1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Warga Irlandia Tolak Traktat Reformasi Eropa

Luky Setyarini13 Juni 2008

Mayoritas warga Irlandia menyatakan tidak setuju terhadap Traktat Reformasi Eropa. Kekecewaan melanda para politisi Uni Eropa di Brussel.

Grafiti anti Traktat Lisabon di Dublin, Irlandia. Tiga tahun setelah Konstitusi Eropa ditolak warga Prancis dan Belanda dalam referendumnya, Uni Eropa kembali menghadapi krisis.
Grafiti anti Traktat Lisabon di Dublin, Irlandia. Tiga tahun setelah Konstitusi Eropa ditolak warga Prancis dan Belanda dalam referendumnya, Uni Eropa kembali menghadapi krisis.Foto: AP

Sorak sorai menyambut hasil referendum terhadap Traktat Reformasi Eropa di Irlandia. Lebih dari 860 ribu warga Irlandia menyatakan menolak, sementara warga yang menyatakan setuju berkisar 750 ribu orang. Komisi Referendum Irlandia juga menyatakan, hanya sekitar 53 persen warga berhak pilih yang memberikan suaranya dalam referendum itu.

Tiga tahun setelah Konstitusi Eropa ditolak warga Prancis dan Belanda dalam referendumnya, Uni Eropa kembali menghadapi krisis. Menurut jadwal yang ditentukan, proses pengesahan Traktat Reformasi Eropa atau Traktat Lisabon oleh semua negara anggota, dilakukan sebelum akhir tahun 2008. Seterusnya Traktat Lisabon diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2009, sebelum pemilu Parlemen Eropa. Dari 27 negara anggota Uni Eropa, hanya Irlandia yang mengadakan referendum terhadap traktat ini karena diwajibkan demikian oleh konstitusinya.

Penolakan warga Irlandia terhadap Perjanjian Lisabon tersebut tentu mengundang kekecewaan banyak pihak. Presiden Republik Ceko Vaclav Klaus mendesak untuk dihentikannya seluruh proses ratifikasi Traktat Lisabon. Namun Perdana Menteri Luxemburg Jean-Claude Juncker mengatakan, jika menyerah maka seluruh sasaran Uni Eropa tidak akan tercapai pada 1 Januari 2009.

Ketua Komisi Eropa Jose Manuel Barroso menyatakan, “Proses ratifikasi dilakukan oleh 27 negara. 18 negara sudah menyatakan setuju dan Komisi Eropa yakin bahwa proses ratifikasi harus dilanjutkan.”

Barroso menambahkan, Komisi Eropa tentu kecewa karena mengharapkan hasil yang berbeda. Namun, Komisi Eropa juga menghargai hasil referendum.

Ungkapan senada juga dilontarkan Sekretaris Negara Prancis Urusan Eropa, Jean Pierre Jouyet. Ini penting, karena Prancis mulai 1 Juli 2008 mengambil alih Dewan Kepresidenan Uni Eropa. Jouyet mengatakan, “Hal terpenting adalah kelanjutan proses ratifikasi di negara lain. Saya yakin, akan berjalan lancar. Hal kedua adalah, di akhir proses ini, Uni Eropa harus berunding dengan Irlandia, kompromi legal apa yang dapat dicapai dengan mereka.”

Usai pengumuman hasil referendum, Perdana Menteri Irlandia Brian Cowen mengatakan bahwa keputusan warga Irlandia untuk menolak Perjanjian Lisabon menempatkan pemerintahnya dalam posisi serba salah. Tapi Cowen juga berharap untuk dapat menemukan solusi kompromi agar tujuan Perjanjian Lisabon dapat diterapkan oleh seluruh anggota Uni Eropa.

Pekan depan, para pemimpin negara anggota Uni Eropa akan bertemu di Brussel untuk membicarakan langkah selanjutnya. Sebelumnya, para menteri luar negeri Uni Eropa juga dijadwalkan akan mengadakan pertemuan hari Senin mendatang (16/06).