1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Warga Köln Hidup Lebih Ramah Lingkungan

24 Agustus 2011

Di Jerman, setiap orang tiap tahunnya rata-rata keluarkan 11 ton karbondioksida, lebih dari setengahnya dari rumah tangga. Seberapa mungkin rumah tangga kurangi konsumsi energi? 90% rumah tangga di Köln ikut kajiannya.

** FILE ** The Cologne cathedral is seen in this file picture taken May 10, 2005 in Cologne, Germany. The UNESCO on Wednesday July 13, 2005 decided to keep the city's famed cathedral on a list of endangered cultural sites. The U.N. agency named the cathedral a World Heritage Site in 1996 and put the site on its endangered list last year, arguing that four new high-rise buildings being built across the Rhine River could block dramatic views of the cathedral and ruin the skyline. (AP Photo/Hermann J. Knippertz)
Foto: AP

Di atas meja makan keluarga Kording, terdapat seteko  air keran. Keluarga itu lebih memilih air keran ketimbang air minum kemasan plastik. Putra-putra Kording juga minum dari air keran, dan sang ayah, Kai Kording tak keberatan dengan hal itu.  Hanya sang ibu, Gabi, yang cemas. Dia selalu membaca adanya kuman dan zat beracun. Namun demikian ia mengatakan, apa yang ada dalam pikirannya adalah, ketika orang berdiri di depan mesin pengembalian botol kemasan di supermarket dan memecahkan plastik-plastik botol itu, sungguh tak nyaman. "Saya merasa bersalah, kemana harus membuang kemasan botol plastik bekas air minum ini.”

Kai und Gabi KortingFoto: DW

Seorang konsultan organisasi konsumen menyarankan diadakan uji coba air di rumahnya. Sehingga Gabi Kording dapat mengetahui seberapa baik kualitas air minumnya.  Konsultan ini sudah kedua kalinya mengunjungi rumah tangga warga Köln itu. Ia membawa banyak formulir kuesioner dan daftar pengecekan, dan tak lupa juga membawa souvenir berupa peta rute bersepeda di dalam dan di sekitar Köln. Keluarga Kording tinggal di rumah bergaya rumah pertanian, yang di belakangnya terbentang kebun. Anak-anak kebanyakan menggunakan sepeda atau bus bila ke sekolah atau klub olahraga. Sementara sang ayah, Kai Kording mengendarai mobil bila ke kantor.

Lebih Ramah Lingkungan

Ia bercerita, "Setiap hari saya pakai mobil ke kantor dan mungkin bisa lebih banyak kesempatan untuk berbuat lebih baik daripada naik mobil. Bila saya harus bekerja di hari Sabtu misalnya, maka dapat dipertimbangkan, apakah tak perlu menggunakan mobil pada hari tersebut, ketika kita tak harus terburu-buru, mungkin bisa pakai sepeda saja. Kemudian dilihat apakah ini berfungsi. Bila ini berfungsi baik, kita dapat menggunakan sepeda juga sewaktu-waktu pada hari kerja.“

Keluarga Kording punya dua mobil. Mereka belum berencana membeli mobil baru, padahal mobil lamanya yang Mercedes sangat boros, sesal Kai Kording. "Tapi orang-orang mungkin dapat mempertimbangkan soal berkendaraan. Sedapat mungkin untuk jalur pendek, ke supermarket, ke toko roti pagi-pagi, pada akhir pekan misalnya bisa jalan kaki, atau naik sepeda, atau pakai skateboard,“ demikian Kai Kording. Keluarga Kording siap untuk bersikap ramah lingkungan, selangkah demi selangkah, dalam kehidupan keseharian.

Demonstrasi menentang tenaga nuklir di KölnFoto: dapd

"Iklim Sehari-Hari"

Frank Waskow dari Yayasan Konsumen Nord Rhein Westfallen yang memimpin proyek penelitian "Iklim Sehari-Hari“ memaparkan problem yang dihadapi dalam mengajak orang berhemat energi. Kebanyakan orang hanya melakukan langkah teknis. Ia memaparkan, "Katakanlah, orang-orang menukar bohlam dengan lampu hemat energi. Mereka melakukannya tapi bukan karena mengerti mengapa harus dilakukan dalam perilaku sehari-hari. Kita di sini berangkat dari skala yang betul-betul kecil, relatif sederhana, dimana banyak orang  melakukannya, seperti melakukan sesuai dengan yang seharusnya dilakukan pada tempatnya. Namun kemudian banyak yang lupa! Mereka sebetulnya  tahu itu sangat diperlukan dan kita mencoba untuk menerobos rutinitas mereka dengan langkah-langkah kecil hemat energi ini.“

Di rumah tangga lain, bersama seorang konsultan, Özlem Mani mendiskusikan daftar penghematan energinya. Asisten dokter ini di rumah aktif menggunakan komputer. Namun kini ia memasang modus hemat energi di komputernya dan mencabut stop kontak bila tak menggunakannya. Ia menjelaskan, "Secara pribadi, saya ingin berada di jajaran pertama, yang ingin mengubah gaya hidup, betapa mudah dan tepat untuk kesehraian kita. Kita bisa mengubah kehidupan sekarang, menyangkut penghematan energi dan perlindungun lingkungan.“

Skyline Köln di malam hariFoto: dpa

Özlem Mani menambahkan,  penting juga untuk mengotomatiskan kebiasaan sehari-hari. Ia tahu bahwa alat elektronik dalam posisi stand by, tetap menyerap daya listrik. "Ini harus dibiasakan, bagaimana kita melihat, apakah pintu sudah ditutup atau kompor sudah dimatikan? Seharusnya otomatis, bagaimana orang bertanggungjawab terhadap upaya perlindungan lingkungan,“ demikian Özlem Mani

Pengurangan Emisi Karbon Rumah Tangga

Dalam percobaan, ingin dikurangi  emisi karbon di rumah tangga hingga seperempatnya di  tiga bidang: penggunaan energi,  pola makan dan mobilitas. Bagi masing-masing rumah tangga yang ambil bagian dalam proyek ini, tidak ada persyaratan khusus, demikian dijelaskan pemimpin proyek Frank Vaskov. "Membagi separuh porsi daging, tidak sama seberat bila  contohnya memutuskan untuk memasang sistem energi ekologis. Rumah tangga yang memakai energi ekologis,bisa memotong hingga 50 persen emisi karbon dioksida. Rumah tangga yang mengurangi konsumsi dagingnya, kemungkinan hanya berkurang10 persennya saja,“ dijelaskan Vaskov.

Meskipun proyek uji coba ini baru pada tahap awal, para konsultan iklim merasa yakin, bahwa banyak orang memikirkan tentang perlindungan iklim dan penghematan, namun mereka sering kekurangan dorongan maupun informasi mengenainya, untuk bisa mengatakan 'kini saya juga melakukan penghematan energi.' Demikian dijelaskan Vaskov. Lewat proyek barunya, yayasan konsumen ingin memberikan dorongan dan kesadaran membangun keseharian yang bersahabat dengan alam. Proyek ini berlangsung selama enam bulan dan akan dievaluasi pada akhir tahun ini.

Matilda Jordanova-Duda / Ayu Purwaningsih

Editor: Hendra Pasuhuk