Robert Habeck yang juga menteri ekonomi, mengaku ingin amankan suplai energi dari Israel untuk gantikan pasokan gas Rusia. Soal isu Palestina, dia mengaku akan mengupayakan “deeskalasi” sejauh kemampuan Jerman
Iklan
Robert Habeck menyediakan waktu 100 jam untuk lawatannya di Timur Tengah. Menteri ekonomi Jerman itu dijadwalkan tiba di Yerusalem Senin (6/6) untuk bertemu perwakilan pemerintah Israel dan berkunjung ke tugu peringatan Holocaust, Yad Vashem.
Keesokan harinya, Habeck akan bertolak ke Tepi Barat Yordan untuk menemui Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, dan sebagai penutup lawatan, ia akan menyambangi sebuah konferensi iklim internasional di Yordania, dilanjutkan mengunjungi kamp pengungsi Suriah di wilayah perbatasan, dan lalu bertolak pulang ke Jerman.
Menurut Kementerian Luar Negeri di Berlin, Habeck menitikberatkan kunjungannya pada isu kerja sama energi. Sejak invasi Rusia di Ukraina, Jerman mulai mencari sumber gas alternatif dan melirik Israel yang punya cadangan gas raksasa di lepas pantai Laut Tengah.
"Kita masih kekurangan gas, jika kita ingin merdeka dari gas Rusia,” katanya sebelum bertolak ke Yerusalem, sembari menegaskan kerja sama energi bukan merupakan agenda utama kunjungannya.
Saat ini Israel sedang bernegosiasi dengan Turki untuk membangun jaringan pipa gas menuju Eropa. Sebagai alternatif, pemerintah di Yerusalem juga menyiapkan rencana pipa bawah laut melewati Siprus dan yunani.
Namun demikian, Habeck mengatakan pengiriman gas ke Eropa belum bisa dimaksimalkan lantaran minimnya infrastruktur penyimpanan. Jika Jerman bisa bekerjasama dengan negara-negara jiran membangun terminal gas alam cair, "tentunya akan sangat membantu,” tuturnya.
Iklan
"Deeskalasi” ketegangan di Tepi Barat Yordan
Habeck merupakan pejabat tinggi asing kedua yang berkunjung ke Tepi Barat sejak eskalasi teranyar antara Palestina dan Israel. Sebelumnya Menlu Turki, Mevlüt Cavusoglu, menemui Presiden Mahmoud Abbas, pada 24 Mei silam.
Ketegangan di Tepi Barat tidak kunjung mereda sejak pembunuhan terhadap reporter senior al-Jazeera, Shreen Abu Akleh, dalam sebuah operasi militer Israel, Maret silam. Sejak itu, sudah sebanyak 18 warga sipil Israel atau aparat keamanan yang tewas di tangan militan Palestina.
Eskalasi Kekerasan Israel-Palestina Korbankan Rakyat di Kedua Pihak
Aksi kekerasan terus memuncak antara Israel dan kelompok Hamas. Kehancuran melanda Jalur Gaza, roket menghantam Tel Aviv. Korban terbanyak adalah warga sipil, di kedua belah pihak.
Foto: Mahmud Hams/AFP/Getty Images
Gaza hadapi horor
Asap membumbung dan api membakar perumahan di Khan Yunis di Jalur Gaza yang jadi target serangan Israel Rabu (12/5). Aksi kekerasan dan saling serang kembali memuncak sejak beberapa hari terakhir.
Foto: Youssef Massoud/AFP/Getty Images
Warga mengungsi dalam kepanikan
Warga dievakuasi dari gedung di Jalur Gaza yang jadi target serangan Israel. Sedikitnya 56 warga Palestina di Jalur Gaza tewas akibat serangan Israel. Roket yang ditembakkan militan dari Jalur Gaza menewaskan 6 orang di Israel.
