Warga Iran Diselimuti Rasa Takut Usai Serangan ke Israel
Youhanna Najdi
15 April 2024
Setelah serangan ke Israel, banyak warga Iran khawatir bahwa situasi yang bergejolak tersebut akan menyebabkan eskalasi serangan antara kedua negara. Warga pun bersiap hadapi kemungkinan serangan balasan dari Israel.
Iklan
Sejumlah pakar yang memantau perkembangan di Iran telah menyuarakan kekhawatirannya soal potensi respons Israel terhadap serangan pesawat nirawak (drone) dan rudal Iran akhir minggu. Mereka memperingatkan bahwa kedua belah pihak dapat dengan cepat melancarkan aksi balas-membalas serangan yang berbahaya.
Dalam siaran untuk kantor TV pemerintah, Komandan Garda Revolusi Iran, Jenderal Hossein Salami, mengatakan bahwa Teheran telah memasuki "persamaan baru", yang berarti bahwa setiap serangan Israel atas "kepentingan, aset, pejabat atau warga Iran akan mendapat balasan dari wilayah Iran."
Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran, Jenderal Mohammad Hossein Bagheri, juga memperingatkan bahwa "respons Iran akan jauh lebih besar dibanding aksi militer malam ini (Sabtu, 13 April 2024), jika Israel melakukan aksi balasan terhadap Iran."
Layaknya mempertegas posisi pemerintah, sebuah mural muncul pada Lapangan Palestina di Teheran, Iran. Mural yang ditulis dalam bahasa Persia dan Ibrani itu berisikan frasa: "Tamparan berikutnya akan lebih dahsyat”.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
‘Sentimen anti-Israel dalam DNA Iran‘
Kepada DW, seorang jurnalis Iran yang berbasis di Berlin, Hamed Mohammadi, mengatakan kalau Iran mengandalkan cara-cara militer untuk menunjukkan kekuatan, setelah tewasnya tujuh perwira tinggi dalam kejadian yang disebut Teheran sebagai sebuah serangan terhadap kedutaanya di Damaskus, awal April 2024.
"Sentimen anti-Israel ada dalam DNA Republik Islam (Iran). Dengan pendekatan ini, konflik di wilayah tersebut akan meningkat secara bertahap," ujarnya.
"Eskalasi belakangan ini menandai fase baru, yang secara efektif memberi Israel lampu hijau untuk memberikan tindakan yang lebih agresif, bahkan di dalam wilayah Iran."
Namun banyak warga Iran yang merasa khawatir dengan ancaman konflik yang meningkat. Mereka pun bersiap menghadapi kemungkinan serangan balasan Israel ke kota-kota di Iran.
Lini Masa Pertikaian Arab Saudi dan Iran
Bukan kali pertama Iran dan Arab Saudi bersitegang. Sepanjang sejarahnya, hubungan kedua negara acap mengalami pasang surut menyusul konflik politik atau agama. Inilah sejarah modern permusuhan dua ideologi dalam Islam
Foto: DW Montage
Damai berbayang kecurigaan
Hubungan Iran dan Arab Saudi baru tumbuh sejak kekuasaan Syah Reza Pahlevi dan Raja Khalid. Kedua negara sebelumnya sering direcoki rasa saling curiga, antara lain karena tindakan Riyadh menutup tempat-tempat ziarah kaum Syiah di Mekkah dan Madinah. Perseteruan yang awalnya berbasis agama itu berubah menjadi politis seiring dengan eskalasi konflik di Timur Tengah dan Revolusi Islam 1979.
Foto: picture alliance/AP Images
Pendekatan usai Revolusi Islam
Raja Khalid sempat melayangkan ucapan selamat kepada Ayatollah Khomeini atas keberhasilan Revolusi Islam 1979. Tapi hubungan kedua negara memburuk menyusul perang Iran-Irak dan kisruh Haji 1987. Puncaknya, Riyadh memutuskan hubungan pada 1987, ketika Khomeini mengecam penguasa Saudi sebagai "Wahabi yang tidak berperikemanusiaan, ibarat belati yang menusuk jantung kaum Muslim dari belakang."
Foto: Getty Images/Afp
Keberpihakan dalam Perang Iran-Irak 1980
Saat berkobar perang Iran-Irak, Arab Saudi sejak dini menyatakan dukungan terhadap rejim Saddam Hussein di Baghdad. Riyadh memberikan dana sumbangan sebesar 25 milyar US Dollar dan mendesak negara-negara Teluk lain untuk ikut mengisi pundi perang buat Irak. Demi menanggung biaya perang, Arab Saudi menggenjot produksi minyak yang kemudian mengakibatkan runtuhnya harga minyak di pasar dunia.
Foto: picture-alliance/dpa
Kisruh Haji 1987
Mengikuti ajakan Ayatollah Khomeini, jemaah Iran setiap tahun berdemonstrasi di Mekkah dan Madinah menentang Israel. Tradisi sejak 1981 itu tidak pernah diperkarakan, kecuali pada 1987, ketika polisi memblokade jalan menuju Masjid al-Haram. Akibat bentrokan, 402 jemaah Iran tewas dan 649 luka-luka. Setelah kedutaannya di Teheran diserbu massa, Riyadh memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran.
