1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Visi Ibn Arabi Tentang Peradaban Global yang Manusiawi

13 Mei 2020

Ibn Arabi termasuk salah satu filsuf Arab paling berpengaruh. James Morris, Profesor Teologi Islam di Boston College meyakini pandangan sang Sufi adalah jawaban paling produktif terhadap fundamentalisme Islam saat ini.

Gambar ilustrasi Ramadan di sebuah masjid di Malaysia
Foto: Getty Images/AFP/M. Vatsyayana

Dia dilahirkan di tengah kemunduran Dinasti Fatimiyah dan dibesarkan di era Kesultanan Salahuddin al-Ayyub, di mana Mesir menjadi jantung dunia Islam. Muhyiddin Ibn Arabi (1165-1240) banyak disalahpahami lewat ajarannya yang menggunakan pendekatan sufisme pada konsep ketuhanan. Padahal tidak sedikit yang menangkap pesan toleransi beragama di balik tulisan-tulisan sang sufi. 

Ibn Arabi meyakini madzhab dan aliran teologi di dalam Islam hanya bersifat sementara dalam upaya mendekatkan diri kepada Tuhan, yakni menjauhkan hal-hal duniawi. Ibnu Taimiyah, ayah intelektual aliran Salafisme, menilai konsep Wahdatul Wujud misalnya menyimpang dan menyerupai Trinitas dalam teologi Kristen.

Namun justru kelenturan teologi Ibn Arabi dianggap bisa menyediakan jalan keluar dari fundamentalisme Islam masa kini, klaim Prof. James Morris dari Boston College, sebuah lembaga think tank milik ordo Katolik Jesuit di Universitas Boston, AS.  

Simak hasil wawancaranya bersama Claudia Mende:  

+ + +
Claudia Mende: Bisa jadi tidak ada filsuf Islam lain yang lebih berpengaruh di dunia Arab ketimbang Ibn Arabi. Kenapa? 

Prof. James W. Morris, Guru Besar Teologi Islam di Boston College, lembaga pemikir milik ordo Katolik Jesuit di Amerika Serikat.Foto: Boston College

James Morris: Jawabannya penuh paradoks. Hampir semua pemikiran Ibn Arabi ditulis dalam bahasa Arab yang sedemikian tinggi, hanya sekelompok kecil intelektual muslim saja yang bisa memahami tulisannya. 

Jadi bagaimana bisa seseorang yang cuma menjangkau sejumlah kecil audiens, mampu memperluas pengaruhnya melebihi lingkup bahasa Arab?

Jawabannya terletak pada metode Ibn Arabi dalam membawa kembali ajaran-ajaran agama kepada pengalaman spiritualitasnya, sesuatu yang kita bagi sebagai umat manusia di semua tempat dan waktu. Dia menyediakan apa yang kita sebut sebagai ‘Phänomenologie des Geistes’, yang merujuk pada bentuk spiritual dari kesadaran dan pengalaman yang bisa diakses oleh manusia, apapun budaya atau bahasanya. 

Menurut Anda karya puisi Ibn Arabi berperan penting menyebarkan gagasannya ke dunia luar?

Ada dua alasan untuk itu. Pertama, penyair dan penyanyi mengadopsi ide-idenya ke dalam bahasa Islam yang baru, ketika agama ini menjelma menjadi agama global dengan masuknya Mongolia pada abad ke-13. Transformasi ini berawal di Persia dan menyebar menjadi budaya baru kaum muslim di Afrika dan Asia.

Salah satu contoh paling mencolok adalah di Indonesia. Di sana gagasan Ibn Arabi memiliki dua fungsi. Pertama tulisan-tulisannya menjelaskan bagaimana tradisi wayang ikut membantu menyebarkan Islam. Teori Ibn Arabi dijadikan argumen untuk mempertahankan kreativitas spiritual dalam seni perwayangan, demi menjawab serangan mereka yang ingin memaksakan pemahaman agama yang sempit. Hingga kini di seluruh dunia Islam, penyair, seniman dan manusia yang menjalani kehidupan spiritual, bisa menemukan pembelaan yang jelas atas karya atau kehidupan mereka dalam tulisan-tulisan Ibn Arabi.  

