White House Correspondents Association (WHCA) di Washington dianugerahi Deutsche Welle Freedom of Speech Award 2017. WHCA dinilai mantapkan ukuran baru dalam menilai akuntabilitas presiden AS.
Iklan
Para jurnalis anggota White House Correspondents Association (WHCA) setiap hari membuat neraca kinerja pemerintahan Amerika Serikat. Para wartawannya tetap mempertahankan standar tinggi dalam reportasenya, walaupun Presiden yang saat ini berkuasa menyatakan tidak lagi mempercayai kredibiltas para wartawan itu, dan kadang menyerang secara pribadi integritas mereka.
"White House Correspondents' Association menjadi penjamin dalam mengontrol pemegang kekuasaan", ujar Direktur Jenderal DW Peter Limbourg. "Kami mempercayai sepenuhnya demokrasi di Amerika Serikat. Dan untuk itu juga memerlukan media yang kuat", tambah dirjen DW .
Wartawan dan Kebebasan Pers
Sebuah studi mengungkap, situasi yang dihadapi wartawan masih buruk. Berikut negara-negara yang dianggap berbahaya buat awak pers.
Foto: AFP/Getty Images/P. Baz
"Setengah Bebas" di Indonesia
Di Asia Tenggara, cuma Filipina dan Indonesia saja yang mencatat perkembangan positif dan mendapat status "setengah bebas" dalam kebebasan pers. Namun begitu Indonesia tetap mendapat sorotan lantaran besarnya pengaruh politik terhadap media, serangan dan ancaman terhadap aktivis dan jurnalis di daerah, serta persekusi terhadap minoritas yang dilakukan oleh awak media sendiri.
Foto: picture-alliance/ dpa
Kebebasan Semu di Turki dan Ukraina
Pemberitaan berimbang, keamanan buat wartawan dan minimnya pengaruh negara atas media: Menurut Freedom House, tahun 2013 silam cuma satu dari enam manusia di dunia yang dapat hidup dalam situasi semacam itu. Angka tersebut adalah yang terendah sejak 1986. Di antara negara yang dianggap "tidak bebas" antara lain Turki dan Ukraina.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Serangan Terhadap Kuli Tinta
Turki mencatat serangkain serangan terhadap wartawan. Gökhan Biçici (Gambar) misalnya ditangkap saat protes di lapangan Gezi. Menurut Komiter Perlindungan Jurnalis (CPJ), awal Desember lalu Turki memenjarakan 40 wartawan - jumlah tertinggi di seluruh dunia. Ancaman terbesar buat kebebasan pers adalah pengambil-alihan media-media nasional oleh perusahaan swasta yang dekat dengan pemerintah.
Foto: AFP/Getty Images
Celaka Mengintai buat Suara Kritis
Serangan terhadap jurnalis juga terjadi di Ukraina, terutama selama aksi protes di lapangan Maidan dan okupasi militan pro Rusia di Krimea. Salah satu korban adalah Tetiana Chornovol. Jurnalis perempuan yang kerap memberitakan gaya hidup mewah bekas Presiden Viktor Yanukovich itu dipukuli ketika sedang berkendara di jalan raya. Ia meyakini, Yanukovich adalah dalang di balik serangan tersebut.
Foto: Genya Savilov/AFP/Getty Images
"Berhentilah Berbohong!"
Situasi kritis juga dijumpai di Cina dan Rusia. Kedua pemerintah berupaya mempengaruhi pemberitaan media dan meracik undang-undang buat memberangus suara kritis di dunia maya. Rusia misalnya membredel kantor berita RIA Novosti dan menjadikannya media pemerintah. Sebagian kecil penduduk Rusia pun turun ke jalan, mengusung spanduk bertuliskan, "Berhentilah Berbohong!"
Foto: picture-alliance/dpa
Mata-mata dari Washington
Buat Amerika Serikat, mereka adalah negara dengan kebebasan pers. Namun kebijakan informasi Washington belakangan mulai menuai kecaman. Selain merahasiakan informasi resmi dengan alasan keamanan nasional, pemerintah AS juga kerap memaksa jurnalis membeberkan nara sumber, tulis sebuah studi. Selain itu dinas rahasia dalam negeri AS juga kedapatan menguping pembicaraan telepon seorang jurnalis.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Terseret Kembali ke Era Mubarak
Setelah kejatuhan Presiden Mursi yang dianggap sebagai musuh kebebasan pers, situasi di Mesir pasca kudeta militer 2013 lalu terus memanas. Belasan jurnalis ditangkap, lima meninggal dunia "di tangan militer," tulis Freedom House. Media-media yang kebanyakan tunduk pada rejim militer Kairo membuat pemberitaan berimbang menjadi barang langka di Mesir.
Foto: AFP/Getty Images
Situasi di Mali Membaik
Mali mencatat perkembangan positif. Setelah pemilu kepresidenan dan operasi militer yang sukses menghalau pemberontak Islamis dari sebagian besar wilayah negara, banyak media yang tadinya dibredel kembali beroperasi. Kendati begitu perkembangan baru ini diwarnai oleh pembunuhan dua jurnalis asal Perancis, November 2913 silam.
