Wawancara: "Abu Sayyaf Sekarang Hanya Sebuah Merek"
5 Mei 2016
Abu Sayyaf lagi-lagi jadi perhatian media, setelah mengklaim pemenggalan kepala warga negara Kanada yang mereka sandera. Pengamat politik Joseph Franco berbicara kepada DW tentang aksi dan motivasi kelompok itu.
Iklan
DW: Apa yang ingin dicapai Abu Sayyaf Group (ASG) dengan pemenggalan kepala warga negara Kanada John Ridsdel baru-baru?
Joseph Franco: ASG sudah sering membunuh sandera mereka diculik, kalau uang tebusan tidak dibayar. Tapi ketika mereka membunuh seorang sandera Barat, itu jadi berita besar. Biasanya mereka membiarkan sanderanya hidup untuk ditukar dengan uang tebusan yang maksimal. Insiden terakhir yang saya dalam pemenggalan kepala sandera Barat adalah warga Amerika Guillermo Sobero, 11 Juni 2001. Sobero dibunuh oleh ASG karena mengklaim bahwa dia adalah agen CIA.
Tapi, motif utama ASG sebenarnya adalah motif ekonomi. Dalam kasus Ridsdel ini, saya menduga pemenggalan itu dilakukan setelah kematiannya. Ridsdel memang sudah cukup tua, 68 tahun, dan ada laporan bahwa dia sudah sakit di hutan. Jadi sangat mungkin bahwa Ridsdel meninggal di perjalanan. Lalu mereka melakukan pemenggalan untuk meningkatkan tekanan pada pemerintah Kanada dan Norwegia, yang warganya masih disandera.
Bahkan jika ada kebijakan resmi Filipina yang menolak membayar uang tebusan, berita tentang pemenggalan bisa mendorong anggota keluarga untuk memutuskan secara pribadi buat membayar uang tebusan.
Industri penculikan di wilayah selatan Mindanao punya jaringan "broker" dan "fasilitator". Jadi perundingan bisa lebih rumit daripada dengan geng kriminal biasa. Memberitakan bahwa pembunuhan ini terinspirasi oleh apa yang disebut "Negara Islam" (IS) adalah tidak akurat. Abu Sayyaf sudah melakukan pemenggalan kepada, jauh sebelum IS ada.
Tapi ASG telah mendeklarasikan diri sebagai bagian dari IS. Apa mereka memang bermaksud mendirikan sebuah "khilafah" di Filipina selatan?
ASG mengklaim dirinya Islam, namun ideologi itu sudah menipis sejah terbunuhnya pendiri mereka, Abdurajak Janjalani, tahun 1998. Salah satu saudara Abdurajak memang berusaha keras membuat ASG sebagai kelompok ideologis, tapi dia juga meninggal tahun 2006.
Pada saat itu, faksi yang lebih ingin mendapat uang, dipimpin oleh Ghalib Andang dan Abu Sabaya, muncul sebagai faksi terbesar dan terluat. Sedangkan klaim kesetiaan kepada IS dinyatakan oleh pemimpin kelomook di Pulau Basilan, yang jadi bagian dari ASG. Mereka ini faksi yang relatif miskin, karena itu mereka mencoba segala hal untuk mendapatkan perhatian dari IS dan berharap ada bantuan dana.
Tetapi kenyataannya, Abu Sayyaf sekarang tinggal sebuah merek. Mereka bukan lagi kelompok yang terorganisasi. Geng-geng penculikan dan kelompok kriminal belajar dengan cepat, bahwa mereka akan lebih dianggap kalah diakui sebagai bagian dari Abu Sayyaf.
Inilah Profil Abu Sayyaf
Kelompok Abu Sayyaf dikenal tanpa ampun memenggal sandera & musuhnya. Warga Indonesia tak luput jadi sasaran penculikan. Siapa dan bagaimana sepak terjang organisasi separatis di Filipina ini?
Foto: picture-alliance/dpa/L. Castillo
Melawan invasi Soviet di Afghanistan
Abu Sayyaf Group (ASG) didirikan sekitar tahun 1990 oleh Abdurajak Abubakar Janjalani, yang makin radikal setelah berpergian ke negara-negara Timur Tengah. Tahun 1988, Janjalani dilaporkan berjumpa Osama bin Laden di Pakistan dan berjuang bersama melawan invasi Soviet di Afghanistan. Setelah itu, Janjalani mulai mengembangkan misinya untuk mengubah Filipina selatan menjadi negara Islam.
Foto: AP
Merekrerut Eks MNLF
Setelah secara permanen kembali ke Filipina dari Timur Tengah, Janjalani merekrut anggota dari Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) yang kecewa dengan organisasinya, untuk menjadi cikal bakal ASG. Eks-MNLF ini dikenal lebih radikal dalam ideologi mendirikan negara Islam independen daripada mantan organisasi induknya.
Foto: picture-alliance/AP Photo/N. Butlangan
Lokasi geografis & jumlah anggota
Abu Sayyaf dalam bahasa Arab berarti bapak ahli pedang. Kelompok separatis Abu Sayyaf terdiri milisi yang berbasis di sekitar kepulauan selatan Filipina, seperti Jolo dan Basilan. Menurut kantor berita Associated Press, jumlah pengikutnya hingga tahun 2015 sekitar 400 orang.
Militer dan WNA jadi sasaran
Sepanjang tahun 1990-an, ASG beralih menggunakan aksi kekerasan untuk mendapatkan pengakuan, antara lain terlibat dalam pemboman, penculikan, pembunuhan, dan serangan terhadap pemeluk Kristen dan orang asing. ASG juga membidik militer Filipina sebagai sasaran kekerasan.