Dan alasan lain?

Alasan lain yang menjelaskan pengaruh luasnya adalah selama masa hidupnya, kekuasaan kaum muslim terancam oleh pasukan Salib dan Mongolia. Namun tidak lama setelah kematiannya (1240), Islam mulai menyebar pesat di Asia, Balkan (lewat Dinasti Utsmaniyah) dan juga ke Afrika barat. 

Yang menggerakkan penyebaran Islam pada masa ini adalah apa yang kini kita sebut sebagai Tarekat Sufisme. Tapi sebelum berdirinya institusi-institusi keagamaan lokal, selalu ada sejumlah individu karismatik seperti para wali yang merawat pemahaman keagamaan yang lebih luwes. Kebanyakan institusi Sufi mendasarkan praktik keagamaan pada Dzikir, dalam bentuk yang familiar seperti puisi, musik, ziarah atau festival yang berakar pada bahasa dan budaya lokal. Siapapun yang ingin memahami arti puisi atau lagu populer seputar kelahiran Nabi Muhammad misalnya, harus merujuk pada tulisan-tulisan Ibn Arabi.

Bagaimana pengaruhnya di dunia modern?

Gagasan Ibn Arabi diolah dan diwariskan dari generasi ke generasi, hingga kini. Misalnya karya-karya penyair Persia, Hafis, yang hidup satu abad setelah kematiannya, banyak dipengaruhi ajaran Ibn Arabi. Karya Hafis lalu dipelajari oleh penyair Jerman, Goethe, yang lalu belajar bahasa Farsi. Karyanya, Diwan Barat dan Timur atau juga Faust mengadopsi tafsir Al-Quran yang digunakan Hafis. Film karya Wim Wenders, Wings of Desire, yang didasari pada Faust misalnya, banyak mengadopsi kisah-kisah Al-Quran, sehingga saya menggunakannya dalam kelas untuk menjelaskan tentang Al-Quran kepada murid-murid saya.

Di Damaskus, Suriah, makam Ibn Arabi hingga kini diziarahi layaknya para nabi. Peziarah datang untuk mengadukan nasib dan meminta petunjuk. Tapi bagaimana dengan sisi intelektualitasnya?

Sosok Ibn Arabi dipahami lewat tiga wujud: Sebagai “Sidi Muhyiddin” dia dirayakan sebagai wali suci kota Damaskus. Tapi di luar itu kita harus membedakan antara dunia Arab dan dunia Islam.

Di lingkup bahasa Arab, banyak yang bisa membaca tulisan-tulisannya. Ulama dan intelektual agama menggunakan tafsir spiritual Ibn Arabi terhadap Al-Quran dan Hadith. Di Kesultanan Utsmaniyah dan Asia sebaliknya hanya kaum intelektual yang menguasai bahasa Arab klasik dan memahami dasar-dasar teologi saja yang bisa memahami gagasannya. Di sana pengaruhnya masuk pertama-tama melalui lingkup intelektual, baru kemudian melalui para penyair yang mengadopsi tulisan Ibn Arabi ke dalam bahasa lokal. Di barat, dia lebih dikenal oleh khalayak ramai lewat puisi dan musik. 

Ibn Arabi juga dikenal lewat sikap toleran dan kehidupan harmoni antarumat beragama. Bagaimana pesannya ini ditanggapi pada masa itu?

Kesultanan Utsmaniyah dan Mughal di India yang mengakui banyak agama ikut mengkampanyekan pesan-pesan toleransinya. Karena Ibn Arabi menghargai keragaman spiritualitas dan selalu menekankan, bahwa pengalaman spiritual adalah hal unik untuk setiap manusia.

