Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Rabu (13/10) meluncurkan sebuah tim yang terdiri dari 26 ilmuwan untuk menghidupkan kembali penyelidikan tentang asal-usul COVID-19 yang terhenti.
Tim tersebut juga akan bertugas menyelidiki virus-virus baru dan mencari cara untuk mencegah pandemi di masa depan.
Dalam beberapa tahun terakhir, ada banyak virus berisiko tinggi yang muncul atau muncul kembali, seperti MERS, virus flu burung, Lassa, Marburg dan Ebola.
"Munculnya virus baru yang berpotensi memicu epidemi dan pandemi adalah sebuah fakta alam. SARS-COV-2 memang jadi virus yang paling baru, tapi dia bukanlah yang terakhir,” kata kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.
"Pemahaman mengenai dari mana sebenarnya patogen-patogen baru berasal sangat penting untuk mencegah wabah di masa depan,” tambahnya.
Virus tetap jadi ancaman kesehatan bagi manusia. Walaupun ilmuwan sudah berhasil temukan vaksin untuk sejumlah virus, beberapa tetap menjadi ancaman. Berikut 8 virus yang paling berbahaya.
Foto: Christian Ohde/CHROMORANGE/picture allianceVirus corona SARS-CoV-2 yang memicu pandemi Covid-19 tiba-tiba muncul di kota Wuhan, Cina pada akhir tahun 2019. Ketika itu ratusan orang diserang penyakit misterius mirip pneumonia dengan angka fatalitas sangat tinggi. Virus corona menyebar cepat ke seluruh dunia, menjadi pandemi yang mematikan. Hingga akhir Juli 2021, sedikitnya 205 juta orang terinfeksi dan 4,32 juta meninggal akibat Covid-19.
Foto: Christian Ohde/CHROMORANGE/picture allianceVirus paling berbahaya adalah virus Marburg. Namanya berasal dari kota kecil di sungai Lahn yang tidak ada hubungannya dengan penyakit tersebut. Virus Marburg adalah virus yang menyebabkan demam berdarah. Seperti Ebola, virus Marburg menyerang membran mukosa, kulit dan organ tubuh. Tingkat fatalitas mencapai 90 persen.
Foto: picture alliance/dpaAda lima jenis virus Ebola, yakni: Zaire, Sudan, Tai Forest, Bundibugyo dan Reston. Virus Ebola Zaire adalah yang paling mematikan. Angka mortalitasnya 90%. Inilah jenis yang pernah menyebar antara lain di Guinea, Sierra Leone dan Liberia. Menurut ilmuwan kemungkinan kalong menjadi hewan yang menyebarkan virus ebola zaire ke kota-kota.
Foto: picture-alliance/NIAID/BSIPVirus ini adalah salah satu yang paling mematikan di jaman modern. Sejak pertama kali dikenali tahun 1980-an, lebih dari 35 juta orang meninggal karena terinfeksi virus ini. HIV menyerang sistem kekebalan tubuh, dan melemahkan pertahanan terhadap infeksi dan sejumlah tipe kanker. (Gambar: ilustrasi partikel virus HIV di dalam darah.)
Foto: Imago Images/Science Photo LibraryDemam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue. Ada beberapa jenis nyamuk yang menularkan virus tersebut. Demam dengue dapat membahayakan nyawa penderita. Antara lain lewat pendarahan, kebocoran pembuluh darah dan tekanan darah rendah. Dua milyar orang tinggal di kawasan yang terancam oleh demam dengue, termasuk di Indonesia.
Foto: picture-alliance/dpaVirus ini bisa diitemukan pada hewan pengerat seperti tikus. Manusia dapat tertular bila melakukan kontak dengan hewan dan kotorannya. Hanta berasal dari nama sungai dimana tentara AS diduga pertama kali terinfeksi virus tersebut saat Perang Korea tahun 1950. Gejalanya termasuk penyakit paru-paru, demam dan gagal ginjal.
Foto: REUTERSBerbagai kasus flu burung menyebabkan panik global. Tidak heran tingkat kematiannya mencapai 70 persen. Tapi sebenarnya, resiko tertular H5N1 cukup rendah. Manusia hanya bisa terinfeksi melalui kontak langsung dengan unggas. Ini penyebab mengapa kebanyakan korban ditemukan di Asia, di mana warga biasa tinggal dekat dengan ayam atau burung.
Foto: APSeorang perawat di Nigeria adalah orang pertama yang terinfeksi virus Lassa. Virus ini dibawa oleh hewan pengerat. Kasusnya bisa menjadi endemis, yang artinya virus muncul di wilayah khusus, bagian barat Afrika, dan dapat kembali mewabah di sana setiap saat. Ilmuwan memperkirakan 15 persen hewan pengerat di daerah Afrika barat menjadi pembawa virus tersebut. (Sumber tambahan: livescience, Ed.: ml)
Foto: picture-alliance/dpa Dipilih dari 700 pendaftar lebih
Ke-26 anggota tim yang diajukan WHO dipilih dari 700 lebih pendaftar dari berbagai disiplin ilmu.
Mereka termasuk Christian Drosten (kepala Institut Virologi Berlin), Yungui Yang dari Institut Genomics Beijing, Jean-Claude Manuguerra dari Institut Pasteur Prancis, dan Inger Damon dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS.
Sementara beberapa nama yang ditugaskan bergabung dalam misi ilmiah WHO-Cina terkait investigasi asal-usul COVID-19 adalah Vladimir Dedkov, Farag Elmoubasher, Thea Fischer, Marion Koopmans, Hung Nguyen dan John Watson.
Tim baru ini nantinya akan memberikan evaluasi independen terkait semua temuan ilmiah dari studi global tentang asal-usul COVID-19.
Tim juga harus memberi saran kepada WHO untuk mengembangkan, memantau, dan mendukung rangkaian studi berikutnya tentang asal-usul virus. Hal itu bisa termasuk "nasihat cepat” tentang rencana operasional WHO untuk mengimplementasikan rangkaian studi berikutnya tentang asal-usul pandemi, atau saran tentang studi tambahan.
Nasib investigasi asal-usul COVID-19
Setelah banyak mengalami penundaan, tim pakar internasional WHO sebelumnya telah berangkat ke Wuhan pada Januari 2021 untuk membuat laporan fase pertama terkait asal-usul COVID-19. Laporan itu ditulis bersama rekan-rekan mereka dari Cina.
Tidak ada kesimpulan tegas yang ditarik dalam laporan yang dirilis pada Maret tersebut. Laporan tersebut hanya memuat empat hipotesis.
Yang paling menarik adalah bahwa virus kemungkinan besar melompat dari kelelawar ke manusia melalui hewan perantara. Sementara dugaan bahwa virus berasal dari kebocoran laboratorium virologi Wuhan "sangat tidak mungkin”, tulis laporan tersebut.
Penyelidikan ini banyak dikritik karena kurangnya transparansi dan akses, dan karena tim tidak mengevaluasi teori kebocoran laboratorium lebih dalam.
Pada bulan Agustus lalu, Cina bahkan menolak seruan WHO untuk memulai kembali penyelidikan baru di lapangan tentang asal-usul COVID-19.
Sejak pertama kali terdeteksi di Wuhan, Cina pada Desember 2019 silam, pandemi COVID-19 telah menewaskan lebih dari 4,85 juta jiwa dan membuat perekonomian terpuruk.
gtp/pkp (AFP)