Pakar epidemiologi Dicky Budiman sebut angka yang diproyeksikan terkait lonjakan kasus Omicron besar kemungkinan sudah terjadi. Gejala Omicron yang relatif lebih ringan membuat banyak orang tidak sadar ketika terpapar.
Iklan
Pemerintah mewanti-wanti lonjakan kasus COVID-19 akibat gelombang Omicron bisa 3 kali lebih tinggi dibanding saat diamuk varian Delta. Meski demikian, tidak perlu panik berlebihan karena gejala Omicron relatif lebih ringan.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkap hal itu dalam konferensi pers update PPKM, Senin (31/01). Berkaca dari data di berbagai negara, gelombang Omicron juga dapat berdampak pada peningkatan rawat inap.
"Dari data tersebut kami mencoba menganalisa bahwa jumlah rawat inap rumah sakti di Indonesia dapat lebih tinggi dari Delta apabila kasus harian meningkat lebih dari 3 kali," papar Menko Luhut yang juga merupakan Koordinator PPKM Jawa-Bali.
"Seperti tahun lalu kita lihat hampir 56 ribu, bisa saja nanti 3 kali dari itu bila kita tidak hati-hati," jelasnya.
Meski demikian, Menko Luhut memperkirakan kemungkinan tersebut kecil untuk terjadi. Data menunjukkan, lonjakan kasus yang saat ini terjadi masih jauh di bawah perkiraan para pakar.
"Tidak perlu khawatir berlebihan, tapi kita tetap super waspada. Hari ini kasus konfirmasi per tanggal 31 Januari 2022 masih berada di angka seperlima dari puncak Delta pada Juli tahun lalu," tegasnya.
Waspadai 10 Varian SARS-CoV-2 Hasil Mutasi
Pertama kali terdeteksi di Cina akhir tahun 2019, COVID-19 terus bermutasi, 10 varian saat ini menjadi Variant of Concern (VoC) yang dicemaskan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Foto: Waldemar Thaut/Zoonar/picture alliance
Varian Alpha mutasi dari Inggris
Varian dengan nama ilmiah B.1.1.7 ini terdeteksi pertama kali di Kent, Inggris Raya. Beberapa peneliti menganggap varian ini jauh lebih menular dibanding virus asli SARS-CoV-2 di Wuhan, Cina. Peneliti Lembaga Molekuler Eijkman Prof. Amin Subandrio sebut varian ini sudah ditemukan pada awal Maret 2021 di Jakarta.
Foto: Hasan Esen/AA/picture alliance
B.1.351 atau Varian Beta
Mutasi jenis ini ditemukan pertama kali di Afrika Selatan pada Oktober 2021. Varian ini disebut-sebut 50% lebih menular. Vaksinasi menggunakan Novavax dan Johnson & Johnson dianggap tidak efektif menghadapi varian ini. Delirium atau kebingungan menjadi salah satu gejala varian Beta.
Foto: Nyasha Handib/AA/picture alliance
Mutasi P.1 di Brasil
Varian ini diberi nama varian Gamma oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Mutasi berasal dari kota Manaus, provinsi Amazonas, Brasil. Virus ini pertama kali terdeteksi oleh ilmuwan Jepang yang meneliti sampel seorang warga yang pulang dari Manaus pada Desember 2020.
Foto: Bruna Prado/AP Photo/picture alliance
Delta, mutasi paling menular asal India
Dengan nama B.1.167.2, Delta dianggap 50% lebih menular dibanding varian Alpha yang disebut 50% lebih menular dari virus aslinya. Varian ini pertama kali ditemukan di India pada Oktober 2020. Mutasi ini memicu gelombang kedua COVID-19 di India.
Foto: Satyajit Shaw/DW
Mutasi dari Amerika latin, Lambda
Bernama ilmiah C.37, Lambda pertama kali terdeteksi di Peru pada Agustus 2020. Pada 15 Juni 2021, WHO menetapkannya sebagai varian yang menjadi perhatian. Tercatat 81% kasus aktif di Peru pada musim semi 2021 akibat varian ini.