Foto: farhangnews
Kontroversi program nuklir Iran
Arab Saudi sejak awal menolak program nuklir Teheran. Sikap itu tidak berubah bahkan setelah tercapainya Perjanjian Nuklir di Vienna tahun 2015. Riyadh menilai kesepakatan tersebut "sangat berbahaya." Desakan kepada Iran untuk bekerja sama dengan pengawas nuklir PBB juga disampaikan Saudi pada awal 2023.
Foto: Irna
Pemberontakan Houthi di Yaman, 2004
Hubungan Iran dan Arab Saudi kembali menegang setelah kelompok Syiah Zaidiyah di Yaman mengobarkan pemberontakan. Riyadh menuding Teheran mengompori perang bersaudara dan mencampuri urusan dalam negeri Yaman dengan memasok senjata. Iran sebaliknya menuding Arab Saudi menghkhianati perannya sebagai mediator konflik dengan membombardir minoritas Houthi di utara Yaman.
Foto: picture alliance/Y. Arhab
Perang proksi di Suriah, 2011
Dukungan Iran atas rejim Bashar Assad di Suriah sejak lama dianggap duri dalam daging oleh Arab Saudi. Sejak 2011, Riyadh aktif memasok senjata buat oposisi Sunni di Suriah. Kerajaan di Riyadh juga menjadi yang pertama kali mengecam Assad seputar "tindakan represif pemerintahannya terhadap demonstrasi anti pemerintah," ujar Raja Abdullah saat itu.
Foto: picture-alliance/AP/Vadim Ghirda
Tragedi Mina 2015
Bencana memayungi ibadah Haji 2015 ketika lebih dari 400 jemaah Iran meninggal dunia di terowongan Mina akibat panik massa. Iran menuding pemerintah Arab Saudi ikut bertanggungjawab. Riyadh sebaliknya menyelipkan isu bahwa tragedi itu disebabkan jemaah haji Iran yang tak mau diatur. Kisruh memuncak saat pangeran Arab Saudi, Khalid bin Abdullah, mendesak agar Riyadh melarang masuk jemaah haji Iran.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Eksekusi Mati Al-Nimr 2016
Sehari setelah pergantian tahun Arab Saudi mengeksekusi mati 46 terpidana, antara lain Syeikh Nimr al-Nimr, seorang ulama yang aktif membela hak-hak minoritas Syiah yang kerap mengalami represi dan diskriminasi di Arab Saudi. Al-Nimr didakwa terlibat dalam terorisme. Sebagai reaksi Pemimpin Spiritual Iran, Ayatollah Ali Khamenei melayangkan ancaman, bahwa Saudi akan mendapat "pembalasan tuhan."
Foto: picture alliance/dpa/Y. Arhab
Drama di Lebanon
Pada November 2017 Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri mengumumkan pengunduran diri dari Riyadh, Arab Saudi, dan menyalahkan Iran terkait kebuntuan politik di Beirut. Langkah itu diyakini bagian dari manuver Arab Saudi untuk memprovokasi perang antara Iran dan Hizbullah dengan Israel. Saudi dan Iran berebut pengaruh di Lebanon pasca penarikan mundur pasukan Suriah 2005 silam.
Foto: picture-alliance/dpa/AP/Lebanese Official Government/D. Nohra
Narasi damai di awal 2023
Menyusul mediasi Cina, pemerintah Arab Saudi sepakat memulihkan hubungan dengan Ira pada Maret 2023. Kesepakatan tersebut disusul pembukaan kembali relasi dengan Suriah dan perundingan damai dengan pemberontak Houthi di Yaman. Sebelumnya, negara-negara Teluk juga sepakat mengakhiri perpecahan dengan Katar, sekutu dekat Iran di Teluk Persia.
Foto: Iran's Foreign Ministry/WANA/REUTERS
11 foto1 | 11
Pada Minggu (14/04), departemen DW bahasa Persia mengamati beberapa unggahan di media sosial yang menunjukkan antrean panjang di sejumlah pom bensin. Hal ini dilakukan warga Iran untuk mengantisipasi kenaikan harga bensin secara tiba-tiba.
Swalayan juga dipenuhi oleh pembeli yang memborong kebutuhan pokok berupa beras dan roti, dan mata uang Iran, rial, sempat jatuh ke rekor terendahnya terhadap dolar AS di pasar terbuka, demikian menurut laman pemantau valuta asing Bonbast.
Iklan
Banyak warga Iran rasakan ‘ketidakpastian‘ masa depan
Seorang penulis dan analis Iran, Soroush Mozaffar Moghadam, melakukan kontak dengan sejumlah warga Iran lewat jejaring media sosial selama beberapa jam usai serangan tersebut. Dia mengatakan bahwa banyak orang yang tampak kebingungan, takut, cemas dan ragu-ragu.
"Di antara mereka yang saya ajak berkomunikasi, terkait konsekuensi soal serangan balasan militer Israel ke Iran, rasa pesimistik soal masa depan dan ketidakpastian menjadi emosi yang paling dominan” kata Moghadam, yang telah meninggalkan Iran karena protes anti-pemerintah tahun 2022.
Moghadam meyakini bahwa sebagian besar warga Iran tidak mendukung kebijakan resmi Republik Islam (Iran), tetapi merasa tidak berdaya untuk melakukan perubahan.
"Satu orang yang saya ajak bicara, seorang pemuda, menekankan bahwa dia melihat tidak ada kepastian akan masa depan dan percaya bahwa kebanyakan orang tidak dapat mempengaruhi perilaku agresif dari pemerintah,” pungkas Moghadam.