Foto: AFP/Getty Images
Tren Positif di Kirgistan dan Nepal
Beberapa negara lain yang mengalami perbaikan dalam kebebasan pers adalah Kirgistan, di mana 2013 lalu tercatat lebih sedikit serangan terhadap jurnalis. Nepal yang juga berhasil mengurangi pengaruh politik terhadap media, tetap mencatat serangan dan ancaman terhadap awak pers. Loncatan terbesar dialami oleh Israel yang kini mendapat predikat "bebas" oleh Freedom House.
Foto: AFP/Getty Images
Terburuk di Asia Tengah
Freedom House menggelar studi di 197 negara. Setelah melalui proses penilaian, lembaga bentukan bekas ibu negara AS Eleanor Roosevelt itu memberikan status "bebas", "setengah bebas" dan "tidak bebas" buat masing-masing negara. Peringkat paling bawah didiami oleh Turkmenistan, Uzbekistan dan Belarusia. Sementara peringkat terbaik dimiliki oleh Belanda, Norwegia dan Swedia.
Foto: picture-alliance/dpa
10 foto1 | 10
Dirjen Limbourg akan menyerahkan hadiah Freedom of Speech Award 19 Juni 2017 dalam Global Media Forum di Bonn kepada Jeff Mason, Presiden WHCA.
Media kuat, Demokrasi kuat
Tudingan Fake News dan gempuran lewat Twitter terhadap para wartawan yang dilancarkan presiden Donald Trump, menciptakan tantangan baru bagi media, di sebuah negara yang jutsru mempercayai basis demokrasi yang kuat.
Presiden WHCA Jeff Mason mengatakan: "Penghargaan Freedom of Speech Award dari Deutsche Welle menjadi kehormatan besar bagi perhimpunan koresponden di Gedung Putih. WHCA setiap hari berjuang untuk hak-hak para reporter, yang memberitakan para politisi, yang keputusannya berdampak ke seluruh dunia. Kebebasan pers di Amerika Serikat juga bukan keniscayaan, walau konstitusi negara ini melindunginya. Kami harus tetap waspada, agar kebebasan ini tetap bertahan, tidak terpengaruh oleh siapa yang tengah memerintah di Washington."
Freedom of Speech Award dari Deutschen Welle dianugerahkan kepada personal atau inisiatif, sebagai penghargaan bagi prestasinya yang mengagumkan bagi hak asasi manusia atau kebebasan pers. Tahun 2016 penghargaan diberikan kepada Sedat Ergin, pimpinan redaksi harian Turki "Hürriyet". Penghargaan perdana Freedom of Speech Award dari Deutschen Welle diberikan kepada blogger Arab Saudi, Raif Badawi yang hingga kini tetap meringkuk di penjara.
Global Media Forum 2016 Bela Kebebasan Berekspresi
Global Media Forum 2016 digelar di Bonn dengan fokus utama kebebasan pers. Ditandai dengan pengenugerahan Freedom of Speech Award kepada jurnalis Turki yang mendapat represi di negaranya.
Foto: DW/M. Müller
Dibuka Dirjen DW Peter Limbourg
Direktur Jenderal Deutsche Welle, Peter Limbourg buka resmi Global Media Forum 2016 di Bonn. Tema kebebasan berekspresi dan kebebasan pers tetap jadi tema penting GMF.
Foto: DW/K. Danetzki
Freedom of Speech Award
Sedat Ergin pemred harian "Hürriyet" dari Turki (tengah, memegang penghargaan) mendapat anugerah Freedom of Speech Award tahun ini, diserahkan oleh dirjen DW Peter Limbourg (kanan) disaksikan oleh Kai Diekman (kiri, penerbit harian BILD) yang memberikan laudatio.
Foto: DW/M. Müller
Represi Kebebasan Pers di Turki
Sedat Ergin pemred harian "Hürriyet" Turki dalam pidatonya memaparkan represi dan pengejaran terhadap wartawan yang kritis terhadap presiden Erdogan. Kantor harian "Hürriyet" baru-baru ini diserbu pengikut partai AKP, dan Ergin hadapi tuntutan vonis 4 tahun penjara dengan tuduhan menghina presiden.
Foto: DW/M. Müller
Laudatio Kai Diekmann
Kai Diekmann penerbit kelompok BILD Jerman memuji perjuangan Ergin untuk tegakkan kebebasan pers di Turki. Dalam waktu bersamaan, ia juga beberkan ancaman kebebasan berekspresi di Jerman yang datang dari kelompok ekstrim kanan.
Foto: DW/M. Müller
DW Bela Kebebasan Berekspresi
Menjawab pertanyaan presenter Jana Pareigis, dirjen DW Peter Limbourg tegaskan, DW tetap akan berada di garda depan dalam membela kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat. Itu sebabnya tiap tahun DW gelar acara Global Media Forum dan the BOB'S-Best of Online Activism.
Foto: DW/K. Danetzki
Ucapan Selamat
Sedat Ergin mendapat ucapan selamat dari Peter Limbourg (dirjen DW) dan Kai Diekmann (penerbit BILD Group Jerman). Ergin mengatakan, penghargaan ini merupakan beban berat baginya, untuk terus memperjuangkan kebebasan pers di negerinya.