Warga Jakarta Lagi-lagi Dibikin Repot Aneka Galian Jalan
8 Oktober 2024Tumpukan seng yang disusun membentuk kotak menutupi lubang besar yang menganga. Di satu sisinya tertulis "Mohon maaf, perjalanan Anda terganggu karena revitalisasi pipa air." Seng-seng ini dipasang sampai menutupi setengah badan jalan raya dan menyebabkan bottle neck alias penyempitan beberapa ruas jalan.
Mengutip kantor berita Antara, Penjabat Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Heru Budi Hartono menyebut proyek galian adalah bagian dari upaya menghadapi krisis air bersih. Hal ini disebutnya juga menjadi tugas dan tanggung jawab PAM Jaya. Tujuan galian ini diharapkan bisa mengurangi penurunan muka tanah yang terjadi setiap tahun.
"Kalau kita tidak lakukan sejak sekarang, krisis air bersih akan menghadang kita," ucapnya.
Tak cuma pipa air, galian juga banyak dijumpai akibat revitalisasi trotoar. Beberapa ruas jalan di Jakarta dan Bekasi seperti Jl. Rasuna Said, Jl. Gatot Subroto, Jl. Prof Dr. Satrio, hingga Jl. Jatiwaringin dipenuhi seng-seng pembatas galian itu sehingga menyebabkan kemacetan panjang.
Tahu informasi galian dari media sosial
Yohanes Bintang yang setiap hari berkendara untuk menuju ke kantornya, juga merasakan dampak galian tersebut.
"Cukup terganggu, karena jalanan yang biasanya enggak macet sekarang jadi semakin padat karena jalanan yang menyempit dan ditambah pasar tumpah yang mulai beroperasi. Macetnya dobel," ucapnya kepada DW Indonesia. "Enggak bisa diapa-apain juga, cuma bisa sabar dan paling cari jalan alternatif."
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Pria yang disapa Bintang ini mengatakan tahu alasan galian tersebut dari media sosial.
"Tiba-tiba saja ada. Pemberitahuannya ada tapi galian sudah ada duluan. Kalau nggak di-up di media sosial, kayanya nggak banyak orang termasuk saya yang tahu itu galian apa."
Yoga Hartoyo juga punya pendapat sama. Dia merasa terganggu karena macet yang ditimbulkan oleh galian tersebut, khususnya saat berangkat dan pulang kerja.
"Biasanya berangkat kerja 45 menit, tapi sekarang 1 jam lebih karena galian yang tak kunjung selesai," katanya kepada DW Indonesia.
Makin banyak galian, makin lama di jalan
"Akhir tahun kemarin dan berjalan selama 5 bulan ada galian dekat perumahan saya yang katanya untuk memperbaiki pembuangan air dan reservoir karena terkenal dengan banjir ketika hujan deras yang lama. Nah proyek selesai tuh awal tahun 2024 dan langsung hujan deras seperti dites langsung oleh alam tapi hasilnya nihil. Semakin parah banjirnya dan jalanannya menjadi jelek karena dibikin lubang-lubang pembuangan air di tengahnya dan bukan pinggir seperti pada umumnya jalanan."
Yoga pun berharap pemerintah bisa melakukan riset mendalam sebelum eksekusi agar tidak sering-sering ada galian tiap tahunnya.
Di Jatiwaringin, Jakarta Timur, kemacetan parah karena maraknya galian juga dikeluhkan oleh Anastasia Malyati. Meski mobilitasnya tak lagi tinggi, sesekali dia masih bepergian keluar rumah dengan menggunakan kendaraan umum.
"Saya dapat kiriman chat dari ketua RT kalau akan ada galian, katanya dari September sampai Desember. Tapi pas kemarin saya lihat di spanduk pinggir jalan, katanya kok sampai Mei 2025 ya," ucapnya kepada DW Indonesia.
"Selain itu, jadinya macet banget. Keluar tol Jatiwaringin itu memang sudah macet, tapi sekarang ada galian di tengah jalan dekat keluar tol. Itu macet sekali. Sampai pegal duduk di taksi online."
Anastasia mengaku terkejut saat hendak mengantar suaminya ke rumah sakit. Saat itu untuk keluar tol saja yang biasanya butuh waktu 5 menit, dia menghabiskan waktu 1 jam.
Butuh koordinasi terpadu
Menanggapi kondisi ini, Pengamat Tata Kota Nirwono Joga mengatakan bahwa hal ini disebabkan oleh "cara membangun yang salah."
"Ada tiga masalah besar yang dihadapi sekarang ini. Yang pertama adalah, tidak ada pembangunan infrastruktur yang baik. Dari dulu selalu begini, terus berulang sejak 20 tahun lalu. Artinya, setiap tahun pasti ada galian dan pasti bikin macet, tidak ada terobosan,” ucapnya kepada DW Indonesia.
"Selain itu masalah kedua, pemerintah tidak ada informasi lengkap ke masyarakat. Harusnya kan sudah ada program sepaket yang direncanakan matang. Dan ketiga adalah Jakarta tidak punya rencana induk soal utilitas."
Saat ini, dia menilai tak ada koordinasi antara pihak-pihak terkait. Tidak hanya Bina Marga, tetapi juga antara pemerintah daerah, DPRD, sampai kepolisian. Jika semuanya terpadu dan memiliki rencana induk, kemacetan bisa diminimalisasi.
"Tolong bikin rencana bersama-sama, yang terpadu, satu paket antara air, utilitas, trotoar, gas. Jadi kalau mau bongkar, bongkar semua, enggak satu-satu, jadi kaya nyicil seperti sekarang ini. Tidak ada koordinasi dan pastinya pemborosan anggaran. Anehnya juga, sudah mau musim hujan kok baru sekarang dibuat untuk penanggulangan air dan banjir?"
"Selain itu, tingkat pengawasan juga sangat kurang. Karena memakai ruas badan jalan maka pengawasan juga harus ekstra ketat, pejalan kaki harus diperhatikan, pengguna kendaraan juga. Karena mereka juga harus bertanggung jawab dengan keamanan dan keselamatan warga."
Perhatikan keamanan dan keselamatan pengguna jalan
Nirwono juga menyarankan untuk menetapkan berbagai strategi saat membangun. Misalnya dengan menggunakan jam kerja yang berbeda dengan aktivitas umum warga.
"Seperti di kota lain di dunia, proyek penggalian ini dimulai di malam hari sampai pagi. Jadi ketika pagi saat orang kantor mulai bekerja, mereka tidak beraktivitas juga di sana. Dan kalau weekend dipadatkan, jadi ada target waktu kapan mereka bisa selesai.
Terkait hal itu, Nirwono juga mengingatkan para calon kepada daerah untuk berbenah dan menganggap keamanan dan keselamatan warga lebih serius.
"Masyarakat Jakarta itu punya toleransi yang tinggi soal ini, macet pun dijalani. Maka jangan menjadi permakluman. Undang-undang PU sudah ada kok soal pembangunan jalan, tapi yang belum diatur itu adalah cara membangun tanpa harus mengganggu aktivitas warga."
Editor: Arti Ekawati