Foto: Ernesto Benavides/Getty Images/AFP
Mutasi varian Kappa asal India
Pada Oktober 2020, terdeteksi varian 1.167.2 di India. Gejalanya tidak berbeda jauh dengan gejala varian asli COVID-19. Namun, pakar epidemiologi dari Griffith University, Dicky Budiman, menyebut gejala campak muncul pada awal infeksi varian ini.
Foto: Adnan Abidi/REUTERS
Eta, varian yang sama dengan Gamma dan Beta
Varian ini membawa mutasi E484-K yang juga ditemukan di varian Gamma dan Beta. Kasus pertama varian ini dlaporkan di Inggris Raya dan Nigeria pada Desember 2020. Ditemukan di 70 negara di dunia, Kanada mencatat rekor 1.415 kasus Eta pada Juli 2021.
Foto: Adeyinka Yusuf/AA/picture alliance
Varian asal New York, B.1.526
Iota merupakan satu-satunya Variant of Concern (VoC) WHO di Amerika Serikat. Dideteksi pada November 2020, jenis virus ini disebut lebih menular dari varian sebelumnya. Para peneliti menyebut varian Iota meningkatkan angka kematian 62-82% bagi para penderita COVID-19 yang berusia lebih tua.
Foto: Wang Ying/Xinhua/imago images
Varian Mu asal Kolumbia di awal tahun 2021
Dengan nama ilmiah B.1.621, varian Mu ditemukan pertama kali di Kolumbia pada Januari 2021.Varian ini sempat dikhawatirkan dapat kebal dari vaksin. Bahkan WHO memperingatkan varian ini memiliki mutasi yang lebih tahan vaksin.
Foto: AGUSTIN MARCARIAN/REUTERS
Ditemukan di Afrika Selatan, Omicron lebih gampang menular
Varian ini ditemukan di Afrika Selatan pada November 2021. Ketua Asosiasi Medis Afrika Selatan sebut gejala dari varian ini sangat ringan. Dilaporkan tidak ada gejala anosmia pada varian ini. Namun, 500 kali lebih cepat menyebar dibanding varian lain. (Berbagai sumber) (mh/ha)
Foto: Fleig/Eibner-Pressefoto/picture alliance
10 foto1 | 10
Peringatan yang sama juga disampaikan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Ia memperkirakan, puncak gelombang COVID-19 akibat varian Omicron kemungkinan terjadi akhir Februari.
"Penularannya ini tinggi sekali dan Indonesia pasti akan mengalami ini. Jadi puncak dulu pernah 57 ribu per hari, kita mesti siap-siap dan hati-hati dan waspada tidak perlu kaget bila melihat di negara-negara lain bisa di 2-3 kali di atas puncak Delta," kata Menkes.
Iklan
Pakar perkirakan kekhawatiran itu sudah terjadi
Pandangan berbeda disampaikan pakar epidemiologi Dicky Budiman dari Universitas Griffith Australia. Menurutnya, angka yang diproyeksikan para pakar terkait lonjakan kasus Omicron besar kemungkinan sebenarnya sudah terjadi.
Gejala Omicron yang relatif lebih ringan membuat banyak orang tidak sadar dan cenderung abai ketika dirinya terpapar. Banyak di antaranya menganggap gejala Omicron tidak lebih dari flu biasa, sehingga tanpa sadar mereka saling menularkan.
"Dan kalau bicara jumlah kasus di masa puncak, dan saat ini pun sebenarnya sudah 10 kali lipat dari yang dilaporkan, itu sudah ada. Iya setidaknya di atas 100, 200 ribu per hari itu ada, kalau pada masa puncak ya bisa sampai 300-500 ribu," jelas Dicky. (pkp/ha)