1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Pahit dan Manis dari Köthen Si "Kota Mati"

20 Desember 2019

Yang pahit: Cuma bisa jalan kaki atau sepedaan. Yaaaa bener banget, di Köthen kalian harus banyak jalan karena minim transportasi umum. Oleh Masiga Buana.

Deutschland Köthen | Privatfotos Student Masiga Buana aus Indonesien
Foto: privat

Aku Masiga, yang sering dipanggil mas, bukan karena panggilan kakak tapi memang namaku Mas. Di Köthen biasanya aku hanya mendengarkan siswa siswi mengeluh tentang kehidupan dan kegiatan belajarnya selama di Studienkolleg atau di Universitas. Aku mau ceritakan Köthen dari sisi yang tidak biasa.

Köthen adalah sebuah kota di Jerman tepatnya di Provinsi Sachsen Anhalt (Saxony-Anhalt) dengan jumlah penduduk 25.000an dan luasnya hanya 79 km persegi. Köthen disebut sebagai kota Bach, karena seorang musisi terkenal Johann Sebastian Bach pernah tinggal disini.

Mantan Ketua PPI Köthen, Masiga Buana Chrissy (kiri)Foto: privat

Ini cerita menariknya untuk orang dari Indonesia. Fakta: banyak sekali calon mahasiswa S1 yang mengikuti tes ujian masuk Studienkolleg (pendidikan sebelum kuliah S1 di Jerman). Rata-rata 400 calon mahasiswa dari Indonesia per semester mengikuti tes ujian ini, yang disebut Aufnahmetest, maksudnya penyetaraan untuk masuk ke universitas Jerman. Jadi kebayang sudah berapa ribu orang Indonesia yang pernah kesini kan?

Köthen melahirkan banyak sekali siswa atau calon mahasiswa terbaik yang memiliki kemampuan luar biasa di Jerman. Kenapa bisa? Kita sama-sama tahu, setiap anak yang baru lulus SMA sederajat memiliki kesempatan untuk mengembangkan dirinya masing-masing.

Dukungan dari Universitas Anhalt yang begitu besar, serta guru-guru dan rektor sangat mengapresiasi keberadaan mahasiswa dan calon mahasiswa di Köthen. Mereka memberikan banyak jalan dan lingkungan sekitar yang begitu "keras" membuat para mahasiswa ini juga bertarung dengan kehidupannya. Itulah yang membuat mereka besar saat ini, semoga kalian selalu jadi yang terbaik Ex-Koethener!

Cerita-cerita pahit

Yang pahit: Cuman bisa jalan kaki atau sepedahan. Yaaaa bener banget, di Köthen kalian harus banyak jalan karena minim transportasi umum.

Yang lebih pahit: Mesti jalan bulak balik kalau lagi mau perpanjang visa. Naaaah ini hal yang paling sering membuat kita di Köthen pengen berteriak. Pertama urusan visanya sulit, dan kedua jarak dari rumah jauh. Kebanyakan harus bolak balik, namanya mahasiswa kan miskin, kita nggak mungkin sering-sering naik taksi.

Cerita sedikit lebih pahit lagi: Makan di rumah kadang itu-itu saja dan tidak ada tempat belanja yang besar. Kebayang kalau ada Mall pasti isinya orang asing melulu, karena Köthen dipenuhi oleh banyak nenek dan kakek galak doang. Selain itu, tempat tinggal juga kadang kurang layak dan sering ditipu-tipu sama yang menyewakan. Gedeg sih... tapi ya sudahlah...

Cerita terpahit: Di akhir semester harus berpisah dengan beberapa orang, karena beda tujuan kuliahnya. Ini adalah momen yang sebenernya kalau bisa tidak ada!

Masiga bersama teman-teman mahasiswa Indonesia yang berada di Köthen. Foto: privat

Cerita-cerita terindah

Sekarang giliran cerita terindahnya, apa yang bisa dilakuin para mahasiswa atau calon mahasiswa di Köthen? Kebanyakan hal pertama sih pada cari jodoh, habis itu baru mikir mencari teman atau sahabat.

Enaknya, karena kotanya kecil kita bisa sering bertemu dan saling tolong menolong. Contohnya kalau yang perempuan suka masak, mereka masak-masak terus dan suka membagikan pada yang cowok-cowok, yang sibuk ngegame, atau kebalikan.

Ya memang begitu menyenangkan kehidupan mahasiswa dan calon mahasiswa di Köthen sebenarnya. Tapi tetap saja, sebutan "Kota Mati" belum bisa diubah, karena memang di sana sepi.

Aku sendiri mulai membentuk yang namanya PPI Köthen (Perhimpunan Pelajar Indonesia) pertama kali tahun 2015 bersama teman-teman yang lain. Tujuannya untuk berbagi banyak hal dan sampai saat ini PPI Köthen selalu ada untuk kalian yang membutuhkan bantuan. Oh ya, PPI juga pernah sempat melaksanakan kumpul bareng tahun 2016 di Köthen. Jadi kebanyakan mahasiswa Indonesia juga tahu Köthen.

Penutup dariku, biasanya aku selalu bilang "Köthen besar bukan karena kotanya, tapi karena kita". Karena banyak sekali tamu yang pernah hadir di Köthen, termasuk Pak Duta Besar, Kepala Atase Pendidikan, Kepala Atase Imigrasi, staff KBRI lain, para rektor dari Universitas di Papua, gubernur atau walikota dari Indonesia. Kayaknya, mungkin Presiden Indoensia saja  yang belum sempat.

Salam,

Masiga Buana Juli Chrissy.

* Masiga Buana  adalah mantan ketua PPI Köthen ketika dibentuk pertama kali.

**DWNesiaBlog menerima kiriman blog tentang pengalaman unik Anda ketika berada di Jerman atau Eropa. Atau untuk orang Jerman, pengalaman unik di Indonesia. Kirimkan tulisan Anda lewat mail ke: dwnesiablog@dw.com. Sertakan 1 foto profil dan dua atau lebih foto untuk ilustrasi. Foto-foto yang dikirim adalah foto buatan sendiri.