Kalimantan Bakal Kehilangan 75 Persen Hutan Pada 2020
6 Juni 2017Dana Lingkungan Hidup, World Wildlife Fund, memprediksi Kalimantan akan kehilangan 75 persen luas wilayah hutannya pada 2020 menyusul tingginya laju deforestasi. Hal itu diungkapkan dalam laporan tahunan mengenai situasi lingkungan di kalimantan yang dipublikasikan WWF Indonesia dan Malaysia.
Dari sekitar 74 juta hektar hutan yang dimiliki Kalimantan, hanya 71% yang tersisa pada 2005. Sementara jumlahnya pada 2015 menyusut menjadi 55%. Jika laju penebangan hutan tidak berubah, Kalimantan diyakini akan kehilangan 6 juta hektar hutan hingga 2020, artinya hanya kurang dari sepertiga luas hutan yang tersisa.
Bagaimana Ambisi Iklim Eropa Membunuh Hutan Indonesia
Ambisi Eropa mengurangi jejak karbonnya menjadi petaka untuk hutan Indonesia. Demi membuat bahan bakar kendaraan lebih ramah lingkungan, benua biru itu mengimpor minyak sawit dari Indonesia dalam jumlah besar.
Hijau di Eropa, Petaka di Indonesia
Bahan bakar nabati pernah didaulat sebagai malaikat iklim. Untuk memproduksi biodiesel misalnya diperlukan minyak sawit. Sekitar 45% minyak sawit yang diimpor oleh Eropa digunakan buat memproduksi bahan bakar kendaraan. Namun hijau di Eropa berarti petaka di Indonesia. Karena kelapa sawit menyisakan banyak kerusakan
Kematian Ekosistem
Organisasi lingkungan Jerman Naturschutzbund melaporkan, penggunaan minyak sawit sebagai bahan campuran untuk Biodiesel meningkat enam kali lipat antara tahun 2010 dan 2014. Jumlah minyak sawit yang diimpor Eropa dari Indonesia tahun 2012 saja membutuhkan lahan produksi seluas 7000 kilometer persegi. Kawasan seluas itu bisa dijadikan habitat untuk sekitar 5000 orangutan.
Campur Tangan Negara
Tahun 2006 silam parlemen Jerman mengesahkan regulasi kuota bahan bakar nabati. Aturan tersebut mewajibkan produsen energi mencampurkan bahan bakar nabati pada produksi bahan bakar fossil. "Jejak iklim diesel yang sudah negatif berlipat ganda dengan campuran minyak sawit," kata Direktur Natuschutzbund, Leif Miller.
Komoditas Andalan
Minyak sawit adalah komoditi terpanas Indonesia. Selain bahan bakar nabati, minyak sawit juga bisa digunakan untuk memproduksi minyak makan, penganan manis, produk kosmetika atau cairan pembersih. Presiden Joko Widodo pernah berujar akan mendorong produksi Biodiesel dengan campuran minyak sawit sebesar 20%. Di Eropa jumlahnya cuma 7%.
Menebang Hutan
Untuk membuka lahan sawit, petani menebangi hutan hujan yang telah berusia ratusan tahun, seperti di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Riau, ini. "Saya berharap hutan ini dibiarkan hidup selama 30 tahun, supaya semuanya bisa kembali tumbuh normal," tutur Peter Pratje dari organisasi lingkungan Jerman, ZGF. "Tapi kini kawasan ini kembali dibuka untuk lahan sawit."
Kepunahan Paru paru Bumi
Hutan Indonesia menyimpan keragaman hayati paling kaya di Bumi dengan 30 juta jenis flora dan fauna. Sebagai paru-paru Bumi, hutan tidak cuma memproduksi oksigen, tapi juga menyimpan gas rumah kaca. Ilmuwan mencatat, luas hutan yang menghilang di seluruh dunia setiap enam tahun melebihi dua kali luas pulau Jawa
Hutan basah Kalimantan yang menjadi habitat alami bagi berbagai jenis satwa adalah yang paling terancam oleh ekspansi perkebunan kelapa sawit, penambangan dan pertanian. Menurut WWF Kalimantan akan kehilangan 10-13 juta hektar hutan antara 2015 hingga 2020.
Samarinda Tanpa Batu Bara
Selama berbelas tahun Samarinda mengandalkan batu bara untuk menjamin kemakmuran. Tapi ketika harga komoditas andalan Indonesia itu menukik tajam, seisi provinsi tenggelam dalam krisis.
Simalakama Globalisasi
Runtuhnya harga batu bara di pasar dunia membuat Kalimantan Timur kelimpungan. Provinsi berpenduduk 3,5 juta orang itu tergolong yang paling parah terkena dampak fluktuasi harga komoditas andalan tersebut. Dari 127 Dollar AS per ton 2011 silam, kini harga emas hitam itu merosot di kisaran 80 Dollar AS per ton. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yakin harga batu bara akan cendrung menurun
Panen Emas Hitam
Sebanyak 51% pendapatan daerah Kalimantan Timur diperoleh dari sektor tambang dan gas. Postur anggaran tersebut selama ini ditopang meriahnya pasar batu bara dunia dengan Cina dan India sebagai pembeli utama. Pada 2010 silam Badan Pemeriksa Keuangan memasukkan 13 kabupaten di provinsi Kalimantan Timur dalam daftar daerah paling kaya di Indonesia.
Gelombang Kebangkrutan
Mengandalkan batu bara sebagai penyedia lapangan kerja ternyata berujung runyam. Ketika harga menukik dan pemasukan tambang menyusut, puluhan perusahaan tambang kecil menghentikan produksi. Awal 2016 jumlah buruh yang dipecat melebihi 10.000 orang dan pada September 2016 angka pengangguran mencapai 7,95%. Situasi itu juga menciptakan ketegangan sosial, terutama di Samarinda dan Balikpapan
Nasib Berbalik
Pasalnya bukan cuma pertambangan saja, bisnis batu bara juga ikut menopang lusinan industri lain seperti perhotelan, hiburan, transportasi dan bahkan usaha kecil dan menengah. Tidak heran jika pada 2015 silam pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur merosot di kisaran minus 0,85%. Situasi serupa terjadi sepanjang tahun 2016. Padahal tahun 2010 Kaltim masih menikmati pertumbuhan sebesar 5%.
Ekonomi Lesu
Efek domino batubara terasa pada ekonomi Samarinda. Pusat perbelanjaan terbesar misalnya mengalami sepi penyewa dan pengunjung. Sementara asosiasi perhotelan mendesak pemerintah menerapkan moratorium hotel menyusul tingkat hunian yang anjlok sebesar 40%. Asosiasi Pemilik Kapal Indonesia, INSA, mengeluhkan penurunan kinerja industri sebesar 60%. Akibatnya harga sewa kapal anjlok hingga sepertiganya
Dosa Lingkungan
Penutupan tambang juga menyisakan masalah lingkungan buat Kalimantan Timur. Dengan konsep tambang terbuka, kini banyak lubang tambang yang dibiarkan terbengkalai. Jumlahnya menurut Jaringan Advokasi Tambang mencapai 4.464 lubang. Sedianya setiap perusahaan harus menyerahkan Uang Jaminan Reklamasi Tambang untuk biaya penghijauan kembali. Tapi regulasi tidak selamanya dipatuhi.
Sembunyi Tangan
Komisi Pemberantasan Korupsi mengeluhkan ada banyak pengusaha yang mengemplang atau tidak menyetor dana lingkungan tersebut. Direktorat Jendral Mineral dan Batubara mengklaim jumlah perusahaan yang menunggak mencapai 65%. Padahal biaya reklamasi yang dibebankan pada perusahaan hanya berkisar 60 juta Rupiah per hektar atau 500 hingga 2.000 Rupiah per ton batubara.
Tanggungan Pemerintah
Akibatnya pemerintah provinsi harus menanggung biaya pemulihan lingkungan. Tahun 2014 saja Pemprov Kaltim mencatat biaya yang ditimbulkan akibat kepunahan biodiversitas pada area seluas 165.000 hektar mencapai 11,88 triliun Rupiah.
Rugi di Rakyat
Sementara dana restorasi dan reklamasi lahan yang seluas 398.000 hektar mencapai 12,8 triliun Rupiah. Gubernur Kaltim, Awang Faroek menyebut total nilai kehilangan manfaat dan pemulihan lingkungan bisa mencapai Rp 242,1 triliun per tahun.