Dia dan banyak ulama Sufi lainnya fokus pada kewajiban dan tanggungjawab yang dimiliki oleh semua manusia, secara spiritual, etis dan intelektual, bukan pada perbedaan yang memisahkan mereka. Ini sebabnya kenapa ajaran Ibn Arabi masih relevan di era modern. Jika kita ingin membangun peradaban global yang manusiawi, kita harus membangun hubungan yang mendalam dengan sesama umat manusia.

Tapi saat yang bersamaan dia juga menafsirkan Al-Quran secara harfiah?

Tafsirnya malah sangat harfiah, tapi realitanya tidak sesederhana itu. Karena pemahaman Ibn Arabi tentang Al-Quran berangkat dari tradisi linguistik bahasa Arab, di mana akar kata memiliki arti yang berbeda tapi berkaitan satu sama lain. Jadi ini berbeda dengan apa yang kita pahami dari arti kata harfiah sendiri. 

Bahasa Arab di dalam Al-Quran sendiri bersifat multidimensional. Jadi gaya penafsiran Ibn Arabi membantu kita melihat makna Al-Quran dalam bentuk yang tidak diadopsi oleh penafsiran populer, namun sudah diadaptasi oleh Ibn Arabi ke dalam konteks yang baru. Jadi penafsiran harfiah Ibn Arabi juga berarti penafsiran spiritual, dan pemahaman spiritual itu berevolusi dan mengakar pada kehidupan para pembacanya.

Bagamana dunia Arab modern memahami gagasan Ibn Arabi?

Mungkin separuh dari sekitara 600 tulisannya masih dirawat hingga kini. Tapi banyak tulisan pendeknya ikut dicetak dalam kitab Al-Futuhat al-Makkiyah yang kini tersedia di seluruh dunia. Karyanya yang lain dan juga tidak kalah penting adalah Fusus al-Hikam yang juga diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Tapi kitabnya itu banyak merujuk pada karya-karya ulama lain dan kitab-kitab klasik, sehingga menyulitkan orang untuk memahaminya.  

Apa yang membuatnya sulit untuk dipahami?

Tulisan Arab Ibn Arabi tidak bisa berdiri sendiri, melainkan harus dijelaskan oleh guru. Tulisan-tulisannya menyaratkan penjelasan mulut seorang ulama yang mampu menempatkannya ke dalam konteks yang bisa dipahami berbagai jenis audiens.

Apakah ada penelitian terhadap karya Ibn Arabi di Timur Tengah saat ini?

Saat ini di hampir semua negara muslim, ada lonjakan hasrat intelektual untuk mempelajari ajaran Ibn Arabi di perguruan tinggi, atau di lingkungan Sufi. Perkembangan ini tentu bukan sebuah kejutan. Jawaban paling positif dan produktif terhadap slogan simplisistik kaum radikal selalu bisa ditemukan di dalam tulisan Ibn Arabi, lewat pendekatan uniknya terhadap Al-Quran dan Hadith yang membumi di dalam tulisan-tulisannya. 

Apakah kaum reformis Islam juga menggunakan ajaran Ibn Arabi sebagai orientasi?

Reformasi juga mencakup gerakan Musim Semi Arab yang mengandung hasrat dan harapan mayoritas masyarakat. Di sini ajaran Ibn Arabi tentunya menginspirasi banyak orang. Tapi baginya, istilah reformasi atau Islah adalah perubahan hati dan pikiran, bagaimana kita harus berperilaku di keluarga atau masyarakat. 

Kita tidak boleh melupakan, sebagian besar kaum intelektual Arab saat ini hidup dalam pengasingan di Eropa, Amerika Serikat atau Asia. Kaum terdidik ini mencari sesuatu yang mampu mendamaikan tradisi keagamaan dengan dunia modern. Jawabannya ada pada tulisan Ibn Arabi. (rzn/vlz)

© Qantara.de 2019
 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait