Antisipasi Lockdown, Cina Tes Massal COVID-19 di Beijing
26 April 2022
Ibu kota Cina, Beijing, memperluas tes massal COVID-19 dari satu distrik ke belasan distrik lainnya, di tengah kekhawatiran akan penerapan lockdown yang akan segera terjadi, seperti yang dilakukan di Shanghai.
Iklan
Penduduk di kota Beijing, Cina, membeli banyak makanan dan sejumlah persediaan lainnya di tengah kekhawatiran lockdown virus corona, lantaran 70 kasus COVID-19 terdeteksi di antara delapan dari 16 distrik di kota metropolitan itu.
Pihak berwenang Beijing memperingatkan bahwa virus itu telah "diam-diam" menyebar selama sekitar seminggu sebelum terdeteksi. Sebelumnya selama berminggu-minggu, 25 juta penduduk Shanghai telah menjalani lockdown. Namun, terhambatnya pasokan makanan menyebabkan ketidakpuasan massal.
Tes massal COVID-19 di belasan distrik Beijing
Distrik terbesar di Beijing, Chaoyang, pada Senin (25/04) mulai melakukan tes massal COVID-19. Warga harus melalui tiga putaran tes COVID-19 dengan interval dua hari.
Dari hari Selasa (26/04) hingga Sabtu (30/04), pengujian massal akan diperluas ke 11 distrik lainnya, yaitu Dongcheng, Xicheng, Haidian, Fengtai, Shijingshan, Fangshan, Tongzhou, Shunyi, Changping, Daxing, dan Area Pengembangan Ekonomi-Teknologi Beijing.
Pada 25 April, Beijing melaporkan 33 kasus baru yang ditularkan secara lokal. Otoritas kesehatan kota mengatakan pada hari Selasa (26/04), 32 kasus di antaranya bergejala dan satu tidak menunjukkan gejala. Jumlah itu sedikit lebih tinggi dari 19 kasus infeksi komunitas yang dilaporkan sehari sebelumnya.
"Untuk secara tegas mengekang risiko penyebaran epidemi dan secara efektif menjaga kesehatan warga, diputuskan untuk lebih memperluas cakupan pemeriksaan regional berdasarkan tes yang dilakukan di distrik Chaoyang," kata juru bicara pemerintah kota Beijing pada Senin (26/04) malam.
Waspadai 10 Varian SARS-CoV-2 Hasil Mutasi
Pertama kali terdeteksi di Cina akhir tahun 2019, COVID-19 terus bermutasi, 10 varian saat ini menjadi Variant of Concern (VoC) yang dicemaskan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Foto: Waldemar Thaut/Zoonar/picture alliance
Varian Alpha mutasi dari Inggris
Varian dengan nama ilmiah B.1.1.7 ini terdeteksi pertama kali di Kent, Inggris Raya. Beberapa peneliti menganggap varian ini jauh lebih menular dibanding virus asli SARS-CoV-2 di Wuhan, Cina. Peneliti Lembaga Molekuler Eijkman Prof. Amin Subandrio sebut varian ini sudah ditemukan pada awal Maret 2021 di Jakarta.
Foto: Hasan Esen/AA/picture alliance
B.1.351 atau Varian Beta
Mutasi jenis ini ditemukan pertama kali di Afrika Selatan pada Oktober 2021. Varian ini disebut-sebut 50% lebih menular. Vaksinasi menggunakan Novavax dan Johnson & Johnson dianggap tidak efektif menghadapi varian ini. Delirium atau kebingungan menjadi salah satu gejala varian Beta.
Foto: Nyasha Handib/AA/picture alliance
Mutasi P.1 di Brasil
Varian ini diberi nama varian Gamma oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Mutasi berasal dari kota Manaus, provinsi Amazonas, Brasil. Virus ini pertama kali terdeteksi oleh ilmuwan Jepang yang meneliti sampel seorang warga yang pulang dari Manaus pada Desember 2020.
Foto: Bruna Prado/AP Photo/picture alliance
Delta, mutasi paling menular asal India
Dengan nama B.1.167.2, Delta dianggap 50% lebih menular dibanding varian Alpha yang disebut 50% lebih menular dari virus aslinya. Varian ini pertama kali ditemukan di India pada Oktober 2020. Mutasi ini memicu gelombang kedua COVID-19 di India.
Foto: Satyajit Shaw/DW
Mutasi dari Amerika latin, Lambda
Bernama ilmiah C.37, Lambda pertama kali terdeteksi di Peru pada Agustus 2020. Pada 15 Juni 2021, WHO menetapkannya sebagai varian yang menjadi perhatian. Tercatat 81% kasus aktif di Peru pada musim semi 2021 akibat varian ini.
Foto: Ernesto Benavides/Getty Images/AFP
Mutasi varian Kappa asal India
Pada Oktober 2020, terdeteksi varian 1.167.2 di India. Gejalanya tidak berbeda jauh dengan gejala varian asli COVID-19. Namun, pakar epidemiologi dari Griffith University, Dicky Budiman, menyebut gejala campak muncul pada awal infeksi varian ini.
Foto: Adnan Abidi/REUTERS
Eta, varian yang sama dengan Gamma dan Beta
Varian ini membawa mutasi E484-K yang juga ditemukan di varian Gamma dan Beta. Kasus pertama varian ini dlaporkan di Inggris Raya dan Nigeria pada Desember 2020. Ditemukan di 70 negara di dunia, Kanada mencatat rekor 1.415 kasus Eta pada Juli 2021.
Foto: Adeyinka Yusuf/AA/picture alliance
Varian asal New York, B.1.526
Iota merupakan satu-satunya Variant of Concern (VoC) WHO di Amerika Serikat. Dideteksi pada November 2020, jenis virus ini disebut lebih menular dari varian sebelumnya. Para peneliti menyebut varian Iota meningkatkan angka kematian 62-82% bagi para penderita COVID-19 yang berusia lebih tua.
Foto: Wang Ying/Xinhua/imago images
Varian Mu asal Kolumbia di awal tahun 2021
Dengan nama ilmiah B.1.621, varian Mu ditemukan pertama kali di Kolumbia pada Januari 2021.Varian ini sempat dikhawatirkan dapat kebal dari vaksin. Bahkan WHO memperingatkan varian ini memiliki mutasi yang lebih tahan vaksin.
Foto: AGUSTIN MARCARIAN/REUTERS
Ditemukan di Afrika Selatan, Omicron lebih gampang menular
Varian ini ditemukan di Afrika Selatan pada November 2021. Ketua Asosiasi Medis Afrika Selatan sebut gejala dari varian ini sangat ringan. Dilaporkan tidak ada gejala anosmia pada varian ini. Namun, 500 kali lebih cepat menyebar dibanding varian lain. (Berbagai sumber) (mh/ha)
Foto: Fleig/Eibner-Pressefoto/picture alliance
10 foto1 | 10
Wabah COVID-19 terbaru di Beijing, meskipun sederhana menurut standar global, diperkirakan akan menambah kekhawatiran soal penerapan lockdown seperti yang dilakukan di Shanghai, yang semakin mengaburkan prospek ekonomi negara itu akibat pengujian massal tanpa akhir, karantina yang ketat, dan aturan jarak sosial yang ketat.