Masa Depan Tanpa Batubara
Kini pemerintah provinsi didesak untuk menggalakkan pertumbuhan di sektor non migas buat menopang perekonomian. Inisiatif tersebut juga didukung pemerintah pusat dengan mengucurkan dana sebesar 165 miliar Rupiah dari APBN untuk membangun sektor pertanian di provinsi kaya sumber daya tersebut. Masih harus dilihat apakah sektor pertanian akan mampu mengawali kebangkitan perekonomian Kaltim.
Laju deforestasi juga memusnahkan habitat satwa langka seperti orangutan. "Kita harus bertindak sekarang dan secepat mungkin untuk menyelamatkan hutan Kalimantan," kata Direktur WWF Malaysia, Dionysius Sharma.
Kalimantan saat ini didiami oleh sekitar 11 juta penduduk, termasuk satu juta penduduk asli, yang tersebar di Indonesia, Brunei dan Malaysia.
Kebakaran Hutan Ancam Orang Utan
Kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan tidak saja menimbulkan masalah bagi manusia, tapi juga bagi berbagai jenis flora dan fauna, termasuk bagi orang utan. Berikut beberapa dampak kebakaran hutan pada orang utan.
Habitat dan Populasi Terancam
Pembalakan hutan serta kebakaran hutan menjadi ancaman utama bagi habitat dan populasi orang utan. Menurut data tahun 2008, di Kalimantan hidup sekitar 56.000 orang utan di alam liar. Namun akibat pembalakan hutan, dan diperparah dengan kebakaran hutan yang terjadi setiap tahun, populasi orang utan saat ini diperkirakan tinggal 30.000 – 40.000.
Korban Kebakaran Hutan
Menurut Borneo Orang Utan Survival Foundation (BOSF), 16 bayi orang utan yang berada di hutan rehabilitasi di Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah, mengalami masalah kesehatan akibat paparan kabut asap. Belum ada informasi berapa ekor orangutan yang menjadi korban tewas akibat kebakaran hutan. Namun BOSF meyakini banyak orangutan yang tidak mampu menyelamatkan diri dari kebakaran yang melanda hutan.
Waktu Tidur
Selama terjadinya kebakaran hutan yang menyebabkan kabut asap tebal, orangutan diamati pergi tidur lebih awal dari biasanya, yaitu antara pukul 14:30 – 15:00. Pada kondisi normal, orangutan tidur pada pukul 17:00. Dan saat bencana kabut asap, orangutanpun tidur lebih lama. Biasanya orangutan bangun pukul 04:30-05:00, namun kini mereka bangun sekitar pukul 06:00.
Lebih Mendekat ke Tanah
Selama terjadinya kabut asap, orangutan membangun sarang lebih rendah dibandingkan pada kondisi normal. Selain itu, dari pengamatan terlihat juga adanya orangutan yang mengalami perubahan dalam pola makannya. Walau saat ini makanan pokok mereka, buah Tutup Kabali, masih tersedia di hutan, tapi beberapa orangutan lebih memilih umbut dari sejenis pohon pandan.
Keluar dari Habitat
Sejak kabut asap yang dipicu kebakaran hutan terjadi, orang utan juga kerap terlihat masuk pemukiman warga. Sebenarnya, orang utan dikenal sebagai hewan pemalu dan berusaha untuk menghindari kontak dengan manusia. Tapi karena habitatnya rusak atau musnah akibat kebakaran hutan, kini orang utan turun hingga ke permukiman penduduk untuk mencari makan dan bertahan hidup.
Akhir Mei lalu Presiden Joko Widodo memperpanjang moratorium pengelolaan hutan alam primer dan lahan gambut yang diprakarsai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2011. Keputusan tersebut mencakup area hutan seluas 66 juta hektar.
Namun moratorium yang ditetapkan pemerintah dinilai kurang efektif karena masih banyaknya pelanggaran yang diabaikan. Kalimantan misalnya masih kehilangan 323.000 hektar lahan hutan 2015 silam meski dilarang dalam Inpres Nomor 6 Tahun 2013 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.
10 Keajaiban Alam Yang Terancam
Ada banyak hal yang menyebabkan terancamnya keajaiban alam di seluruh dunia. Mulai dari perubahan iklim hingga ketamakan manusia. Berikut hanya segelintir dari banyak lokasi yang mungkin tidak bisa diselamatkan lagi.
