Xinjiang Catatkan Tingkat Pemenjaraan Tertinggi di Dunia
18 Mei 2022
Satu dari 25 penduduk Konasheher di Provinsi Xinjiang tercatat mendekam di penjara. Wilayah bermayoritaskan etnis Uighur itu memiliki tingkat pemenjaraan tertinggi di dunia, menurut dokumen yang bocor ke media.
Iklan
Dokumen rahasia pemerintah Cina yang sudah diverifikasi oleh Associated Press mencantumkan lebih dari 10.000 nama narapidana Uighur di Konashesher, satu dari belasan distrik di Provinsi Xinjiang. Daftar tersebut merupakan bukti teranyar langkah Beijing memenjarakan sekitar satu juta etnis minoritas, seperti yang dituduhkan organisasi HAM internasonal. Cina mengklaim melancarkan perang melawan teror untuk menumpas pemberontakan etnis di Xinjiang.
Sejak lama warga eksil Uighur dan organisasi HAM menuduh Cina menggunakan metode pemenjaraan sistematis untuk meredam separatisme di provinsi terluarnya itu. Beijing sempat mengumumkan penutupan sementara apa yang disebutnya sebagai kamp re-edukasi pada 2019 silam. Langkah itu diambil menyusul tekanan dunia internasional yang dibarengi ancaman sanksi ekonomi.
Namun begitu, hingga kini diperkirakan ribuan warga masih mendekam di kamp-kamp tersebut, kebanyakaan dengan dakwaan terorisme.
Uighur - Diskriminasi di Cina dan Terdesak di Turki
Akibat banyaknya tekanan dari Cina sebagian warga Uighur pindah ke Turki. Awalnya itu tampak seperti solusi bagus, tetapi kini mereka terdesak karena tidak mendapat izin tinggal dan tidak dapat memperbarui paspor Cina.
Foto: Reuters/M. Sezer
Kritik terhadap Cina
Dunia internasional telah berkali-kali mengeritik Cina karena mendirikan sejumlah fasilitas yang digambarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai tempat penahanan, di mana lebih sejuta warga Uighur dan warga muslim lainnya ditempatkan. Beijing menyatakan, langkah itu harus diambil untuk mengatasi ancaman dari militan Islam. Foto: aksi protes terhadap Cina di halaman mesjid Fatih di Istanbul.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Tekanan ekonomi
Pada foto nampak seorang perempuan menikmati santapan yang dihidangkan restoran Uighur di Istanbul, Turki. Pemilik restoran, Mohammed Siddiq mengatakan, restorannya mengalami kesulitan karena warga Uighur biasanya menyantap makanan di rumah sendiri, dan warga Turki tidak tertarik dengan masakan Uighur.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Suara perempuan Uighur
Gulbhar Jelilova adalah aktivis HAM dari Kazakhstan, dari etnis Uighur. Ia sempat ditahan selama 15 bulan di tempat penahanan yang disebut Cina sebagai "pusat pelatihan kejuruan." Ia mengatakan, setelah mendapat kebebasan ia mendedikasikan diri untuk menjadi suara perempuan Uighur yang menderita.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Mencari nafkah di Turki
Dua pria Uighur tampak bekerja di toko halal di distrik Zeytinburnu, di mana sebagian besar warga Turki di pengasingan bekerja. Ismail Cengiz, sekjen dan pendiri East Turkestan National Center yang berbasis di Istanbul mengatakan, sekitar 35.000 warga Uighur tinggal di Turki, yang sejak 1960 menjadi "tempat berlabuh" yang aman bagi mereka.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Merindukan kampung halaman
Gulgine Idris, bekerja sebagai ahli rpijat efleksi di Istanbul. Ketika masih di Xinjiang, Cina, ia bekerja sebagai ahli ginekolog. Kini di tempat prakteknya ia mengobati pasien perempuan dengan pengetahuan obat-obatan dari Timur. Turki adalah negara muslim yang teratur menyatakan kekhawatiran tentang situasi di Xinjiang. Bahasa yang digunakan suku Uighur berasal usul sama seperti bahasa Turki.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Tekanan bertambah sejak beberapa tahun lalu
Sexit Tumturk, ketua organisasi HAM National Assembly of East Turkestan, katakan, warga Uighur tidak hadapi masalah di Turki hingga 3 atau 4 tahun lalu. Tapi Turki pererat hubungan dengan Cina, dan khawatir soal keamanan. Pandangan terhadap Uighur juga berubah setelah sebagian ikut perang lawan Presiden Suriah Bashar al Assad, yang berhubungan erat dengan Cina.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Kehilangan orang tua
Anak laki-laki Uighur yang kehilangan setidaknya salah satu orang tua mengangkat tangan mereka saat ditanya dalam pelajaran agama di madrasah di Kayseri. Sekolah itu menampung 34 anak. Kayseri telah menerima warga Uighur sejak 1960-an, dan jadi tempat populasi kedua terbesar Uighur di Turki. Sejak keikutsertaan warga Uighur dalam perang lawan Assad, Cina memperkeras tekanan terhadap mereka.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Mengharapkan perhatian lebih besar
Sebagian warga Uighur di Turki berharap pemerintah Turki lebih perhatikan kesulitan mereka, dan memberikan izin bekerja, juga sokongan dari sistem asuransi kesehatan. Foto: seorang anak perempuan menulis: "Kami, anak Turkestan, mencintai kampung halaman kami" dengan bahasa Uighur, di sebuah TK di Zeytinburnu. Warga Uighur di pengasingan menyebut kota Xinjiang sebagai Turkestan Timur.
Foto: Reuters/M. Sezer
Situasi terjepit
Warga Uighur juga tidak bisa memperbarui paspor mereka di kedutaan Cina di Turki. Jika kadaluarsa mereka hanya akan mendapat dokumen yang mengizinkan mereka kembali ke Cina, kata Munevver Ozuygur, kepala East Turkestan Nuzugum Culture and Family Foundation. (Sumber: reuters, Ed.: ml/hp)
Foto: Reuters/M. Sezer
9 foto1 | 9
Pemenjaraan di Konasheher
Mihrigul Musa, seorang pemuda etnis Uighur yang kini mengungsi di Norwegia, mengenali nama salah seorang sepupunya, Rozikari Tohti, pada daftar tersebut. Dia divonis lima tahun penjara atas dakwaan "ekstremisme agama.”
Iklan
Adiknya, Ablikim, dibui selama tujuh tahun karena terbukti "mengumpulkan massa untuk mengganggu ketertiban umum.” Adapun jiran Tohti bernama Nurmemet Dawut, yang tinggal bersebelahan, mendapat vonis 11 tahun penjara dengan dakwaan serupa, ditambah "mencari keributan dan memprovokasi masalah.”
Konasheher merupakan wilayah Uighur berpenduduk 267.000 jiwa di selatan Xinjiang. Vonis penjara yang diberikan bagi warga berkisar antara dua hingga 25 tahun, dengan rata-rata sembilan tahun masa kurungan.
Sebagian besar nama yang menghuni daftar tersebut ditangkap pada 2017, menurut warga Uighur di pengasingan. Artinya, mayoritas narapidana saat ini masih mendekam di penjara.
Fenomena Hilangnya Orang Terkenal di Cina Selama Bertahun-tahun
Setelah membuat tuduhan penyerangan seksual terhadap mantan Wakil Perdana Menteri Zhang Gaoli, petenis Peng Shuai tidak terlihat selama dua minggu. Berikut beberapa tokoh Cina lainnya yang menghilang secara misterius.
Foto: Andy Brownbill/AP Photo/picture alliance
Peng Shuai
Pada 2 November 2021, Peng Shuai membagikan postingan di platform media sosial Weibo, menuduh mantan Wakil Perdana Menteri Zhang Gaoli, telah melakukan pelecehan seksual terhadapnya. Setelah mengunggah hal tersebut, dia tidak terlihat selama dua minggu. Shuai akhirnya muncul kembali di Beijing dan mengadakan panggilan video dengan Presiden IOC Thomas Bach.
Foto: Bai Xue/Xinhua/picture alliance
Ren Zhiqiang
Pada Februari 2020, Ren Zhiqiang, mantan taipan real estat dan pengkritik Presiden Xi Jinping, menulis esai yang mengkritik otoritas Cina atas kegagalan mereka menanggapi pandemi COVID-19 dan menyebut Xi sebagai "badut." Setelah postingan itu, ia menghilang dari pandangan publik dan pada akhir tahun 2020 dijatuhi hukuman 18 tahun penjara karena kasus korupsi.
Foto: picture-alliance/AP Photo/Color China Photo
Chen Qiushi
Pada awal tahun 2020, jurnalis Chen Qiushi pergi ke Wuhan, pusat pandemi COVID-19, dan membuat video tentang apa yang terjadi di kota tersebut. Pada Februari 2020, ia dibawa pergi oleh pihak berwenang dan muncul kembali 600 hari kemudian. "Selama satu tahun delapan bulan terakhir, saya telah mengalami banyak hal. Ada yang bisa dibicarakan, ada yang tidak," ujarnya.
Foto: Privat
Lu Guang
Pada akhir tahun 2018, Lu Guang, seorang fotografer yang berbasis di AS, dibawa pergi oleh pejabat keamanan negara saat bepergian di provinsi Xinjiang barat Cina, pusat tindakan keras Beijing terhadap Muslim Uighur. Penangkapan Lu menarik perhatian internasional dan kecaman luas. Pada September 2019, istri Lu mencuitkan bahwa suaminya telah dibebaskan beberapa bulan sebelumnya dan aman di rumah.
Foto: Xu Xiaoli
Meng Hongwei
Pada Oktober 2018, mantan Presiden Interpol Cina, Meng Hongwei, menghilang di tengah masa jabatan empat tahunnya saat dalam perjalanan ke Cina. Belakangan diketahui bahwa dia ditahan, dituduh melakukan suap, dan kejahatan lainnya. Interpol kemudian mengumumkan bahwa Meng telah mengundurkan diri dari jabatannya. Dia kemudian dijatuhi hukuman lebih dari 13 tahun penjara.
Foto: Getty Images/AFP/R. Rahman
Ai Weiwei
Ai Weiwei, seniman dan aktivis terkenal di Cina. Dia bahkan membantu merancang stadion Sarang Burung Olimpiade Beijing 2008 sebelum berselisih dengan pihak berwenang Cina. Pada tahun 2011, Ai ditangkap di bandara Beijing dan menghabiskan 81 hari dalam tahanan tanpa dakwaan. Setelah diizinkan meninggalkan Cina pada 2015, ia tinggal di Jerman dan Inggris. Namun, sejak 2021 dia menetap di Portugal.
Foto: picture-alliance/dpa/F. Sommer
Jack Ma
Jack Ma, pendiri perusahaan Alibaba, sempat tidak diketahui keberadaannya setelah mengkritik regulator Cina dalam pidato pada Oktober 2020. Meskipun ada desas-desus bahwa Ma ditahan, teman-temannya mengatakan itu tidak benar. Dua bulan kemudian Ma muncul kembali dalam sebuah pesan video, tetapi tidak menyebutkan hilangnya dia dari sorotan publik.
Foto: Blondet Eliot/ABACA/picture alliance
Zhao Wei
Zhao Wei tidak terlihat di depan umum sejak Agustus 2021. Beijing telah memastikan bahwa dia "terhapus" dari sejarah, saat film dan acara TV-nya tak lagi muncul di platform streaming online tanpa penjelasan. Namanya juga telah dihapus dari kredit film dan program TV. Meskipun Wei dilaporkan terlihat di Cina timur pada September, keberadaan pastinya masih belum jelas. (rs/ha)
Foto: picture-alliance/dpa/C. Onorati
8 foto1 | 8
Penghilangan identitas
Pemerintah Cina sejak lama dituduh ingin menghilangkan identitas Uighur demi mencegah dorongan separatisme. Namun, hal ini dibantah juru bicara pemerintah Xinjiang, Elijan Anayat. "Kami tidak akan pernah membidik pemeluk agama atau kelompok etnis tertentu, apalagi Uighur,” katanya.
Dokumen itu didapat seorang pakar Xinjiang, Gene Bunin, dari seorang sumber anonim. Dia mengaku sebagai anggota mayoritas etnis Han Cina dan "menolak kebijakan pemerintah Cina di Xinjiang.”
Bunin lalu menyerahkan dokumen tersebut kepada pakar linguistik Uighur, Abdulweli Ayup, yang lalu mengabarkan Associated Press. AP memverifikasi kebenaran dokumen dengan mewawancarai delapan warga Konasheher yang mengenali 194 narapidana, serta membandingkannya dengan data pengadilan dan berbagai catatan formal lain.
Uniknya, daftar tersebut tidak mencantumkan narapidana untuk delik kriminal umum seperti pembunuhan atau pencurian, melainkan hanya mencantumkan delik terorisme atau mengganggu ketertiban umum.