1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

140311 Japan-Rückkehrer

14 Maret 2011

Meski harus rela membayar tiket pesawat yang jauh lebih mahal, sejumlah warga Jerman meninggalkan Jepang karena takut terjadi bencana atom.

Seorang petugas perpakaian khusus menuntun seorang warga keluar dari wilayah sekitar reaktor nuklir FukushimaFoto: picture-alliance/dpa

Hari Minggu (13/03), warga Jerman yang tiba di lapangan udara Frankfurt am Main disambut oleh keluarganya dengan berlinangan air mata dan penuh kegembiraan karena lega. Mereka nampak lelah, tetapi bahagia.

Florian Peine berada di Tokyo unutk mengunjungi saudaranya. Pria asal kota Wiesbaden itu menceritakan saudaranya di Jepang dalam keadaan baik. Ia sendiri ingin cepat-cepat pulang ke Jerman, karena takut terjadi bencana atom. Dari Tokyo ia pergi ke Osaka untuk terbang pulang ke Jerman.

Britta Lemke dan suaminya juga langsung balik ke Jerman karena kuatir akan ancaman bencana atom. Sebenarnya, mereka baru akan kembali Selasa (15/03). Mereka terpaksa bayar tiket pulang seharga 6.000 Euro. "Kami takut tidak bisa keluar dari Jepang. Kami berhasil mengambil pesawat terakhir ke Jerman," dikatkan Britta Lemke.

Suami Britta Lemke, Jonas Pieper menceritakan, ia sebelumnya sudah punya sikap kritis terhadap penggunanan energi nuklir. Kini dengan ancaman bencana atom yang merupakan dampak dari gempa bumi dan tsunami, pendiriannya semakin diperkuat. "Bila masih ada kalangan yang mencoba meyakinkan untuk menggunakan listrik yang dihasilkan tenaga nuklir dan berencana memperpanjang masa operasi PLTN, mereka belum memahami dampak yang bisa disebabkan oleh PLTN. Meskipun situasi di Jerman berbeda dengan di Jepang, dan pemerintahnya bisa saja disalahkan, mengapa kalian membangun PLTN di kawasan rentan gempa. Tetapi bencana apapun bisa saja terjadi di Jerman yang dapat menyebabkan bencana atom."

Sebagian warga Jerman yang kembali dari Jepang menduga, bahwa penduduk Jepang tidak mendapat informasi lengkap mengenai besarnya dampak bencana. Sebagian lagi begitu takjub, dengan ketabahan dan ketenangan warga Jepang menghadapi gempa bumi dan dampaknya yang mengenaskan.

Martin Bier menceritakan, tidak melihat ada massa yang panik atau ketakutan. Ia bekerja di Jepang, kira-kira 150 kilometer dari Fukushima dimana reaktor PLTN meledak. Ia menambahkan, "Tidak mungkin bisa tidur, karena selalu ada gempa susulan. Dan tidak ada yang tahu, seberapa besar kekuatan gempa yang bisa terjadi. Tas berisi baju telah siap, bila saya harus perdi dari sini. Tetapi yang paling saya takutkan adalah PLTN-nya.“

Kathrin Rudolph/Andriani Nangoy

Editor: Vidi Legowo-Zipperer