orang lain. Namun yang membuat Anna heran adalah mengapa orang-orang lainnya tidak diperbolehkan meninggalkan kompleks jika mereka yang terinfeksi dan berkontak telah dipisahkan.  

"Orang-orang panik karena tidak ada yang memberi kami peringatan. Kami tidak bisa berbelanja terlebih dahulu. Tidak ada produk sanitasi yang tersisa atau produk khusus lainnya. Semua orang agresif dan marah." 

LAF menanggapi pertanyaan DW mengenai hal ini dan mengatakan bahwa bahwa tidak adanya peringatan karena dokter harus membuat keputusan dalam waktu yang sangat singkat. Tetapi LAF mengatakan bahwa penghuni kompleks telah diberi informasi cukup tentang karantina secara langsung dan informasi menyebar lewat kelompok-kelompok kecil. LAF menambahkan bahwa “bagi beberapa individu, langkah ini secara subyektif mungkin belum dianggap cukup.” 

Dinilai tidak etis 

Pusat penampungan pengungsi tempat Anna tinggal kini tidak lagi berada di bawah karantina penuh. Tetapi LAF mengatakan bahwa dua pusat penampungan lainnya masih dikarantina. Salah satu pusat penampungan itu mengakomodasi 270 pengungsi, dan yang lainnya menampung 100 pengungsi. Warga tidak bisa keluar selama dua minggu, bahkan untuk berbelanja atau pergi ke dokter. Makanan disediakan oleh katering dan ada dokter yang bertugas mengunjungi pusat-pusat penampungan itu. Jika ada lebih banyak kasus COVID-19 terdeteksi, masa karantina dapat diperpanjang. 

Suasana di pusat penampungan pengungsi di Berlin sempat tegang karena virus corona.Foto: Privat

Secara keseluruhan ada sekitar satu setengah juta pengungsi di Jerman. Banyak dari mereka tinggal di pusat-pusat penampungan bersama ratusan pengungsi lain. Kondisinya sempit dan di beberapa kasus, warga juga harus berbagi asrama dengan orang asing. Organisasi hak-hak pengungsi telah lama mengkritik kondisi ini dan kurangnya privasi. Saat ini, fakta bahwa orang harus berbagi kamar mandi dan dapur memperburuk situasi dan membuat kemungkinan penularan semakin besar.

Beberapa aktivis khawatir bahwa para penghuni akan saling menulari dan karantina akan diperpanjang setiap minggu. Seorang pejabat yang bekerja untuk otoritas kesehatan masyarakat Berlin mengatakan bahwa kondisi ini seperti berada di sebuah kapal pesiar dengan orang-orang yang terinfeksi. “Yang terjadi seolah-olah seperti, ‘kita akan mengkarantina seluruh pusat penampungan dengan dukungan polisi sampai seluruh tempat terkontaminasi.’ Ini tidak etis!” Ujar pejabat yang memilih untuk tetap anonim itu. 

“Saya khawatir akan keluarga saya” 

Departemen Kesehatan Berlin berencana membuka pusat penampungan untuk menempatkan orang yang terinfeksi atau berhubungan dengan orang yang terinfeksi dalam unit terpisah. Nora Brezger, dari Dewan Pengungsi Berlin, mengatakan kepada DW bahwa masalah utama untuk hal ini adalah komunikasi. Dia mengatakan bahwa larangan ini telah diberlakukan tanpa “informasi atau penjelasan yang memadai,” dan menambahkan bahwa memasang poster dalam banyak bahasa tentang virus corona tidaklah cukup. 

Dia mengatakan bahwa orang-orang yang tidak berbicara bahasa Jerman berjuang untuk menemukan jawaban atas pertanyaan tentang betapa mudahnya terinfeksi dan kegiatan apa yang masih boleh dilakukan di area publik. “Ini menyebabkan banyak masalah dan kebingungan,” kata Brezger. 

DW juga menemui Ali Saad, seorang pengungsi dari Suriah, di luar pusat akomodasi di selatan Berlin. Di sana ia tinggal bersama istri dan anak perempuan mereka yang berusia tiga bulan.  

Dia mengatakan bahwa dia adalah satu-satunya yang masih keluar untuk berbelanja, tetapi dia selalu mengenakan sarung tangan dan menggunakan desinfektan yang dia beli. 

Ali Saad berkata bahwa dia sangat khawatir. “Kami diberitahu bahwa kami harus tinggal di rumah, tidak melakukan kontak dengan siapa pun. Itu saja. Kami tidak dapat informasi lain. Saya khawatir akan keluarga saya.” 

Laporan tambahan oleh Oxana Evdokimova. 

(ae/yp)