Foto: Mahmud Hams/AFP/Getty Images
Kehancuran di Gaza City
Israel menurut pernyatan sendiri menyebutkan, miiternya menyerang secara terarah bangunan di Gaza City yang dijadikan kantor kelompok militan atau dihuni pimpinannya.
Foto: Suhaib Salem/REUTERS
Roket di langit Tel Aviv
Kelompok militan Hamas yang berkuasa di Jalur Gaza menembakkan sejumlah roket ke Tel Aviv. Sistem pertahanan rudal Israel melindungi kota dan menghancurkan sebagian besar proyektil di udara atau mengalihkan jalurnya, untuk meminimalkan kerusakan.
Foto: AnAs Baba/AFP/Getty Images
Berlindung dengan cemas
Tapi sistem pertahanan udara "Iron Dome" tidak mempu melindungi 100%. Jika sirene mengaung, itu tanda bagi warga Israel untuk secepatnya mengamankan diri di "shelter perlindungan", tidak peduli apakah itu tengah malam atau dinihari.
Foto: Gideon Marcowicz/AFP/Getty Images
Bahaya tetap mengancam
Juga jika roket bisa dihancurkan atau dihalau, runtuhan puing bangunan tetap berbahaya. Seperti sebuah rumah di Yehud dekat bandara Ben Gurion yang hancur dihantam roket. Militer Israel melaporkan, sejak Senin (10/5) sedikitnya 1.000 roket ditembakkan dari Jalur Gaza ke wilayah Israel.
Foto: Gil Cohen-Magen/AFP/Getty Images
Cari perlindungan
Jika saat alarm berbunyi, warga tidak sempat mencari bunker perlindungan, mereka berusaha melindungi diri sebaik mungkin. Seperti warga di kota Ashkelon sekitar 10 km di utaraperbatasan ke Jalur Gaza ini.
Foto: Jack Guez/AFP/Getty Images
Batu dilawan gas air mata
Dalam beberapa hari terakhir, aksi bentrokan berat antara demonstran Palestina melawan militer Israel terjadi di berbagai kota. Di Hebron, kota di tepi barat Yordan yang diduduki Israel, demonstran melemparkan batu yang dibalas tembakan gas air mata oleh tentara Israel.
Foto: Hazem Bader/AFP/Getty Images
Ambil posisi dan bidik
Aparat keamanan Israel menembakkan gas air mata, peluru karet dan granat kejut untuk membubarkan demonstran. Pemicu demonstrasi warga Palestina antara lain ancaman pengusiran paksa di kawasan timur Yerusalem. Aksi ini akhirnya bermuara pada konflik terbuka.
Foto: Hazem Bader/AFP/Getty Images
Sampai kapan konflik berlangsung?
Saat ini tidak terlihat ada pertanda deeskalasi kekerasan. Warga Palestina di Gaza City ini mencari perindungan di halaman kantor perwakilan PBB, karena ketakutan akan jadi sasaran serangan Israel berikutnya.
Foto: Mahmud Hams/AFP/Getty Images
10 foto1 | 10
Israel sebaliknya menewaskan 46 warga Palestina, termasuk penduduk sipil, sejak awal tahun 2022.
"Di Israel dan antara wilayah Palestina, ketegangan terus meningkat belakangan ini, banyak kematian, lebih banyak lagi serangan oleh kelompok teror Palestina di Israel, aksi bersenjata serdadu dan aparat keamanan Israel di wilayah Palestina dan Yerusalem,” kata Habeck.
Jumat (3/6) lalu, aparat keamanan Israel menewaskan seorang remaja Palestina berusia 15 tahun, klaim Kementerian Kesehatan di Ramallah. Militer Israel mengaku pihaknya membalas serangan batu dan bom molotov terhadap aparat.
Di tengah ketegangan itu, Habeck mengaku akan berusaha "sedikit banyak mengembalikan isu de-eskalasi ke atas meja perundingan, sejauh yang Jerman mampu,” imbuhnya. "Jika berhasil, maka itu hal luar biasa.”