Warga Arab-Amerika Waspadai Tokoh Pro-Israel di Bawah Trump
Janelle Dumalaon
2 Januari 2025
Menjelang pelantikan Donald Trump sebagai presiden, warga keturunan Arab di Amerika Serikat menimbang bagaimana kebijakannya akan berdampak pada situasi di Timur Tengah, terutama terhadap perang di Jalur Gaza.
Iklan
Sudah beberapa pekan berlalu, tetapi Wasel Yousaf masih menyimpan sebuah foto di ponselnya, untuk membantu menghidupkan kembali kenangan bertemu seorang idola.
"Dia bercanda tentang betapa eratnya saya menjabat tangannya," kata Yousaf, sambil melihat gambar perkenalannya dengan calon presiden Partai Republik saat itu, Donald Trump, yang dikelilingi simpatisan berdarah Arab di Dearborn, Michigan.
Setelah pertemuan itu, sang idola telah menjadi presiden terpilih Amerika Serikat, terutama berkat dukungan suara di Michigan, daerah mengambang yang sebelumnya dikuasai Partai Demokrat.
Pergeseran dukungan elektoral didorong oleh para pemilih seperti Yousaf. Dia adalah koordinator Arab-Amerika di Michigan untuk Trump.
Insiden Penembakan Trump
Penembakan pada kampanye Donald Trump di Pennsylvania menggemparkan seluruh AS, bahkan dunia. Berikut foto-foto kejadian itu.
Foto: Brendan McDermid/REUTERS
Saat tembakan terjadi
Suara tembakan terdengar beberapa kali saat berlangsungnya kampanye kepresidenan Donald Trump di Butler, Pennsylvania. Pasukan keamanan dengan cepat berlari ke podium, melindungi Trump dan menuntunnya turun dari podium.
Foto: Gene J. Puskar/AP Photos/picture alliance
Pasukan keamanan bergegas mengamankan lokasi
Saat serangkaian suara tembakan terdengar, Donald Trump terlihat menyentuh telinga kanannya yang terluka. Para pasukan keamanan presiden kemudian bergegas menuju ke atas panggung untuk melindungi mantan presiden AS tersebut. Pasukan keamanan itu mengerumuni Trump, sementara pasukan lainnya mengamankan lokasi kejadian.
Foto: Evan Vucci/AP Photos/picture alliance
Telinga kanan Donald Trump terluka
Setelah mengerumuni Trump, pasukan keamanan membantunya untuk berdiri. Bercak darah terlihat pada wajah sebelah kanannya. Trump mengepalkan tangannya ke arah pendukungnya, seraya meneriakkan, "lawan, lawan, lawan." Banyak dari kerumunan meneriakkan, "Amerika, Amerika."
Foto: REUTERS
Foto untuk kampanye
Setelah pasukan keamanan membantu Trump untuk berdiri, mantan presiden AS itu mengangkat kepalan tangannya ke udara. Foto itu dengan cepat beredar di media sosial. Momen itu diambil oleh fotografer AP, Evan Vucci.
Foto: Evan Vucci/AP Photo/picture alliance
TKP: Lokasi kampanye di Pennsylvania
Trump baru saja memulai pidato kampanyenya, saat suara tembakan terdengar. Dia sedang berbicara tentang migran. Seorang saksi mata mengatakan kepada Reuters bahwa, pada awalnya, suara tembakan itu terdengar seperti kembang api, tapi orang-orang kemudian mulai berteriak. "Semua orang mulai panik. Sungguh kacau," katanya
Foto: Evan Vucci/AP Photo/picture alliance
Massa terkejut dan ketakutan
Satu orang di antara kerumunan tewas dan dua orang lainnya terluka parah, kata petugas keamanan. Seorang dokter di tengah massa bergegas membantu salah satu korban luka. Setelahnya, dokter itu menyatakan bahwa orang itu tertembak di kepala dan mengonfirmasi kematian korban.
Foto: Brendan McDermid/REUTERS
Seluruh dunia terkejut
"Upaya pembunuhan" menurut FBI ini menjadi berita utama di seluruh dunia. Presiden AS Joe Biden mengatakan dia merasa lega karena Trump selamat. Biden juga mengutuk serangan itu dengan mengatakan, "Tidak ada tempat di Amerika untuk kekerasan semacam ini." Wakil Presiden AS Kamala Harris, yang juga berkampanye di Pennsylvania, mengecam insiden ini.
