1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Wacana Ojol Jadi Transportasi Umum, Masih Berpolemik

4 November 2019

Wacana menjadikan ojek online sebagai tranportasi umum kian menggema di kalangan masyarakat. Pengamat transportasi sepakat hal itu harus segera direalisasikan, sementara Kemenhub merasa belum ada inisiatif itu.

Indonesien Gojek
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry

Hadirnya transportasi ojek online (ojol) dianggap sebagai solusi dari beragam masalah di kehidupan sehari-hari. Misalnya saja kini mengantar barang menjadi lebih mudah, lalu berpidah dari satu tempat ke tempat lain pun menjadi lebih cepat.

Meski banyak manfaat, nyatanya kehadiran transportasi berbasis aplikasi ini kerap kali menimbulkan masalah. Jumlah pengemudi yang kian "menggembung", menyebabkan beberapa titik jalan jadi macet, seperti di area sekitar stasiun kereta saat jam sibuk.

Dirjen Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi mengatakan, pihaknya tidak memiliki data secara pasti, berapa jumlah pengemudi ojol saat ini. Padahal, kelebihan jumlah pengemudi seringkali dikeluhkan pengendara dan pengguna jalan lainnya. Meski begitu, Budi mengaku pentingnya mengontrol jumlah pengemudi yang kian membludak.

“Tapi sebetulnya melalui aplikasi itu sebenarnya para aplikator sudah mengatur jumlah ojol di satu provinsi idealnya berapa, karena terkait dengan pendapatan,” ujarnya.

Budi menambahkan bila data tersebut sudah terangkum oleh aplikator, akan terlihat jika jumlah pengemudinya terlalu banyak maka akan berkorelasi dengan pendapatan yang berkurang. Ini berarti persaingannya tidak sehat.

Baca juga: Nadiem di Istana: Saya Sudah Mundur Dari Gojek

Ojol sebagai transportasi umum

Sementara, wacana menjadikan ojol sebagai transportasi umum pun kian menggema. Pengamat transportasi, Djoko Setijowarno menyampaikan, pemerintah harusnya mengatur secara tegas. Perlu koordinasi yang lebih serius antara pemerintah pusat dan daerah.

“Tidak ada aturan untuk ojol kecuali untuk barang. Di daerah itu harusnya juga mengatur, karena mereka menjadi dampaknya. Bisa mengatur itu minimal dengan peraturan Walikota,” ujarnya.

Djoko juga menambahkan pengaturan kota di daerah-daerah lain, bisa mencontoh Pemerintah Kota Solo, Jawa Tengah, yang tidak memberi izin pada ojol untuk mengangkut penumpang, melainkan hanya barang.

Sebenarnya, pemerintah telah hadir menangani aturan mengenai ojol, yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 12 Tahun 2019, tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat.

Tranportasi ojek online yang beroperasi di Jakarta. Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo

Namun menurut Djoko, peraturan itu tidak mengatur bagaimana penyebaran ojol dan sejauh apa pengemudi bisa beroperasi. Menurutnya perlu ada peran pemerintah daerah dalam hal ini, agar kota nyaman dinikmati karena salah satunya adanya ketersediaan angkutan umum.

Ia menilai pemerintahan di DKI Jakarta sudah lebih memperhatikan masalah ini, dibanding daerah lain, namun yang belum diperhatikan adalah peredarannya sehingga terkesan semrawut.

Gagal hadirkan transportasi massal

Menurut Djoko, munculnya ojol menandakan kelalaian pemerintah menyediakan transportasi umum yang layak guna bagi masyarakat.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan, Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) ini menyampaikan, pemerintah wajib menyelenggarakan transportasi umum sesuai amanah Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), yang mengatur kendaraan roda dua dapat menjadi angkutan orang, tetapi tidak dapat menyelenggarakan angkutan umum orang dan/atau barang.

“Percepat penataan transportasi umum, batasi mobilitas ojol, supaya dapat menekan angka kecelakaan sepeda motor. Atur ulang industri sepeda motor, dengan sendirinya ojol berkurang, beralih menggunakan transportasi umum,” jelas Djoko dalam pernyataan tertulisnya kepada DW Indonesia.

Wacana menjadikan ojol sebagai transportasi umum sebenarnya telah beberapa kali mencuat ke publik. Namun selalu berakhir dengan beda pandangan terhadap kehadiran ojol ini. Menurut Budi, bagi sebagian pihak kehadiran sepeda motor tak semestinya dijadikan sebagai transportasi umum, mengingat sebanyak 75% kecelakaan yang terjadi di Indonesia melibatkan kendaraan roda dua. Namun bagi sebagian lainnya, apa yang saat ini dilakukan oleh ojol, telah mengandung prinsip-prinsip yang sudah memenuhi syarat sebagai angkutan umum.

“Kalau saya sementara, untuk menjembatani dua pandangan berbeda itu, yang saya lakukan adalah pembuatan peraturan menteri terkait perlindungan keselamatan dan keamanan para pengemudi ojek online,” sebutnya.

Aturan itu mengatur asuransi serta cara berpakaian pengemudi, juga fitur yang ada di dalam aplikasi untuk pengawasan jika terjadi sesuatu pada penumpang maupun pengemudi.

Hak pembuatan regulasi bisa datang dari dua pihak, yakni pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Budi menyampaikan, rencana revisi UU No. 22 Tahun 2009 yang menyangkut pembahasan tentang sepeda motor sebagai angkutan umum menjadi inisiatif DPR sekarang. Kementerian Perhubungan belum berinisiatif melakukan revisi itu. 

(pkp/yp)