1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialGlobal

WEF 2024: Para Miliarder Dorong Pajak Bagi Orang Super Kaya

22 Januari 2024

Para miliarder dan jutawan meminta para pemimpin dunia di Forum Ekonomi Dunia untuk memerangi ketidaksetaraan sosial dengan mengenakan pajak pada orang sangat kaya. Namun, ada perlawanan politik.

Logo World Economic Forum di Davos
Setiap tahun, para pemimpin bisnis dan politik global bertemu di DavosFoto: Markus Schreiber/AP/picture alliance

"Kami terkejut bahwa Anda gagal menjawab pertanyaan sederhana yang telah kami ajukan selama tiga tahun, kapan Anda akan mengenakan pajak atas kekayaan ekstrem?" demikian isi surat terbuka dari sebuah inisiatif bernama Proud to Pay More. Surat tersebut ditujukan kepada para pemimpin dunia yang berkumpul di Davos, dan diserahkan kepada para pemimpin dunia yang berkumpul di resor ski Swiss pada hari Rabu (17/01). Para penandatangannya menuntut pajak yang lebih tinggi untuk dikenakan pada orang-orang super kaya. 

Banyak dari para penandatangannya adalah orang-orang terkaya di dunia. Proud to Pay More terdiri dari setidaknya 260 miliarder dan jutawan yang mengatakan bahwa langkah-langkah progresif harus diambil "untuk mengatasi peningkatan dramatis terkait ketimpangan sosial." Mereka mengatakan bahwa dunia berada dalam "titik kritis", yang dapat menghasilkan "risiko terhadap stabilitas ekonomi, sosial, dan ekologi kita sangat parah  dan terus meningkat setiap hari. Singkatnya, kita perlu bertindak sekarang."

Mereka mengatakan bahwa dorongan untuk pajak yang lebih adil mewakili "kembalinya normalitas," dengan alasan bahwa memajaki orang kaya akan "mengubah kekayaan pribadi yang ekstrem dan tidak produktif menjadi investasi untuk masa depan demokrasi kita bersama."

'Kami percaya bahwa kami harus dikenakan pajak lebih tinggi'

"Setiap saat penundaan akan mengukuhkan status quo ekonomi yang berbahaya, mengancam norma-norma demokrasi kita, dan mewariskan kerugian kepada anak cucu kita," tulis para penandatangan, yang meliputi ahli waris Valerie Rockefeller, Abigail Disney, dan Marlene Engelhorn, seorang berkebangsaan Austria yang kakek moyangnya, Friedrich Engelhorn, mendirikan perusahaan bahan kimia Jerman, BASF. "Kami tidak hanya ingin dikenakan pajak lebih tinggi, tetapi kami meyakini bahwa kami harus dikenakan pajak lebih tinggi."

Engelhorn, yang telah mengkritik fakta bahwa Austria tidak memiliki pajak warisan, baru-baru ini menjadi berita utama ketika ia mengatakan bahwa ia ingin mendistribusikan kembali 25 juta euro atau setara dengan 27 juta dollar dari kekayaan warisannya.

"Saya telah mewarisi kekayaan, dan karena itu kekuasaan, tanpa melakukan apa pun untuk itu," katanya kepada wartawan. Dia telah membentuk Dewan yang Baik untuk Redistribusi untuk mengembangkan solusi demi "kepentingan masyarakat secara keseluruhan."

Marlene Engelhorn ingin mendistribusikan kembali sebagian kekayaan warisannyaFoto: Hannes P. Albert/dpa/picture alliance

Orang kaya semakin kaya, lebih kaya dan kaya raya

Kesenjangan antara si kaya dan si miskin terus melebar di seluruh dunia. Menurut Laporan Ketidaksetaraan Dunia 2022, sekitar 38% dari peningkatan kekayaan global antara tahun 1995 dan 2021 jatuh ke tangan 1% orang kaya. Hanya 2% kekayaan global yang dikuasai kelompok rentan, yaitu 4 miliar orang termiskin di dunia. Dan setelah merebaknya pandemi COVID pada 2020, kekayaan miliarder global meningkat lebih dari sebelumnya.

Di seluruh dunia, sudah ada beberapa upaya untuk mengenakan pajak yang lebih tinggi pada mereka yang memiliki kekayaan ekstrem. Contohnya, pada kampanye presiden 2019 di Amerika Serikat, Senator Elizabeth Warren mengusulkan "pajak ultra-miliarder" untuk setiap dolar kekayaan bersih di atas 50 juta dollar.

Namun, tidak mudah untuk menerapkan langkah-langkah tersebut. "Para penandatangan petisi di Davos sebagian besar adalah para ahli waris yang tidak secara aktif menjalankan sebuah perusahaan, dan oleh karena itu merasa tidak nyaman dengan kekayaan besar yang tidak mereka hasilkan sendiri," jelas Stefan Bach dari Institut Penelitian Ekonomi Jerman (DIW) di Berlin. "Namun mereka cenderung menjadi suara yang terisolasi."

Ia mengatakan bahwa sebagian besar orang super kaya lebih tertutup dalam hal ini. Memang, ada perlawanan politik yang kuat dari asosiasi-asosiasi bisnis, yang, berkat kerja sama mereka dengan kelompok-kelompok lobi, umumnya memiliki hubungan yang baik dengan para politisi tingkat tinggi.

Brasil adalah salah satu negara yang kesenjangan antara si kaya dan si miskin paling terlihatFoto: picture-alliance/dpa

Pergeseran Eropa ke kanan membuat perubahan tidak mungkin terjadi

Secara umum, tidak masuk akal bagi suatu negara untuk bertindak sendiri ketika mengenakan pajak pada orang kaya. "Perusahaan-perusahaan besar dan internasional dan tentu saja, orang-orang super kaya, semuanya bermain sesuai dengan hukum internasional," lanjut Bach, menjelaskan bahwa para miliarder dapat dengan mudah pindah ke negara lain yang memiliki peraturan perpajakan yang lebih menguntungkan. "Tidak ada yang diperoleh jika, pada akhirnya, hanya perusahaan-perusahaan kecil dan menengah Jerman yang berperilaku baik yang akan terkena dampaknya karena mereka tetap setia kepada negara mereka."

Namun, ia menunjukkan bahwa menghasilkan lebih banyak pemasukan untuk kas negara melalui kombinasi yang seimbang antara kenaikan pajak pada kelompok pendapatan teratas atau dengan pajak kekayaan adalah mungkin. "Tetapi, tentu saja, ini hanya dapat dilakukan dengan cara yang dikoordinasikan secara internasional," katanya, seraya menambahkan bahwa telah ada beberapa upaya yang berhasil untuk membatasi penghindaran pajak oleh perusahaan-perusahaan besar pada tahun 2021.

Lebih dari 130 negara, yang bersama-sama menyumbang 90% dari output ekonomi dunia, juga telah menyepakati tarif pajak minimum 15% untuk perusahaan, dan dengan demikian berusaha mencegah perusahaan pindah ke negara lain dengan tarif pajak yang lebih baik. Tahun lalu, beberapa anggota parlemen Uni Eropa mengusulkan pajak minimum global yang serupa atas kekayaan pribadi yang sangat tinggi.

Namun Bach meragukan bahwa akan ada perkembangan dalam hal ini dalam waktu dekat, dan hal ini sebagian disebabkan oleh pergeseran umum pandangan ekonomi politik ke kanan di seluruh Eropa.

"Hampir tidak ada mayoritas sayap kiri yang tersisa," ujarnya, menjelaskan bahwa dalam hal kebijakan pajak, penting untuk memiliki partai-partai konservatif dan liberal, namun partai-partai ini pada dasarnya lebih ramah bisnis. Ia mengatakan bahwa di Jerman, tidak akan ada yang terjadi "dalam waktu dekat," dan "lebih sulit lagi untuk mengkoordinasikan hal seperti ini dalam skala internasional."

(bh/rs)

 

Jangan lewatkan konten-konten eksklusif berbahasa Indonesia dari DW. Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!