Foto: Brian Snyder/REUTERS
Joe Biden: ‘Ini memuakkan’
Usai dari Delaware, Presiden AS Joe Biden kembali ke Washington dan berbincang dengan Donald Trump, setelah Trump keluar dari rumah sakit. Biden berterima kasih kepada pasukan keamanan yang telah membawa Trump ke tempat yang aman. Biden juga mengunggah di X dengan menuliskan, "Ini memuakkan. Ini memuakkan. Ini adalah salah satu alasan mengapa kita harus menyatukan negara ini."
Foto: Tom Brenner/REUTERS
Pengawalan ketat
Petugas polisi dari Pantai Rehoboth di Delaware bergegas mengamankan dan menjaga balai kota tempat Presiden AS Joe Biden berpidato setelah serangan yang terjadi pada Donald Trump, saingannya dalam Pilpres AS 2024.
Foto: Tom Brenner/REUTERS
FBI: Tidak ada 'ancaman lain di luar sana'
Beberapa jam setelah insiden penembakan, tim FBI mengambil alih penyelidikan. FBI mengonfirmasi adanya upaya "percobaan pembunuhan" terhadap Trump dan pihaknya telah berhasil mengidentifikasi penembaknya. Agen Khusus FBI Kevin Rojek mengatakan bahwa para pejabat "bekerja dengan tanggap" untuk kasus ini. FBI juga meyakini "tidak ada alasan" adanya ancaman lebih lanjut.
Foto: Brendan McDermid/REUTERS
Keamanan ekstra
Polisi Kota New York juga ikut berjaga-jaga di depan Trump Tower di Midtown Manhattan. Setelah meninggalkan rumah sakit, Donald Trump diperkirakan akan bermalam di kediamannya di New Jersey, menurut laporan The New York Times.
Foto: David Dee Delgado/REUTERS
Upaya pembunuhan paling serius sejak 1981
Anggota pasukan keamanan berpatroli di lokasi insiden penembakan Donald Trump di Pennsylvania. Serangan kali ini adalah upaya pembunuhan paling serius terhadap seorang presiden atau calon presiden sejak 1981, saat insiden penembakan Ronald Reagan. (kp/hp)
Foto: Brendan McDermid/REUTERS
12 foto1 | 12
Hilang jejak islamofobia
Di masa jabatan pertamanya, Donald Trump cenderung dimusuhi warga Arab- Amerika dan kaum muslim. Tak lama setelah menjabat pada tahun 2017, dia menandatangani perintah eksekutif yang melarang warga negara asing dari tujuh negara mayoritas muslim memasuki Amerika Serikat. Langkah itu oleh para kritikusnya dilabeli sebagai "larangan muslim".
Selama kampanye pemilu presiden 2024, dia mengatakan akan memberlakukan kembali larangan perjalanan dan memperluasnya untuk "melarang pemukiman kembali pengungsi dari daerah yang dilanda teror seperti Jalur Gaza."
Perang Gaza mencuatkan kekecewaan terhadap pemerintahan Partai Demokrat di bawah Presiden Joe Biden. Hasrat mengubah kebuntuan di Timur Tengah mendorong banyak pemilih Arab-Amerika untuk datang ke tempat pemungutan suara di Dearborn, yang memiliki populasi muslim terbesar di Amerika Serikat.
Banyak yang mengatakan, mereka kecewa dengan kegagalan Biden untuk mengendalikan pemboman Israel di Gaza, yang menurut otoritas lokal telah menyebabkan hampir 45.000 korban jiwa. Konflik teranyar dipicu serangan Hamas pada bulan Oktober 2023 yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyebabkan 250 orang disandera.
What Arab Americans hope from Trump's new administration
03:12
'Damai lewat senjata'
"Sebagian besar komunitas Arab yang beragam di sini terikat dengan akar dan tanah air mereka. Mereka kini menuntut perdamaian. Dan kampanye Trump mengisyaratkan doktrin perdamaian melalui kekuatan," kata Yousaf. "Hal ini membuat kami berharap akan berakhirnya semua perang di seluruh dunia di Ukraina, Gaza, Yaman, dan sekarang di Suriah."
