1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

'Hidup Kembali' setelah Kritis Akibat COVID-19

23 Mei 2020

Leher Joharsyah terpaksa dilubangi untuk membantunya bernapas. Warga Indonesia yang bermukim di Jerman ini hampir terenggut nyawanya karena virus COVID-19. Bagaimana ia melewati masa kritis di negeri orang?

Joharsyah Ciptokusumo, COVID 19 Patient in Deutschland
Foto: privat

Syamil menulis surat kepada ayahnya: "Abi, cepet sembuh ya, aku mau lihat kamu lagi". Mira Harini, sang ibu, berurai air mata membaca surat-surat yang dikirimkan anak-anak kepada suaminya, yang bertaruh nyawa melawan virus COVID-19 di sebuah rumah sakit di Hannover, Jerman. Syamil, 10 tahun usianya adalah anak kedua mereka. Sementara surat yang dikirimkan putra pertama Mira yang berusia 12 tahun, Daffa, selain berisi doa agar sang ayah sembuh, juga menguntaikan janji untuk melakukan segalanya demi kesembuhan bapak yang dikasihinya. 

‘Si bontot’ Sophia, yang masih berusia dua tahun mungkin tidak begitu memahami tragedi apa yang menimpa keluarganya. Namun jika ia melihat ibunya menangis, segera si bungsu ini memeluk sang ibu di dada kecilnya, dan berkata ‘keine Sorge’, Ibu, jangan khawatir…

Saat surat dikirim, sang ayah masih dalam kondisi koma. Selama tiga pekan Joharsyah Ciptokusumo, dibuat tidak sadarkan diri oleh dokter di ICU di rumah sakit, karena harus diintubasi dengan ventilator dengan cara melubangi lehernya agar ia bisa tetap bernapas. “Di rumah sakit saya sudah diberi bantuan pernapasan tapi kondisi saya tidak kunjung membaik. Perasaan saya makin tidak enak karena sesak napas saya semakin menjadi. Itulah saat terakhir yang saya ingat. Dokter datang dan mengatakan saya harus dibius, artinya kemungkinan saya dibuat tidak sadarkan diri.”

Setelah tiga pekan koma, warga negara Indonesia yang bermukim di Hannover tersebut siuman. Saat kembali tersadar, keluarga kecilnya itulah yang pertama kali Johar ingat. “Saya berpikir bagaimana nasib keluarga saya selama ini dan memikirkan bagaimana saya bisa bertahan dan melanjutkan hidup kembali ke keluarga saya lagi.”

Ia pun mendengarkan kisah yang diceritakan teman-teman dan istri bagaimana dokter-dokter berjuang supaya ia bisa bernapas lagi dan paru-parunya dapat kembali berfungsi. 

Surat untuk ayah tercinta yang dikirimkan putra Johar.Foto: Joharsyah Ciptokusumo

Bagaimana ia bisa terpapar virus corona? 

Kejadiaan nahas itu dialami Johar sejak pertengahan Maret 2020. Johar mulai batuk, yang diikuti demam dan sesak napas. Dalam kondisi sakit ia masih bekerja di rumah. Namun gejalanya semakin memburuk sehingga pada tanggal 25 Maret dirawat di rumah sakit dan terbukti positif terpapar COVID-19. Langsung ia ditempatkan di unit perawatan khusus.

Johar tidak mempu mengidentifikasi di mana dan oleh siapa ia tertular virus tersebut: “Dua minggu sebelum masuk rumah sakit, saya melakukan perjalanan dinas melewati Bandara  Wina, dan di bandara pintunya kecil, jadi saya hampir bersinggungan dengan rombongan lain. Itu kemungkinan pertama.” Kemungkinan kedua ia tertular di kota di mana ia tinggal, Hannover, “Itu yang diyakini keluarga saya. Mungkin kerena bertemu teman, tetangga atau mungkin di supermarket.” Karena kondisinya cukup parah, ia harus dirawat di unit intensif rumah sakit. 

Pemulihan butuh satu tahun

Setelah keluar dari unit intensif rumah sakit, dimulailah proses rehabilitasi. Kondisi darah dan paru-paru dipantau secara bertahap. Fase pemulihan otot-otot tubuh terutama di paru-paru juga diamati dokter secara seksama, agar ia bisa beraktivitas kembali tanpa mengalami kesulitan bernapas. Suhu badan pun dipantau supaya tidak naik lagi. “Saya dipaksa untuk bisa berdiri, para dokter dan suster memotivasi saya. Pertama-tama belajar turun dari tempat tidur, lalu dipaksa berdiri, berjalan, semuanya saya lalui.

