Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan tidak memiliki akses soal data wabah COVID-19 di Korea Utara, tetapi mengasumsikan bahwa negara itu mengalami krisis yang semakin parah.
Iklan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Rabu (01/06) meragukan klaim Korea Utara terkait kemajuannya dalam menangani wabah COVID-19 di negara Asia Timur yang tertutup itu.
Kepala Darurat WHO Michael Ryan mengatakan pihaknya "berasumsi situasinya semakin buruk, bukan lebih baik.”
Kantor agensi berita Korea Utara (KCNA) melaporkan 96.610 kasus "demam” baru dan tidak ada kematian baru pada Kamis (02/06).
Waspadai 10 Varian SARS-CoV-2 Hasil Mutasi
Pertama kali terdeteksi di Cina akhir tahun 2019, COVID-19 terus bermutasi, 10 varian saat ini menjadi Variant of Concern (VoC) yang dicemaskan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Foto: Waldemar Thaut/Zoonar/picture alliance
Varian Alpha mutasi dari Inggris
Varian dengan nama ilmiah B.1.1.7 ini terdeteksi pertama kali di Kent, Inggris Raya. Beberapa peneliti menganggap varian ini jauh lebih menular dibanding virus asli SARS-CoV-2 di Wuhan, Cina. Peneliti Lembaga Molekuler Eijkman Prof. Amin Subandrio sebut varian ini sudah ditemukan pada awal Maret 2021 di Jakarta.
Foto: Hasan Esen/AA/picture alliance
B.1.351 atau Varian Beta
Mutasi jenis ini ditemukan pertama kali di Afrika Selatan pada Oktober 2021. Varian ini disebut-sebut 50% lebih menular. Vaksinasi menggunakan Novavax dan Johnson & Johnson dianggap tidak efektif menghadapi varian ini. Delirium atau kebingungan menjadi salah satu gejala varian Beta.
Foto: Nyasha Handib/AA/picture alliance
Mutasi P.1 di Brasil
Varian ini diberi nama varian Gamma oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Mutasi berasal dari kota Manaus, provinsi Amazonas, Brasil. Virus ini pertama kali terdeteksi oleh ilmuwan Jepang yang meneliti sampel seorang warga yang pulang dari Manaus pada Desember 2020.
Foto: Bruna Prado/AP Photo/picture alliance
Delta, mutasi paling menular asal India
Dengan nama B.1.167.2, Delta dianggap 50% lebih menular dibanding varian Alpha yang disebut 50% lebih menular dari virus aslinya. Varian ini pertama kali ditemukan di India pada Oktober 2020. Mutasi ini memicu gelombang kedua COVID-19 di India.
Foto: Satyajit Shaw/DW
Mutasi dari Amerika latin, Lambda
Bernama ilmiah C.37, Lambda pertama kali terdeteksi di Peru pada Agustus 2020. Pada 15 Juni 2021, WHO menetapkannya sebagai varian yang menjadi perhatian. Tercatat 81% kasus aktif di Peru pada musim semi 2021 akibat varian ini.
Foto: Ernesto Benavides/Getty Images/AFP
Mutasi varian Kappa asal India
Pada Oktober 2020, terdeteksi varian 1.167.2 di India. Gejalanya tidak berbeda jauh dengan gejala varian asli COVID-19. Namun, pakar epidemiologi dari Griffith University, Dicky Budiman, menyebut gejala campak muncul pada awal infeksi varian ini.
Foto: Adnan Abidi/REUTERS
Eta, varian yang sama dengan Gamma dan Beta
Varian ini membawa mutasi E484-K yang juga ditemukan di varian Gamma dan Beta. Kasus pertama varian ini dlaporkan di Inggris Raya dan Nigeria pada Desember 2020. Ditemukan di 70 negara di dunia, Kanada mencatat rekor 1.415 kasus Eta pada Juli 2021.
Foto: Adeyinka Yusuf/AA/picture alliance
Varian asal New York, B.1.526
Iota merupakan satu-satunya Variant of Concern (VoC) WHO di Amerika Serikat. Dideteksi pada November 2020, jenis virus ini disebut lebih menular dari varian sebelumnya. Para peneliti menyebut varian Iota meningkatkan angka kematian 62-82% bagi para penderita COVID-19 yang berusia lebih tua.
Foto: Wang Ying/Xinhua/imago images
Varian Mu asal Kolumbia di awal tahun 2021
Dengan nama ilmiah B.1.621, varian Mu ditemukan pertama kali di Kolumbia pada Januari 2021.Varian ini sempat dikhawatirkan dapat kebal dari vaksin. Bahkan WHO memperingatkan varian ini memiliki mutasi yang lebih tahan vaksin.
Foto: AGUSTIN MARCARIAN/REUTERS
Ditemukan di Afrika Selatan, Omicron lebih gampang menular
Varian ini ditemukan di Afrika Selatan pada November 2021. Ketua Asosiasi Medis Afrika Selatan sebut gejala dari varian ini sangat ringan. Dilaporkan tidak ada gejala anosmia pada varian ini. Namun, 500 kali lebih cepat menyebar dibanding varian lain. (Berbagai sumber) (mh/ha)
Foto: Fleig/Eibner-Pressefoto/picture alliance
10 foto1 | 10
Namun, Ryan menjelaskan bahwa mereka tidak "dalam posisi untuk membuat penilaian risiko yang memadai dari situasi di lapangan” lantaran mereka tidak "memiliki akses ke data yang diperlukan.”
Pyongyang juga tidak pernah mengonfirmasi secara langsung jumlah warganya yang dites positif COVID-19, hal ini membuat khawatir para ahli tentang skala masalah yang sebenarnya.
Kekhawatiran atas ketidaksiapan Korea Utara
WHO menambahkan pihaknya bekerja dengan negara tetangga seperti Korea Selatan dan Cina untuk bisa mendapatkan gambaran sebenarnya tentang keadaan negara itu dan terus menawarkan bantuan vaksin. Korea Utara tidak diketahui telah melakukan vaksinasi terhadap 25 juta penduduknya.
"Kami sudah menawarkan bantuan dalam berbagai kesempatan. Kami menawarkan vaksin pada tiga kesempatan terpisah. Kami terus menawarkan,” kata Ryan.
Korea Utara memberlakukan lockdown setelah melaporkan kasus pertama COVID-19 pada awal Mei, kemudian Kim Jong Un mengecam para pejabat tinggi Partai Buruh karena "respons yang tidak matang” mereka terhadap pandemi dan distribusi obat yang lambat.
Setelah mengonfirmasi kasus COVID-19 perdananya, Pyongyang melaporkan ratusan ribu kasus demam, meningkatkan kekhawatiran para pakar kesehatan terkait ketidaksiapan Korea Utara dalam mengatasi wabah tersebut.
Sementara itu, KNCA melaporkan Korea Utara telah berhasil memerangi kekeringan dan kelangkaan pangan yang mengancam, dengan kegiatan ekonomi utama pertanian yang meningkat pesat.
KCNA melaporkan bahwa negara itu juga sudah meningkatkan dorongan untuk memasok penduduknya dengan obat-obatan yang dibutuhkan untuk melindungi hidup mereka.