Eropa mengharapkan kembalinya wisatawan dari Cina setelah bertahun-tahun terhenti karena pandemi corona. Ekspektasi untuk segmen pasar pariwisata ini tinggi, meski pemesanannya masih sedikit.
Iklan
Setelah perjalanan wisata global hampir tiga tahun terhenti akibat pandemi COVID-19, wisatawan Cina lambat laun mulai bisa bepergian lagi tanpa harus menghabiskan waktu berminggu-minggu di karantina saat kembali ke negaranya. Sampai saat ini, memang belum kelihatan ada booming wisatawan Cina di Eropa.
Hanya ada beberapa pemesanan kelompok yang menginginkan tur berpemandu bahasa Mandarin ke Kastil Neuschwanstein yang terkenal dan bersejarah, menurut otoritas Kastil Neuschwanstein di negara bagian Bayern. Padahal biasanya kastil itu selalu dipenuhi turis Tiongkok. Sebelum pandemi, sekitar 20% dari tur berpemandu yang ditawarkan diberikan dalam bahasa Mandarin.
"Meskipun sudah ada pelonggaran terkait pandemi, untuk saat ini kecil kemungkinan akan ada gelombang besar perjalanan dari Cina", kata Wolfgang Arlt, direktur pelaksana China Outbound Tourism Research Institute (COTRI) di Hamburg. "Situasi ini tidak akan berubah sampai musim liburan Paskah. Salah satu alasannya, COVID-19 masih merajalela di Cina dan tingkat infeksinya masih tinggi", kata Arlt.
Akibatnya, pada awal Januari negara-negara anggota Uni Eropa (EU) sepakat untuk menerapkan aturan wajib tes bagi semua penumpang yang tiba dengan penerbangan dari Cina. Selain itu, otoritas Jerman di Cina saat ini hanya mengeluarkan visa jika pemohon memiliki alasan kuat untuk bepergian ke Jerman, dan pariwisata tidak dianggap sebagai alasan kuat.
Jadi untuk saat ini, di daratan Eropa hanya italia yang masih kedatangan cukup banyak wisatawan dari Cina dan masuk dalam 10 besar daerah tujuan wisata paling populer. Kebanyakan wisatawan Cina memilih destinasi dekat seperti Hong Kong, Makau, Thailand, Jepang, Korea Selatan, Vietnam, dan Singapura.
Kota-Kota Eropa yang Terancam Akibat Pariwisata Berlebihan
Kota-kota Eropa seperti Amsterdam dan Roma, yang kaya akan arsitektur dan budaya, begitu menarik bagi banyak wisatawan mancanegara. Namun itu justru membuat penduduk setempat menderita, akibat pariwisata berlebihan.
Foto: Grgo Jelavic/PIXSELL/picture alliance
Venesia
Venesia adalah salah satu kota terindah di Eropa. Sayangnya, keindahan ini sekarang justru merugikannya! Jutaan turis membanjiri kota di Italia ini setiap tahun, membuat penduduk lokal sangat kewalahan. Pemerintah kota bahkan menetapkan biaya masuk bagi wisatawan harian, yang di antaranya turun dari kapal-kapal pesiar mewah. Gerakan protes anti-turis juga muncul dalam beberapa tahun terakhir.
Foto: Vandeville Eric/abaca/picture alliance
Florence
Kota Florence di Italia sangat diminati para wisatawan karena arsitektur Renaissance yang begitu indah, hingga museum berkelas dunia. Sisi negatifnya, turis akan sangat sulit bertemu dengan penduduk setempat, karena sebagian besar bagian dalam kota dibanjiri para wisatawan. Pihak berwenang dan warga Florence menentang “overtourism” atau pariwisata berlebihan.
Foto: Daniel Kalker/picture alliance
Roma
Momen paling langka untuk dapat menikmati Spanish Steps (foto) di Roma hanya untuk diri sendiri. Banyaknya atraksi sejarah dan budaya di ibu kota Italia ini membuatnya menjadi magnet pariwisata. Pada 2019 bahkan tercatat sekitar 26 juta turis yang bermalam. Pihak berwenang sampai harus membatasi akses ke Trevi Fountain dan tidak mengizinkan orang untuk duduk-duduk lagi di Spanish Steps.
Mulai dari mencicipi bir Ceko yang terkenal, berjalan-jalan di Jembatan Charles (foto) atau pun sekadar menyerap suasana ibu kota, semua ada di Praha. Meskipun angka pengunjung baru-baru ini lebih rendah karena COVID-19, kota berpenduduk 1,3 juta orang ini telah dikunjungi sekitar tujuh hingga delapan juta turis per tahun sebelum pandemi. Banyak warga lokal yang merasa bosan melihat lautan turis.
Foto: Emin Sansar/AA/picture alliance
Dubrovnik
Dubrovnik telah menjadi tuan rumah bagi serial televisi "Game of Thrones". Kota tuanya yang indah yang diakui UNESCO memang sangat istimewa. Namun selama bertahun-tahun, para turis terus membanjiri kota kecil ini, bahkan meningkat tajam dari 500.000 orang pada tahun 2011 menjadi 1,5 juta pada tahun 2019. Pihak berwenang telah mempertimbangkan untuk membatasi akses ke pusat bersejarahnya.
Foto: Grgo Jelavic/PIXSELL/picture alliance
Amsterdam
Atas reputasinya sebagai surga bagi para hedonis, banyak warga Amsterdam mengeluhkan banyaknya gerombolan turis yang menyumbat jalanan kota. Tak sedikit yang merasa kualitas kehidupan mereka menurun. Pemerintah Amsterdam pun mulai melarang konsumsi alkohol di daerah-daerah tertentu dan berencana melakukan hal yang sama dengan ganja. Sekitar 18 juta turis diperkirakan akan datang pada tahun 2023.
Foto: Jochen Tack/picture alliance
Barcelona
Pada tahun 2019, Barcelona memecahkan rekor dengan 12 juta pengunjung per tahun, meskipun populasinya hanya 1,6 juta orang. Walaupun angkanya menurun akibat pandemi COVID-19, banyak warga yang muak dengan pariwisata massal dan dampaknya terhadap struktur perkotaan. Pada tahun 2022, kota di Spanyol ini memberlakukan pembatasan tur berpemandu di pusat kota, serta pembatasan akomodasi dalam kota.
Foto: Daniel Kalker/picture alliance
Lisbon
Sebelum pandemi, sekitar empat sampai enam juta turis datang ke Lisbon setiap tahunnya. Angka yang mengejutkan bagi ibu kota Portugal yang hanya berpenduduk 500.000 orang. Pariwisata berlebihan sangat berpengaruh terhadap sektor perumahan, di mana banyak apartemen diubah menjadi tempat sewaan liburan dan pekerja berupah rendah dipaksa keluar dari distrik populer seperti kawasan Alfama. (kp/hp)
Foto: Hugo Amaral/SOPA Images via ZUMA Press Wire/picture aliance
8 foto1 | 8
Ekspektasi tinggi, tapi belum terpenuhi
Menurut catatan statistik, wisatawan Cina di Eropa masih tergolong kelompok kecil. Tahun 2019 misalnya, dari total 500 juta malam penginapan di Jerman, hanya ada kurang dari tiga juta wisatawan Cina yang menginap semalam atau lebih. Di Spanyol, pada 2019 hanya sekitar 700 ribu dari 83 juta wisatawan yang berasal dari Cina.
Iklan
Meski demikian, badan resmi pemasaran wisata Spanyol, Turespana, tetap optimistik. "Harapannya bagus," kata juru bicaranya. Apalagi menurut catatan statistik, turis dari Cina cenderung membelanjakan cukup banyak uang ketika berkunjung ke Eropa. Menurut Turespana, di Spanyol seroang wisatawan dari Cina menghabiskan rata-rata sekitar 308 euro sehari, lebih dari dua kali lipat pengeluaran turis Jerman. Di Swiss, mereka menghabiskan rata-rata 380 franc sehari per orang, hampir tiga kali lipat dari wisatawan Jerman.
Tapi bukan itu saja. "Wisatawan Cina tidak hanya datang untuk berlibur, tapi untuk merasakan dan melihat sebanyak mungkin dalam waktu singkat, " kata Wolfgang Arlt. Dan ini bisa jadi peluang besar bagi daerah tujuan wisata untuk memperluas daya tariknya.
Pasar dengan potensi besar
"Dengan strategi yang cerdas, Anda dapat menciptakan jenis pariwisata yang selalu Anda inginkan di sini. Di Turespaña, strategi ini disebut diversifikasi motif perjalanan, tulis pakar pariwisata Spanyol dari Turespana. Wisatawan Cina biasanya akan datang terutama untuk budaya dan keahlian memasak, dan bukan terutama untuk iklim yang cerah, seperti banyak turis lainnya.
Kebanyakan otoritas pariwisata di Eropa memang melihat "potensi besar" pasar pariwisata dari Cina, bahkan sebagai sumber wisatawan terbesar dunia. Pada 2019, 170 juta perjalanan internasional dilakukan dari Cina.
"Pada 2023, diperkirakan akan ada 110 juta perjalanan wisata yang akan dilakukan pelancong dari Cina", kata Wolfgang Arlt. Untuk tahun 2030, jumlah perjalanan tersebut diproyeksikan meningkat menjadi 228 juta perjalanan, lebih dua kali lipatnya. Dia sendiri berharap, banyak dari perjalanan itu akan menuju ke Jerman - dan ke Kastil Neuschwanstein yang legendaris.