Johar kemudian dipindahkan ke pusat penanganan pascacorona di Bad Lippsringe yang terletak tidak jauh dari Kota Paderborn, Jerman. Di rumah sakit ini rata-rata pasiennya juga mengalami tahapan kritis seperti dirinya. “Mereka semua melalui fase koma, pasca koma, pasca pernapasan buatan, dan kini paru-paru kami dipantau terus, termasuk kekuatan ototnya,” papar Johar. 

Tahap berikutnya dalam rehabilitasi adalah menunggu sampai hasil laboratorium darah menyatakan siap untuk masuk dalam fase pemulihan otot yang sesungguhnya. ”Dokter bilang semua fungsi otot saya akan kembali pulih menuntut perkiraaan satu tahun lagi. Pada saat itu diperkirakan otot dan volume paru-paru akan kembali seperti semula. Namun otot-otot lainnya seperti kaki, mulut dan tangan bisa lebih cepat dari itu.” 

Melalui masa-masa berat

Istri Johar, Mira Harini bercerita, ini adalah pertama kalinya ia berpisah lama dengan suaminya selama hidup di Jerman. Ia pindah ke Jerman tahun 2002, menyusul suaminya yang menjalani pelatihan sambil bekerja di perusahaan ban di Jerman sejak tahun 2000. “Jadi ketika dia di rumah sakit, di masa pandemi ini kan tidak mudah untuk membesuk di rumah sakit, ya. Saya hanya berdoa sepanjang hari, salat hajat, semua salat saya jalanani. Setiap baca Al Fatihah dan setiap sujud saat salat saya hanya  mengharapkan suami saya sembuh. Saya minta doa ke para ustaz, meminta doa dari satu pengajian ke pengajian lain. Minta maaf ke semua orang, sampai ke tetangga pun saya mintakan maafnya buat suami saya,” tuturnya.

Istri Joharsyah, MIra Harini memberi kekuatan untuk kesembuhan suaminyaFoto: Joharsyah Ciptokusumo

Uang yang ia pegang hanya dipakainya untuk membeli kebutuhan sehari-hari anak-anaknya. Sisanya ia sedekahkan semua. “Teman saya suaminya juga pernah sakit serius, koma. Dan istrinya ketika itu, mengosongkan isi tabungannya, jadi saya ikuti.”

Selama dua bulan, keluarga Johar masih menerima gaji penuh dari perusahaan tempat Johar bekerja. Namun mulai awal Juni 2020, pihak asuransi akan mengambil alih pemberian gaji dengan pemotongan selama Johar masih dinyatakan sakit atau menjalani rehabilitasi. Mira mengatakan: “Kami santai saja. Sudah pernah jadi mahasiswa, hidup turun naik. Dan rejeki bukan hanya masalah gaji. Insya Allah berapa pun cukup buat kami.”

Selama suaminya sakit, kawan-kawan di kota mereka tinggal banyak yang membantu dengan mengantarkan makanan."Ada juga yang berbelanja untuk kami, termasuk teman-teman Turki. Kesulitan datang bersama kemudahan," papar Mira.

Menyongsong hari depan dengan optimistis

Bagai lahir baru, Johar bersemangat untuk menjalani hidupnya ke depan. Ia berencana untuk menulis pengalamannya sebagi pasien COVID-19, lengkap dengan dokumentasi dan informasi berdasarkan pengalaman yang ia lalui, mulai dari bagaimana virus menyerang paru-paru hingga bagaimana proses pemulihannya. Ia ingin lebih banyak orang mengetahui informasi tentang virus itu sehingga bisa berjaga-jaga agar tidak tertular. “Saya ingin menulisnya bukan hanya dalam Bahasa Inggris tapi juga dalam bahasa Indonesia sehingga saudara-saudara kita di Indonesia juga dapat membaca atau mengetahui kisahnya,” pungkas Johar.

Itu target jangka panjang. Paling tidak nasi goreng kambing dan bubur ayam kesukaannya sudah dikirimkan istrinya saat Johar sudah boleh menyantap lagi makanan dari luar rumah sakit."Tidak sabar untuk makan mi instan lagi dicampur nasi," ujar Johar sambil meringis masih menahan perih di lehernya yang masih luka.

Total kasus infeksi virus corona di Jerman tercatat lebih dari sebanyak 175 ribu kasus, demikian berdasarkan data Robert Koch Institut (RKI). Sementara itu total angka kematian di Jerman tercatat lebih dari 8000.