"Saya ingin dia mengakhirinya, tetapi Israel harus menang," kata Trump. Ucapannya itu diartikan sebagai lampu hijau kepada Netanyahu untuk menumpas lawan. Selama kampanye, Trump menjanjikan perdamaian di Timur Tengah tetapi tidak menawarkan rencana yang jelas tentang cara mencapainya.
Iklan
Menunggu semua pihak lelah berperang
Bilal Irfan, seorang mahasiswa kedokteran yang sempat bekerja sukarela di sekolah-sekolah di Tepi Barat, merasa tidak yakin pemerintah AS akan mampu mewujudkan perdamaian.
"Sampai Anda melihat perubahan substansial pada pemerintahan Amerika yang belum terjadi, di mana mereka siap membatasi kebijakan Israel, maka Israel akan mendikte waktu, ruang lingkup, dan tingkat genosida yang ingin dilakukannya pada waktunya sendiri," kata Irfan.
"Saya pikir agak sia-sia mengharapkan pemerintahan Trump akan benar-benar membuat perubahan apa pun ketika mereka tidak melihat kebijakan luar negeri Amerika sebagai sesuatu yang independen dari Israel."
Organisasi kemanusiaan Amnesty International baru-baru ini menegaskan bahwa apa yang digencarkan Israel di Gaza adalah pembersihan etnis. Mahkamah Internasional juga memperingatkan bahwa pelanggaran Konvensi Genosida oleh Israel adalah hal yang "masuk akal".
Tuduhan genosida selama ini dibantah keras oleh Israel dan para pendukungnya, termasuk Jerman dan Amerika Serikat. Irfan mengatakan, dia hanya berharap pada realita bahwa perang tidak mungkin berlangsung selamanya.
"Saya lebih berharap karena lamanya waktu, bukan karena pemerintahan AS yang baru. Saya hanya berpikir semakin lama ini berlangsung, saya percaya dan berharap akan ada perubahan yang akan terjadi," katanya.
Potret Desa Muslim AS Yang Dicap "Sarang Teroris"
Pada dekade 1980-an sekelompok muslim membangun sebuah desa di tepi kota New York, AS, buat mencari kedamaian. Kini desa Islamberg dianggap sarang terorisme dan menjadi simbol permusuhan bagi kaum kanan Amerika.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Lennihan
Mencari Damai di Desa Kecil
Sebuah desa kecil sekitar 190 km dari New York menampung migran muslim dan menamakan diri "Islamberg." Suasana desa berpenduduk sekitar 40 keluarga yang asri dan nyaman terkesan kontras dengan tudingan miring yang dilayangkan kelompok kanan AS. Islamberg dianggap sebagai sarang terorisme,
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Lennihan
Mengasingkan Diri
Adalah pengikut tokoh Sufi asal Pakistan, Syeikh Mubarik Gilani, yang membangun pemukiman muslim di New York. Penduduknya kebanyakan adalah generasi kedua atau ketiga pendatang Afro-Amerika. Kendati banyak yang bekerja di luar kota, penduduk Islamberg cenderung tertutup. Satu-satunya kontak dengan dunia luar adalah lewat klub olahraga lokal.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Lennihan
Oase Terpinggirkan
Islamberg terletak agak terpencil di tepi gunung Catskill. Satu-satunya akses ke dunia luar adalah sebuah jalan sempit berbatu. Sebuah supermarket kecil memasok bahan pangan dan kebutuhan pokok untuk penduduk lokal. Hingga baru-baru ini semua warga terbiasa membiarkan pintu rumah terbuka saat berpergian.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Lennihan
"Mimpi Buruk Terparah AS"?