Jendela Dwejra, Malta
Bagi yang ingin mengunjunginya, kini sudah terlambat. Jendela Dwejra atau "azure window", lengkungan alami di pulau Gozo, Malta runtuh ke dalam laut akibat tak mampu menahan kencangnya tiupan angin kencang dan hujan lebat. Menurut Menteri Lingkungan Hidup Malta, Jose Herrera, tidak ada yang mampu menyelamatkan konstruksi Jendela Dwejra.
Lange Anna, Heligoland
Tumpukan batu pasir berwarna setinggi 47 meter ini adalah simbol pulau Heligoland di Laut Utara. Lange Anna bentuknya sudah berubah. Kini lebih langsing karena badai dan embun beku. Pakar memperkirakan, tumpukan batu pasir ini akan runtuh atau patah di sisi yang paling pipih. Biaya perlindungannya akan memakan jutaan Euro.
Great Barrier Reef, Australia
Surga bagi para penyelam ini juga merupakan ekosisten berpenghuni terbesar di dunia. Ahli biologi kelautan memperkirakan setengah dari terumbu karang disana sekarat atau sudah mati. Penyebabnya adalah pemanasan global. Suhu air yang terlalu tinggi menyebabkan warna karang pucat. Terumbu karang mengapur dan mati. 2015 Unesco mendesak Australia untuk melindungi karang dengan lebih baik.
Danau Titicaca, Peru dan Bolivia
Setengah danau ini berada di Peru dan setengah lagi di Bolivia. Tahun 2012 Global Nature Fund menyatakannya sebagau "danau terancam tahun ini". Perumahan, pertambangan dan hotel membuang air limbahnya ke danau. Sampah bisa terlihat menumpuk di tepi danau. Danau Titicaca tidak lagi secantik foto di brosur wisata.
Machu Picchu, Peru
Inilah tujuan wisata nomor satu di Peru. Hingga 4000 pengunjung per hari datang ke situs reruntuhan Inca yang dulu hanya dihuni 300 orang. Jejakan kaki para turis menyebabkan getaran yang menimbulkan retakan pada tembok-tembok disana. Sehingga air hujan masuk ke dalamnya. Machu Picchu tidak akan selamanya tampak seperti ini.
Hutan Amazon, Amerika Selatan
Luasnya 5,5 juta kilometer persegi dan merupakan hutan tropis terbesar di dunia. Tapi lahannya terus berkurang karena penebangan pohon. Menurut WWF, tahun 2014 lahan hutan tropis seluas 2,5 lapangan sepak bola menghilang per menit karena digunakan untuk lahan penggembalaan dan perkebunan kedelai dan tebu.
Salju di Kilimanjaro, Tanzania
Puncak yang ditutupi salju adalah keistimewaan gunung tertinggi di Afrika ini. Tapi gletser pada ketinggian 5895 meter semakin berkurang. Di abad ke-20, luasnya berkurang menjadi 85 persen. Aktivis lingkungan memperkirakan, tahun 2033 geltser di puncak Kilimanjaro akan hilang secara total.
Laut Mati
Tepian Laut Mati terancam karena diperkirakan ada lebih dari 3.000 lubang pembuangan terletak di antara perbatasan Israel dan Yordania. Para pakar yakin, peningkatan jumlah lubang karena disebabkan semakin maraknya pembangunan bendungan dan waduk di tepi danau. Air Laut Mati juga dipompa untuk keperluan kolam renang hotel karena tingkat salinitasnya hampir 33 persen.
Bunga Sakura, Jepang
Perubahan iklim juga bisa merusak keindahan festival bunga Sakura di Jepang. Suhu di beberapa daerah terlalu hangat untuk pohon ceri lokal. Sehingga bunga mekar lebih awal, warnanya semakin pucat dan suatu saat pohonnya tidak akan berbunga lagi.
Gunung Es, Antartika
Antartika tidak lagi identik dengan bongkahan gunung-gunung es raksasa. Januari 2017, hasil rekaman gambar menunjukkan, luas laut yang tertutup es semakin menyusut. Perkembangan muram itu diyakini akan semakin memburuk menyusul pemanasan global
rzn/yf (rtr, wwf, wri)