WHO: Bulan Desember 10.000 Orang Meninggal Karena COVID-19
11 Januari 2024
Badan Kesehatan PBB WHO melaporkan, kerumunan dan pertemuan saat liburan pergantian tahun dan varian baru virus corona telah memicu infeksi secara global dengan hampir 10.000 kematian pada bulan Desember 2023 saja.
Iklan
Pada tanggal 11 Januari 2020, otoritas kesehatan di kota Wuhan melaporkan kematian pertama akibat virus corona jenis baru. Pasiennya adalah seorang pria berusia 61 tahun yang sering menjadi pelanggan di pasar makanan yang terkait dengan sebagian besar kasus Covid-19 di sana.
Kini, tepat empat tahun kemudian, WHO pada Rabu (11/01) merilis laporan hampir 10.000 kasus kematian terkait COVID-19 pada bulan Desember 2023.
Penerimaan pasien di rumah sakit selama Desember juga telah melonjak 42% di hampir 50 negara, sebagian besar di Eropa dan Amerika, kata WHO. Ada juga peningkatan 62% dalam penerimaan pasien di unit perawatan intensif, dibandingkan dengan bulan November.
"Meskipun 10.000 kematian per bulan jauh lebih sedikit dibandingkan pada saat puncak pandemi, tingkat kematian yang sebetulnya dapat dicegah ini tidak dapat diterima,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus kepada wartawan.
Waspadai 10 Varian SARS-CoV-2 Hasil Mutasi
Pertama kali terdeteksi di Cina akhir tahun 2019, COVID-19 terus bermutasi, 10 varian saat ini menjadi Variant of Concern (VoC) yang dicemaskan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Foto: Waldemar Thaut/Zoonar/picture alliance
Varian Alpha mutasi dari Inggris
Varian dengan nama ilmiah B.1.1.7 ini terdeteksi pertama kali di Kent, Inggris Raya. Beberapa peneliti menganggap varian ini jauh lebih menular dibanding virus asli SARS-CoV-2 di Wuhan, Cina. Peneliti Lembaga Molekuler Eijkman Prof. Amin Subandrio sebut varian ini sudah ditemukan pada awal Maret 2021 di Jakarta.
Foto: Hasan Esen/AA/picture alliance
B.1.351 atau Varian Beta
Mutasi jenis ini ditemukan pertama kali di Afrika Selatan pada Oktober 2021. Varian ini disebut-sebut 50% lebih menular. Vaksinasi menggunakan Novavax dan Johnson & Johnson dianggap tidak efektif menghadapi varian ini. Delirium atau kebingungan menjadi salah satu gejala varian Beta.
Foto: Nyasha Handib/AA/picture alliance
Mutasi P.1 di Brasil
Varian ini diberi nama varian Gamma oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Mutasi berasal dari kota Manaus, provinsi Amazonas, Brasil. Virus ini pertama kali terdeteksi oleh ilmuwan Jepang yang meneliti sampel seorang warga yang pulang dari Manaus pada Desember 2020.
Foto: Bruna Prado/AP Photo/picture alliance
Delta, mutasi paling menular asal India
Dengan nama B.1.167.2, Delta dianggap 50% lebih menular dibanding varian Alpha yang disebut 50% lebih menular dari virus aslinya. Varian ini pertama kali ditemukan di India pada Oktober 2020. Mutasi ini memicu gelombang kedua COVID-19 di India.
Foto: Satyajit Shaw/DW
Mutasi dari Amerika latin, Lambda
Bernama ilmiah C.37, Lambda pertama kali terdeteksi di Peru pada Agustus 2020. Pada 15 Juni 2021, WHO menetapkannya sebagai varian yang menjadi perhatian. Tercatat 81% kasus aktif di Peru pada musim semi 2021 akibat varian ini.
