WFP: Kenaikan Harga Pangan Akibatkan Krisis Kelaparan
9 Juli 2021
Program Pangan Dunia PBB, WFP, memperingatkan jutaan orang berpotensi kekurangan makanan kaya nutrisi karena kenaikan harga pangan. Banyak orang menggunakan sampai dua pertiga pendapatannya untuk makanan.
Iklan
"Kita sudah melalui konflik, iklim dan COVID-19 yang mendorong lebih banyak orang ke dalam krisis kelaparan dan kesengsaraan. Sekarang kenaikan harga pangan telah bergabung menjadi 'trio' mematikan," kata Kepala Ekonom Program Pangan Dunia (WFP) Arif Husain, Kamis (09/07).
"Jika Anda menghabiskan dua pertiga dari pendapatan untuk makanan, kenaikan harga pangan tentu menimbulkan masalah. Bayangkan apa artinya jika Anda kehilangan sebagian atau seluruh penghasilan karena COVID-19," tambahnya.
Selain pandemi, badan yang berbasis di Roma, Italia itu mengatakan fenomena iklim seperti La Nina, pola cuaca Samudra Pasifik dengan efek luas, juga berkontribusi terhadap kenaikan harga.
Melihat wilayah di seluruh dunia, para ahli WFP mencatat kenaikan harga pangan terbesar terjadi di Timur Tengah. Di Suriah, harga rata-rata minyak goreng meningkat 58 persen pada periode Maret-Mei dibandingkan tiga bulan sebelumnya. Sementara di Lebanon, di mana terjadi krisis ekonomi yang parah, harga rata-rata tepung terigu naik 50 persen untuk periode yang sama.
Negara-negara di Afrika, seperti Zimbabwe dan Mozambik, dan di Amerika Selatan, seperti Venezuela, juga mengalami kenaikan harga pangan.
Yaman - Bertahan Hidup dengan Sampah
Jutaan warga Yaman harus melarkan diri dari peperangan. Begitu juga keluarga Ruzaiq yang terpaksa hidup dari sampah di pengungsian.
Foto: Reuters/A. Zeyad
Harapan di Tempat Kotor
Lokasi pembuangan sampah di pinggir kota pelabuhan Hudaidah di Yaman Barat. Di tempat yang bagi kebanyakaan orang bukanlah tempat tinggal yang layak ini keluarga Ruzaig bernaung.
Foto: Reuters/A. Zeyad
Damai di Gubuk
Di tempat pembuangan sampah ini hidup 18 keluarga. Mereka mengaku merasa jauh lebih aman dibandingkan di kampung halaman mereka di barat laut Yaman, yang kerap menjadi sasaran pemboman pesawat tempur Arab Saudi.
Foto: Reuters/A. Zeyad
Dari Sampah ke Mulut
Sarapan "seadanya": roti, kentang, paprika. Sebelum menyiapkan hidangan, mereka terlebih dahulu harus bersusah payah memilah bahan pangan yang masih layak dikonsumsi dari tumpukan sampah.
Foto: Reuters/A. Zeyad
Masa Kecil dalam Perang
Selain mengais sisa makanan, Ayoub Mohammed Ruzaiq (11 tahun) juga mengumpulkan botol plastik untuk kemudian dijual.
Foto: Reuters/A. Zeyad
Jatah Hidup
Dalam lemari es yang telah rusak ini, keluarga Ruzaiq menyimpan bahan makanan yang mereka temukan di tempat pembuangan sampah.
Foto: Reuters/A. Zeyad
Berserah pada Tuhan
Mohammed Ruzaiq (belakang kiri), yang berusia 67 tahun, mengatakan bahwa ia tidak menginginkan bantuan orang lain. "Kami hanya menginginkan berakhirnya peperangan, malapetaka ini. Setelah itu Tuhan lah yang akan melindungi kami."
Foto: Reuters/A. Zeyad
Tidur dalam Lapar
Tidak jarang keluarga Ruzaiq terpaksa tidur dengan perut kosong. Beralaskan karton atau di tempat tidur gantung mereka merebahkan diri di gubuk beratap plastik.
Foto: Reuters/A. Zeyad
Belum Tampak Akan Berakhir
Kemungkinan Ayoub beserta keluarganya terpaksa masih harus bertahan hidup lebih lama di tempat pembuangan sampah ini. Peperangan masih berkecamuk dan bantuan internasional hampir tidak tersedia bagi Yaman.
WFP juga mengatakan pemberian bantuan tahun ini adalah yang terbesar dalam sejarah organisasi, dengan relawannya menjangkau 139 juta orang di seluruh dunia.