Belakangan Islamberg sering menjadi sasaran ujaran kebencian kelompok kanan AS. Blog Freedom Daily misalnya pernah mengklaim sebuah penggerebekan di Islamberg atas perintah Presiden Donald Trump mengungkap "mimpi buruk paling parah buat Amerika," yakni kamp pelatihan Jihad buat teroris. Tudingan tersebut kemudian dibantah oleh berbagai media besar.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Lennihan
Disambangi Kaum Kanan
Serangan terhadap Islamberg tidak sebatas ujaran kebencian. Tidak lama setelah geng motor "American Bikers Against Jihad" menyambangi Islamberg, seorang penduduk Tenessee ditangkap karena menyerukan pembakaran mesjid di Islamberg. Wali Kota Islamberg, Rashid Clark, menganggap kabar palsu dan ujaran kebencian terhadap desanya sebagai ancaman terbesar.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Lennihan
Pembelaan Kepolisian
Kepolisian setempat juga menepis tudingan tersebut. "Penduduk di sini adalah warga negara AS. Mereka telah hidup di sini sejak lebih dari 30 tahun. Mereka membangun komunitas dan menjalin kontak dengan dunia luar. Di sini tidak pernah ada masalah," kata James Barnes dari Biro Investigasi Kriminal Kepolisian New York.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Lennihan
Label Teror dari Dekade Lampau
Tudingan miring terhadap Islamberg antara lain terkait keberadaan organisasi Muslims of America (MoA) yang bermarkas di sana. Menurut pemerintah AS MoA adalah pecahan dari kelompok kriminal "Jemaat al-Fuqra" yang aktif pada dekade 1980-an. "Kalau kami melatih teroris sejak 30 tahun," kata Ketua MoA Hussein Adams, "kenapa sampai sekarang belum ada serangan?"
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Lennihan
Setumpuk Rasa Frustasi
Tudingan miring tersebut membuat frustasi penduduk Islamberg. "Mereka tidak mengganggu siapa pun," kata Sally Zegers, editor harian lokal Hancock Herald kepada Associated Press.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Lennihan
Normalisasi Kebencian
Hingga kini gelombang kebencian terhadap Islamberg belum mereda. Tahirah Clark yang bekerja sebagai pengacara hanya bisa berdoa sembari berharap segalanya akan berakhir. Namun hingga saat ini penduduk Islamberg harus membiasakan diri terhadap celotehan pedas kelompok konservatif kanan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Lennihan
9 foto1 | 9
Kabinet Pro-Israel di bawah Donald Trump
Ada suara-suara seperti dari Khalid Turaani, seorang aktivis Arab Amerika, yang memperingatkan bahwa situasi bagi orang-orang di Gaza dan orang-orang Arab di Amerika Serikat akan semakin buruk di bawah Trump.
Turaani merujuk pada pemilihan mantan Gubernur Arkansas Mike Huckabee sebagai duta besar untuk Israel. Huckabee pernah mengatakan bahwa"tidak ada yang namanya bangsa Palestina."
"Ketika dia menafikan bangsa Palestina, jika warga Palestina tidak ada, maka tidak ada genosida," kata Turaani. "Anda tidak dapat membunuh atau melakukan genosida terhadap sekelompok orang yang tidak ada. Saya pikir sepanjang sejarah ketika orang melakukan genosida, mereka menyangkal bahwa orang-orang itu ada."
Turaani mengatakan, dia juga khawatir tentang Trump yang memilih anggota kongres New York Elise Stefanik untuk menjadi duta besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa. Masa kecil yang dihabiskan di sebuah kamp untuk pengungsi Palestina di Suriah telah membuat Turaani mewaspadai sikap Stefanik terhadap badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk pengungsi Palestina, UNRWA.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Stefanik telah berulang kali menyatakan dukungannya terhadap keputusan Israel untuk menghentikan pendanaan UNRWA, dan meminta AS untuk melakukan hal yang sama, seperti yang dilakukan Trump pada tahun 2018.
"Nutrisi kami, makanan kami, ketika kami masih anak-anak di kamp pengungsi, berasal dari UNRWA. Pendidikan saya dari kelas satu hingga kelas sembilan berada di sekolah-sekolah yang didanai oleh UNRWA. Kami tidak punya apa-apa lagi," katanya. "Stefanik akan menindak PBB. Menggunakan kelaparan sebagai senjata perang akan dilanjutkan dengan seseorang seperti Stefanik."
Dalam minggu-minggu terakhir sebelum Trump kembali ke Gedung Putih, kedua pihak berlomba untuk mengamankan kesepakatan untuk memulangkan sandera Hamas dan gencatan senjata. Proses negosiasi telah gagal berulang kali selama 14 bulan perang di Gaza.
Akhir dari penderitaan di Gaza akan disambut baik oleh warga keturunan Arab di Amerika Serikat, terlepas dari siapa yang berkuasa di Gedung Putih. Namun bagaimana kebijakan Trump akan berimbas pada Palestina, serta warga Arab dan muslim Amerika masih menjadi pertanyaan terbuka.