Foto: Ernesto Benavides/Getty Images/AFP
Mutasi varian Kappa asal India
Pada Oktober 2020, terdeteksi varian 1.167.2 di India. Gejalanya tidak berbeda jauh dengan gejala varian asli COVID-19. Namun, pakar epidemiologi dari Griffith University, Dicky Budiman, menyebut gejala campak muncul pada awal infeksi varian ini.
Foto: Adnan Abidi/REUTERS
Eta, varian yang sama dengan Gamma dan Beta
Varian ini membawa mutasi E484-K yang juga ditemukan di varian Gamma dan Beta. Kasus pertama varian ini dlaporkan di Inggris Raya dan Nigeria pada Desember 2020. Ditemukan di 70 negara di dunia, Kanada mencatat rekor 1.415 kasus Eta pada Juli 2021.
Foto: Adeyinka Yusuf/AA/picture alliance
Varian asal New York, B.1.526
Iota merupakan satu-satunya Variant of Concern (VoC) WHO di Amerika Serikat. Dideteksi pada November 2020, jenis virus ini disebut lebih menular dari varian sebelumnya. Para peneliti menyebut varian Iota meningkatkan angka kematian 62-82% bagi para penderita COVID-19 yang berusia lebih tua.
Foto: Wang Ying/Xinhua/imago images
Varian Mu asal Kolumbia di awal tahun 2021
Dengan nama ilmiah B.1.621, varian Mu ditemukan pertama kali di Kolumbia pada Januari 2021.Varian ini sempat dikhawatirkan dapat kebal dari vaksin. Bahkan WHO memperingatkan varian ini memiliki mutasi yang lebih tahan vaksin.
Foto: AGUSTIN MARCARIAN/REUTERS
Ditemukan di Afrika Selatan, Omicron lebih gampang menular
Varian ini ditemukan di Afrika Selatan pada November 2021. Ketua Asosiasi Medis Afrika Selatan sebut gejala dari varian ini sangat ringan. Dilaporkan tidak ada gejala anosmia pada varian ini. Namun, 500 kali lebih cepat menyebar dibanding varian lain. (Berbagai sumber) (mh/ha)
Foto: Fleig/Eibner-Pressefoto/picture alliance
10 foto1 | 10
Karena varian baru JN.1
Melonjaknya angka kematian Covid-19 terjadi di saat varian baru JN.1 menjadi varian virus corona yang paling banyak dilaporkan menginfeksi di seluruh dunia.
Tedros Adhanom Ghebreyesus menambahkan, dia "yakin” kasus-kasus tersebut juga meningkat di negara-negara lain, tetapi tidak dilaporkan. Dirjen WHO itu mendesak pemerintahan untuk terus melakukan pengawasan dan melanjutkan akses terhadap pengobatan.
"Kami terus mengimbau setiap orang untuk divaksinasi, melakukan tes, memakai masker jika diperlukan, dan memastikan ruangan yang ramai dikunjungi banyak oramg memiliki ventilasi yang baik,” katanya.
Maria Van Kerkhove, pimpinan teknis untuk COVID-19 di badan kesehatan dunia itu, menyebutkan ada peningkatan penyakit pernapasan di seluruh dunia akibat virus corona, tetapi juga akibat flu, rhinovirus, dan pneumonia.
"Kami memperkirakan tren tersebut akan berlanjut hingga Januari dan selama musim dingin di belahan bumi utara,” katanya.
Perlu lagi vaksin dan masker?
Michael Ryan, kepala keadaan darurat di WHO, merekomendasikan masyarakat agar mendapatkan vaksinasi dan jika memungkinkan kembali menggunakan masker.
"Vaksin mungkin tidak menghentikan Anda terinfeksi, namun vaksin tentu saja mengurangi secara signifikan peluang Anda untuk dirawat di rumah sakit atau meninggal,” jelasnya.
WHO menyatakan berakhirnya COVID-19 sebagai pandemi pada Mei 2023 lalu, lebih lebih tiga tahun setelah virus ini pertama kali terdeteksi di Wuhan, Cina.