Foto: Reuters
Janjalani tewas, ASG pun retak
Setelah pasukan polisi Filipina tewaskan Janjalani dalam baku tembak 1998, ASG retak. Satu faksi dipimpin saudaranya, Khadaffy Janjalani, faksi lain dipimpin Galib Andang. Ketika aliran dana Al Qaida berkurang, kelompok teror itu mencari uang lewat penculikan. Tahun 2000, ASG menculik 21 orang dari sebuah resor di Malaysia. Foto: Mereka berpose di kamp setelah membebaskan 3 sandera
Foto: picture-alliance/dpa
Jadi target operasi anti teror AS
Sebagai buntut dari serangan Al Qaida 11 September, 2001 di Amerika Serikat, ASG juga jadi target pasukan AS dan Angkatan Bersenjata Filipina (AFP) di bawah Operation Enduring Freedom. Galib Andang ditangkap tahun 2003.
Foto: AP
Konsolidasi dan serangan mematikan
ASG konsolidasi lagi & lakukan beberapa serangan besar di awal 2000-an. Termasuk serangan paling mematikan di Manila Bay yang menewaskan 116 orang tahun 2004. Terpidana terorisme Indonesia Umar Patek, pernah didapuk jadi anggota Majelis Syura Abu Sayyaf pada tahun 2005-2006. Kini ia menawarkan bantuan negosiasi guna bebaskan 10 sandera asal Indonesia.
Foto: AP
Penculikan dan pemenggalan
Sejak 2007 ASG sering mengancam untuk memenggal kepala sandera jika tak diberikan uang tebusan. Kebanyakan korban penculikan adalah warga Filipina, orang asing di Filipina selatan, termasuk wisatawan dan pekerja asing. Beberapa analis dan pejabat pemerintah menilai ASG lebih menyerupai geng kriminal daripada sebuah organisasi ideologis.
Foto: picture-alliance/dpa
Terkecil, tidak dianggap, tapi paling radikal
Lantaran tidak diajak bernegosiasi, ASG 2014 silam berusaha melemahkan putaran terakhir perundingan damai antara pemerintah dan separatis Filipina. Juli 2014, ASG menewaskan 21 Muslim yang merayakan akhir Ramadhan di Jolo, sebagai balasan atas dukungan mereka dalam proses perdamaian. Di tahun yang sama 2 warga Jerman diculik Abu Sayyaf. Operasi pembebasan dilakukan besar-besaran.
Foto: Reuters
Mendukung ISIS
Tahun 2014 sekelompok orang yang mengaku anggota ASG memublikasikan video untuk mendeklarasikan loyalitas terhadap ISIS. Para ulama dan pejabat percaya bahwa kesetiaan ASG kepada IS semata-mata untuk mempromosikan kepentingan sendiri. IS diyakini tidak memberikan dana atau dukungan material lain untuk ASG.
Foto: picture-alliance/dpa
Sandera Jerman dibebaskan
Bulan September 2014, ASG mengancam akan membunuh sandera Jerman, menuntut Jerman membayar tebusan dan menarik dukungannya kepada AS. Stefan Okonek dan Henrike Dielen ditangkap pada April 2014 ketika kapal pesiar mereka mengalami kerusakan di sekitar Pulau Palawan, Filipina. Dua sandera ini akhirnya dibebaskan 17 Oktober 2014 setelah para militan mendapat uang tebusan.
Foto: REUTERS/Armed Forces of the Philippines
Pembebasan warga Italia
Selain 10 sandera warga Indonesia, beberapa warga asing ikut menjadi korban penculikan dan ancaman pemenggalan tahun ini. Satu di antaranya,warga Italia, Rolando Del Torchio, yang dibebaskan April silam. Saat ini Abu Sayyaf dipimpin oleh Isnilon Hapilon, seorang warga Filipina yang kini jadi buronan Amerika.
Foto: picture-alliance/AP Photo/Armed Forces of the Philippines Western Mindanao Command via AP
12 foto1 | 12
Bagaimana ASG terstruktur? Apakah organisasi memiliki hubungan dengan kelompok teror lain di kawasan dan di seluruh dunia?
ASG sudah bukan organisasi lagi. Mereka adalah kumpulan longgar dari berbagai faksi di provinsi Basilan dan Sulu. Mereka terpecah menjadi kelpompok-kelompok kecil yang bersenjata. Para pemimpinnya sering punya hubungan kekerabatan.
Sebagian besar dari anggota yang bergabung dengan ASG adalah rakyat miskin. Mereka sebagian besar petan, yang kemudian direkrutuntuk ikut kegiatan kriminal. Tanpa bendera Islam, mereka tidak jauh berbeda dengan geng-geng kriminal lain. Saudara-saudara dari Janjalani memang pernah ikut berperang di Afghanistan melawan Uni Soviet.
Salah satu pemimpin ASG, almarhum Abu Sabaya. Dia awalnya penjahat kecil saja. Tapi beberapa pemimpinnya adalah mantan komandan Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF), yang menjadi kecewa dengan perjanjian perdamaian tahun 1996.
Saya kira, ASG akan berusaha mengambil keuntungan dari musim pemilihan presiden mendatang, untuk meningkatkan tekanan mereka. Tapi saya ragu, mereka akan mampu mengulangi aksi-aksi seperti tahun 1990-an, dengan melakukan pemboman di kota. Karena aksi-aksi itu tidak membantu mereka dalam bisnis penculikan.
Joseph Franco adalah Research Associate Fellow dengan Centre of Excellence untuk Keamanan Nasional (Cens), unit konstituen dari S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS), Nanyang Technological University di Singapura.