Warga Jepang Antusias dengan Olimpiade tapi Khawatir Corona
3 Maret 2021
Menurut survei, warga Jepang tertarik dengan Olimpiade Tokyo 2020 namun tak ingin ajang olahraga tersebut diselenggarakan karena situasi pandemi Corona.
Iklan
Mayoritas warga Jepang mengatakan, mereka antusias dengan Olimpiade Tokyo, meskipun 58 persen mengatakan tak ingin ajang pertandingan olahraga tersebut diselenggarakan karena alasan pandemi COVID-19. Demikian menurut jajak pendapat Yomiuri pada Rabu (03/03).
Survei dilakukan pada 18 Januari hingga 25 Februari, saat Jepang sedang menerapkan keadaan darurat dan pembatasan ketat guna mencegah penyebaran virus corona. Dalam survei itu, 30 persen responden mengatakan mereka ‘’sangat tertarik’’ terhadap Olimpiade Tokyo, dan 40 persen lainnya mengatakan ''cukup tertarik''.
Hanya saja, kekhawatiran terkait penyebaran virus corona membuat sebagian besar responden menentang diselenggarakannya Olimpiade Tokyo tahun ini. Meskipun 58 persen menentang, namun persentasenya sekitar 20 persen lebih rendah dibandingkan jajak pendapat sebelumnya.
Jumlah penonton dibatasi
Jika Olimpiade tetap diselenggarakan sesuai rencana, 91 persen responden mengatakan harus ada pembatasan penonton atau tidak diizinkan ada penonton sama sekali.
Aturan Jaga Jarak dan Higiene Saat Pandemi Covid-19, Apakah Ampuh?
Saat pandemi COVID-19, jaga jarak itu penting. Tapi aturan jarak yang ditetapkan, tidak akan dapat mencegah penyebaran virus secara nyata yang amat kompleks. Juga banyak fenomena baru dalam penularan virus corona.
Foto: picture-alliance/dpa/B. Wüstneck
Harap jaga jarak minimal 1,5 meter
Pandemi Covid-19 memunculkan serangkaian aturan baru. Salah satunya jaga jarak minimal 1,5 meter. Selain itu faktor higiene dan mengenakan masker. Namun, hal itu tidak menjelaskan bagaimana realita penyebaran virus SARS-CoV2 lewat aerosol yang amat rumit. Demikian laporan para peneliti dari Oxford dan London di Inggris serta Cambridge di AS dalam British Medical Journal akhir Agustus lalu.
Foto: picture-alliance/dpa/J. Büttner
Dari mana asalnya aturan jarak 2 meter?
Pakar kedokteran Jerman Carl Flügge tahun 1897 sarankan agar menjaga jarak 2 meter dari penderita TBC agar tidak tertular. Partikel cairan yang yang mengandung bakteri streptococcus disemburkan saat penderita batuk, masih menular pada jarak 2 meter. Riset lainnya pada tahun 1948 menunjukkan, sekitar 90% bakteri tuberkolosa yang disemburkan saat batuk, tidak sampai mencapai jarak 1,70 meter.
Foto: picture-alliance/dpa/PA/Jordan
Jarak dua meter tidak mencukupi
Riset dari tahun 1948 itu dipublikasikan dalam American Medical Journal. Namun, juga ditunjukkan sekitar 10% bakteri mencapai jarak lebih jauh, hingga 2,90 meter. Foto ilustrasi menunjukkan, warga yang berjemur di bantaran sungai Rhein ikut aturan menjaga jarak berupa lingkaran berdiameter dua meter. Tapi sekarang yang kita hadapi adalah virus SARS-CoV2 bukan bakteri TBC.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Becker
Virus menyebar lewat aerosol
Virus lebih kecil dari bakteri, dan mampu mengambang di udara selama beberapa jam dan bisa menyebar dalam ruangan. Karena itu para ahli menyarankan, bukan hanya jaga jarak dua meter sebagai kriteria keamanan. Melainan juga beberapa faktor lainnya: ventilasi ruangan, memakai masker, dan jangan berbicara atau menyanyi terlalu kencang.
Foto: picture-alliance/dpa/Bayerischer Rundfunk
Jangan batuk atau menyanyi
Sejumlah riset teranyar juga menunjukkan, saat batuk atau bersin paket virus bisa tersembur hingga jarak 8 meter. Juga berbicara kencang atau menyanyi, membuat turbulensi aerosol di dalam ruangan. Jika berbicara lirih, seperti di perpustakaan dan orang berada di udara terbuka, jarak antara dua orang bisa jauh lebih dekat.
Foto: Getty Images/AFP/A. McBride
Berapa lama aman berada di dalam ruangan?
Yang juga menentukan untuk mitigasi bahaya, adalah lamanya berada dalam ruangan yang terkontaminasi dan berapa banyak orang berada dalam ruangan. Dari beragam faktor ini, para ahli membuat model seperti lampu pengatur lalu lintas. Yang jelas: di dalam ruangan dengan banyak orang, sebaiknya hanya tinggal sebentar, masukkan udara segar, memakai masker, dan bicara lirih.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Hoppe
Fenomena kontak hanya semenit
Kontak sangat singkat mencukupi untuk terinfeksi virus pemicu COVID-19. Contoh kasus di AS, di mana seorang sipir tertular virus corona dari seorang narapidana, padahal dia hanya kontak beberapa menit saja. Karenanya jawatan kesehatan AS-CDC terapkan aturan baru yang lebih ketat. Definisi kontak erat adalah: jarak di bawah dua meter, minimal 15 menit namun terakumulasi dalam waktu 24 jam. (as/rap)
Meskipun jumlah infeksi COVID-19 di Jepang lebih rendah dibandingkan dengan Amerika Serikat (AS) dan banyak negara eropa, namun wilayah Tokyo dan sekitarnya tetap dalam keadaan darurat.
Jepang memberlakukan pembatasan jumlah penonton untuk pertandingan olahraga dan festival budaya besar, serta menutup bar dan restoran. Jepang juga masih melarang kedatangan orang asing non-residen.
Perusahaan di Jepang tolak Olimpiade 2020
Sebuah jajak pendapat Reuters yang diterbitkan bulan lalu menunjukkan bahwa hampir dua pertiga perusahaan Jepang juga menentang penyelenggaraan Olimpiade seperti yang telah dijadwalkan. Angka ini berubah dari survei sebelumnya yang justru lebih banyak menunjukkan dukungan.
Jepang sejauh ini mengonfirmasi 431.250 kasus COVID-19 dan 7.931 kematian pada hari Senin (01/03). Media lokal Jepang melaporkan pada Selasa (02/03) malam waktu setempat bahwa Tokyo dan tiga wilayah prefektur sekitarnya akan meminta pemerintah untuk memperpanjang keadaan darurat sekitar dua minggu dari penetapan awal yang dijadwalkan berakhir pada 7 Maret.