Warga Polandia Protes Untuk Mempertahankan Keanggotaan UE
11 Oktober 2021
Warga Polandia menggelar unjuk rasa untuk menunjukkan dukungan mereka kepada Uni Eropa. Unjuk rasa terjadi setelah pengadilan konstitusional negara itu memutuskan UU Polandia lebih diutamakan daripada UU UE.
Iklan
Orang-orang di seluruh Polandia berkumpul di kota-kota besar, termasuk Warsawa, Krakow dan Poznan, pada Minggu (10/10) untuk menunjukkan dukungan bagi keanggotaan negara itu di Uni Eropa (UE).
Para demonstran berkumpul di Castle Square Warsawa sambil mengibarkan bendera Polandia dan UE. Mereka menyanyikan lagu kebangsaan dan meneriakkan "Kami tetap" dan "Kami adalah Eropa!"
Unjuk rasa terjadi setelah putusan pengadilan tinggi menyatakan konstitusi Polandia mengesampingkan beberapa undang-undang UE. Para kritikus terhadap partai penguasa konservatif Polandia, PiS, mengatakan pengadilan itu dipenuhi sekutu-sekutunya dan oleh karena itu tidak sah. Mereka khawatir keputusan terbaru dapat menyebabkan keluarnya Polandia dari UE.
Koresponden DW Jack Parrock mengatakan pengunjuk rasa di rapat umum itu mengirim pesan yang jelas bahwa mereka ingin tetap berada di bawah UE, banyak yang mengatakan kepada Parrock bahwa mereka khawatir anak-anak mereka akan tumbuh di luar blok beranggotakan 27 negara itu.
"Kembali pada tahun 2003 ketika Polandia menandatangani perjanjian UE untuk bergabung dengan UE di lapangan ini, ada adegan serupa, bendera UE dikibarkan, tetapi saat itu ada kegembiraan, kali ini ada kekhawatiran dan tuntutan agar pemerintah menolak usulan tersebut dan kampanye ini yang mencoba dan menjaga konstitusi Polandia di atas bagian-bagian tertentu dari hukum UE," kata Parrock.
Brexit: Tarik Ulur Politik Inggris Keluar Dari Uni Eropa
Inggris kejutkan dunia dengan hasil referendum 23 Juni 2016 yang sepakat keluar dari Uni Eropa. Mulailah rentang waktu penuh kisruh, tarik uluk dan adu kekuatan politik di Eropa terkait Brexit.
Foto: picture-alliance/empics/Y. Mok
Juni 2016: Kehendak Rakyat Inggris
Hasil referendum yang diumumkan 24 Juni 2016, hampir 52 persen dari pemilih setuju, Inggris keluar dari Uni Eropa. Perdana Menteri Inggris saat itu, David Cameron dari partai konservatif menerima "kehendak rakyat Inggris, dan mengundurkan diri sehari setelah referendum..
Foto: picture-alliance/dpa/A. Rain
Juli 2016: Brexit berarti Brexit
Mantan Menteri Dalam Negeri, Theresa May gantikan posisi Cameron sebagai Perdana Menteri pada 11 Juli. Ia menjanjikan´Brexit berarti Brexit´. Sebelumnya, May diam-diam dukung kampanye Inggris tetap di Uni Eropa. Dia tidak secara jelas mengatakan kapan akan memulai pembicaraan diberlakukannya Pasal 50 Perjanjian Uni Eropa terkait masa dua tahun sebelum Inggris resmi keluar Uni Eropa.
Foto: Reuters/D. Lipinski
Maret 2017: Kami siap Berpisah
May tandatangani nota diplomatik untuk memulai Pasal 50, 29 Maret. Beberapa jam kemudian, Duta Besar Inggris untuk UE, Tim Barrow serahkan nota itu kepada Presiden Dewan Eropal, Donald Tusk. Inggris dijadwalkan keluar dari Uni Eropa 29 Maret 2019. Tusk merespon nota itu dengan komentar: “Kami sudah siap berpisah. Terima kasih dan selamat tinggal”.
Foto: picture alliance / Photoshot
Juni 2017: Perundingan Dimulai
Menteri Brexit, David Davis dan ketua jururunding UE, Michel Barnier memulai perundingan di Brussel pada 19 Juni. Perundingan pertama diakhiri dengan kesepakatan Inggris akan mematuhi aturan UE terkait sisa negosiasi. Tahap pertama membahas persyaratan keluarnya Inggris dan tahap kedua membahas hubungan UE dan Inggris pasca-Brexit.
Foto: picture alliance/ZUMAPRESS.com/W. Daboski
Juli – Oktober 2017: Uang, Hak-hak dan Irlandia
Tahap kedua perundingan dimulai dengan berfoto bersama tim Inggris yang terlihat tak siap. Perundingan gagal raih kemajuan terkait tiga masalah pasca-Brexit: Berapa banyak yang masih harus dibayar Inggris ke anggaran UE, bagaimana dengan hak warga negara UE dan Inggris dan apakah Inggris tetap dapat membuka perbatasan antara Irlandia dan Irlandia Utara.
Foto: Getty Images/T.Charlier
November 2017: May Tunjukkan Kemajuan?
Kemajuan baru terlihat setelah putaran perundingan ke-6 di awal November. Inggris setuju untuk membayar 57 miliar Euro atau sekitar Rp 900 triliun sebagai “biaya perceraian”. Awalnya May hanya mau membayar 20 juta, padahal UE telah menghitung biayanya sebesar 60 juta Euro. Laporan konsensi Inggris ini memicu kemarahan di kalangan politikus dan media pro-Brexit.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Hoppe
Desember 2017: Maju ke fase ke-2
Para pimpinan dari 27 anggota UE secara resmi menyetujui “kemajuan yang cukup” itu untuk diteruskan ke fase kedua: transisi periode pasca-Brexit dan masa depan hubungan perdagangan UE-Inggris. Perdana Menteri Theresa May mengungkapkan kegembiraannya atas keputusan ini, sebaliknya Presiden Dewan Eropa, Tusk memperingatkan bahwa perindingan putaran kedua akan “sangat sulit.
Foto: picture-alliance/AP Photo/dpa/O. Matthys
September 2018: Tidak ada ceri untuk Inggris
Proposal May tidak berjalan mulus. Pada pertemuan puncak di Salzburg akhir September, para pimpinan UE sampaikan kepada May bahwa proposalnya tidak dapat diterima. Presiden Dewan Eropa,Tusk menyindir May lewat Instagram dengan postingan foto mereka yang sedang melihat sepotong kue: “Sepotong kue barangkali? Maaf, tidak ada ceri”. Ini sindiran bahwa Inggris cuma mau keuntungan sepihak dari Eropa.
Foto: Reuters/P. Nicholls
November 2018: Kemajuan di Brussel
Para pimpinan UE dukung draft kesepakatan perceraian serta deklarasi politis soal hubungan pasca-Brexit setebal 585 halaman. Draft ini dikecam habis anggota parlemen yang pro maupun kontra Brexit dalam perdebatan di Parlemen Inggris beberapa minggu sebelumnya. Menteri Brexit, Dominic Raab bersama dengan beberapa menteri mencoba memicu mosi tidak percaya di bulai Mei.
Foto: Getty Images/AFP/E. Dunand
Desember 2019: May Lolos Dari Mosi Tidak Percaya
Menghadapi oposisi yang sulit, May menunda pemungutan suara di parlemen pada 10 Desember. Besoknya ia bertemu Kanselir Jerman, Angela Merkel untuk mencari kepercayaan diri dalam meyakinkan para anggota parlemen yang skeptis kembali ke kesepakatan. Sementara ia pergi, anggota parlemen dari Partai Konservatif ajukan mosi tidak percaya. May menang mosi kepercayaan di hari berikutnya.
Foto: Getty Images/S. Gallup
Januari 2019: Kesepakatan ditolak
Kesepakatan Brexit May, ditolak Parlemen Inggris dengan 432 suara dan hanya 202 suara mendukungnya. Sebagai respon hasil tersebut, Presiden Dewan Eropa, Donald Tusk sarankan agar Inggris tetap bertahan di Uni Eropa. Partai Buruh Inggris menyerukanmosi tidak percaya terhadap Perdana Menteri. Ini adalah tantangan berat dalam kepemimpinan kedua May dalam bulan-bulan terakhir.
Foto: Reuters
11 foto1 | 11
Mengapa orang Polandia pro-UE khawatir?
PiS Polandia telah berselisih dengan UE selama enam tahun, terutama setelah serangkaian reformasi peradilan disahkan, yang menyebabkan Komisi Eropa membuka beberapa proses pelanggaran terhadap Warsawa.
Iklan
Reformasi peradilan diperdebatkan di Pengadilan Eropa, yang memutuskan pada bulan Maret bahwa peraturan baru untuk menunjuk hakim agung dapat melanggar hukum Uni Eropa, memerintahkan pemerintah sayap kanan untuk menangguhkan mereka.
Tetapi pengadilan tinggi Polandia menolak gagasan itu, dengan memutuskan pada pekan ini bahwa beberapa pasal dalam perjanjian UE "tidak sesuai" dengan konstitusi negara itu dan mengatakan bahwa lembaga-lembaga UE tidak boleh "bertindak di luar lingkup kompetensi mereka" dengan mengganggu reformasi peradilan Polandia.
Karena keunggulan undang-undang UE adalah persyaratan untuk keanggotaan, orang Polandia yang pro-UE khawatir bahwa keputusan pengadilan mungkin mendorong negara itu untuk memilih apakah akan melepaskan keanggotaan UE atau bahkan menghadapi pengusiran.
Pemimpin oposisi utama negara itu, Donald Tusk, menghadiri protes pada Minggu (10/10) dan menyerukan agar orang Polandia bersatu untuk membela keanggotaan Polandia yang terus berlanjut di UE.
"Kami menginginkan Polandia yang independen, taat hukum, demokratis, dan adil," kata Tusk kepada pengunjuk rasa di Warsawa.
"Tempat Polandia ada di Eropa," katanya. "Kami akan menang karena kami mayoritas."