1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Warga Palestina Protes Penggusuran Paksa di Yerusalem Timur

7 Mei 2021

Kepolisian dan pemukim Yahudi bentrok dengan warga Palestina menyusul aksi penggusuran di Yerusalem Timur. Kisruh dipicu oleh tuntutan organisasi Israel yang mengklaim kepemilikan rumah keluarga pengungsi Palestina.

Warga Arab Palestina (ki.) bersitegang dengan pemukim Yahudi (ka.) di Yerusalem Timur, (6/5).
Warga Arab Palestina (ki.) bersitegang dengan pemukim Yahudi (ka.) di Yerusalem Timur, (6/5).Foto: Ammar Awad/REUTERS

Bentrokan antara kepolisian Israel dan warga Palestina memasuki malam kedua pada Kamis (6/5). Warga Arab di kawasan Sheikh Jarrah memrotes penggurusan paksa empat warga Palestina dari kediamannya.

Kepemilikan rumah yang dihuni keluarga pengungsi Palestina sejak 1948 itu diklaim oleh organisasi Yahudi, dan dibenarkan oleh putusan pengadilan. 

Mahkamah Agung Israel sebenarnya dijadwalkan menggelar sidang dengar perkara mengenai kasus ini, Senin (10/5) depan. Namun kekerasan keburu meletup ketika warga Yahudi menempati paksa rumah yang diperebutkan setelah tenggat pada 2 Mei dibiarkan lewat.

Kepolisian Israel mengaku sejauh ini telah menahan tujuh orang atas dugaan "penganiayaan” dan mengklaim situasinya "sudah terkendali.” 

Dalam sebuah video yang beredar di media sosial, seorang ibu pemilik rumah menemui warga Yahudi yang kini menempati rumahnya sembari berkata, "Anda mencuri rumah saya!”, yang disambut "Jika saya tidak mencurinya, orang lain akan melakukannya.”

Demonstran Palestina juga bertukar kata kasar dengan politisi kanan Israel, Itamar Ben-Gvir, yang datang ke Sheikh Jarrah dan berulangkali menegaskan "rumah ini milik kami”.

Peta sebaran pemukiman Yahudi dan Arab Palestina di Yerusalem Timur.

Tumpang tindih klaim sejarah

Sheikh Jarrah adalah kawasan yang dihuni mayoritas Arab Palestina dan berjarak hanya 2 kilometer dari kota tua Yerusalem. 

Menurut laporan al-Jazeera, sebanyak 28 keluarga Palestina yang tergusur dari Yafa dan Haifa Usai perang 1948, diizinkan mengungsi ke kawasan ini oleh Yordania, yang saat itu menguasai Yerusalem Timur.

Pemerintah di Amman berjanji akan memberikan sertifikat kepemilikan lahan kepada para pengungsi. Namun hal ini urung terjadi hingga 1967, ketika Israel menganeksasi Yerusalem Timur

Awal tahun ini, Pengadilan Yerusalem memutuskan rumah itu secara legal milik organisasi Yahudi, Nahalat Shimon, yang membuktikan telah membeli tanah beberapa dekade silam. Menurut laporan al-Jazeera, organisasi nasionalis Yahudi ini sebelumnya pernah menggugat kepemilikan rumah milik puluhan keluarga Palestina lain. 

"Tanah ini adalah tanah Palestina. Dan kami, penghuni wilayah ini, tidak bisa menerima bahwa tanah ini diklaim milik mereka, tanah ini adalah milik kami,” kata Nabeel al-Kurd, lansia 77 tahun yang terancam digusur.

Kasus itu kini diintervensi pemerintah Yordania, yang mengeluarkan dokumen resmi untuk mendukung klaim keluarga pengungsi Palestina.

Mahkamah Agung Israel awalnya menyerukan kedua pihak untuk mencari kompromi. Sidang pada senin depan akan memutuskan apakah korban penggusuran berhak mengajukan banding atas putusan pengadilan.

Proses banding bisa berlangsung hingga bertahun-tahun.

"Kami menolak penggusuran ini,” kata Mona al-Kurd, salah seorang warga Sheikh Jarrah. "Para pemukim ingin kami mengakui hak properti mereka, itu mustahil.”

Yehonatan Yosef, aktivis Nahalat Shimon, yang mengklaim kepemilikan tanah, mengatakan keluarga Palestina menolak "setiap tawaran kompromi,” katanya. "Ini masalah mereka.”

rzn/hp (afp,rtr)

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya