1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

WHO: Industri Sawit Pengaruhi Riset Ilmiah

9 Januari 2019

Badan Kesehatan Dunia menyebut industri sawit berusaha mempengaruhi studi ilmiah mengenai dampak kesehatan konsumsi sawit. Taktik serupa digunakan industri alkohol dan tembakau untuk mempengaruhi opini publik.

Logo Weltgesundheitsorganisation WHO
Foto: Getty Images/AFP/E. Jones

Industri minyak sawit menerapkan taktik serupa seperti industri alkohol dan tembakau dalam mempengaruhi riset ilmiah buat mengungkap dampak kesehatan terhadap produknya, demikian menurut studi yang dipublikasikan Badan Kesehatan Dunia (WHO), Selasa (8/1).

Sejauh ini dampak kesehatan dari mengkonsumsi minyak sawit masih diperdebatkan. Sejumlah studi menghubungkan konsumsi sawit kepada sejumlah penyakit, termasuk meningkatnya risiko kematian akibat penyakit jantung yang disebabkan penyempitan pembuluh darah.

"Koneksi antara industri sawit dan makanan, serta taktik yang mereka gunakan, serupa dengan praktik yang diadopsi industri tembakau dan alkohol. Bedanya industri minyak sawit lebih sedikit diawasi."

Visi Masadepan Bahan Bakar Nabati Ramah Lingkungan

03:22

This browser does not support the video element.

Dalam studi yang dipublikasikan di Bulletin WHO itu, peneliti mengklaim menemukan sembilan hasil riset yang membuktikan dampak positif konsumsi sawit terhadap kesehatan tubuh. Namun empat di antaranya dibiayai oleh Dewan Minyak Sawit Malaysia. "Kita membutuhkan riset yang lengkap dan independen terhadap dampak kesehatan konsumsi sawit," tulis peneliti dalam laporan tersebut.

Studi berjudul "Industri Minyak Sawit dan Penyakit Kronis," itu menyerukan agar regulasi terhadap industri sawit diperketat. Pemerintahan negara-negara produsen sawit juga diminta mewaspadai aktivitas lobby dari industri.

Baca juga: Cegah Karhutla, Ilmuwan 'Dengarkan' Suara Hutan

Saat ini Indonesia dan Malaysia tercatat sebagai dua produsen minyak sawit terbesar di dunia. Jika digabungkan, luas perkebunan sawit di kedua negara mencapai luas wilayah Selandia Baru. Dengan keputusan WHO melarang penggunaan lemak trans pada 2023, industri makanan global diyakini akan berpindah ke minyak sawit sebagai bahan baku produksi.

Konsumsi lemak trans sejauh ini diyakini akan meningkatkan risiko penyakit jantung koroner dan sejumlah penyakit kronis lain. Adapun minyak sawit memiliki kualitas serupa lemak trans seperti kemampuan mengawetkan bahan makanan atau tekstur cairan yang juga mirip.

Keberatan Eropa Atas Kelapa Sawit, Peduli Lingkungan Atau Bisnis?

01:21

This browser does not support the video element.

Sejauh ini ilmuwan mencatat minyak sawit bisa dikonsumsi dalam jumlah tinggi tanpa potensi ancaman kesehatan.

Namun belum ada riset ilmiah yang secara menyeluruh mempelajari dampak kesehatan konsumsi sawit. Hal ini juga menjadi salah satu tuntutan dalam studi yang dirilis WHO, termasuk kewajiban produsen menyantumkan minyak sawit secara jelas di luar kemasan. Pasalnya minyak sawit memiliki 200 nama alternatif yang dikhawatirkan bisa menipu calon konsumen.

Baca juga: Walhi Ingatkan Pemerintah Agar Awasi Moratorium Sawit

"Konsumen harus menyadari apa yang mereka makan," tulis ilmuwan. Studi ini juga menyoroti ancaman kesehatan dari pola produksi kelapa sawit yang acap masih mengandalkan metode pembakaran. Terutama di Asia Tenggara, metode ini secara rutin menyebabkan kebakaan hutan yang memicu kabut asap.

"Kekhawatiran terbesar adalah dampak paparan partikel mikro terhadap bayi dan anak-anak, termasuk kemampuan koginitif mereka."

rzn/hp (Reuters)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait