Yayasan Soekarno Beri Penghargaan untuk Kim Jong Un
Hendra Pasuhuk3 Agustus 2015
Yayasan Pendidikan Soekarno (YPS) akan memberikan Soekarno Award kepada diktator Korea Utara, Kim Jong Un. Ketua YPS Rachmawati Soekarnoputri memuji Kim Jong Un sebagai tokoh anti imperialisme yang konsisten.
Iklan
Yayasan Pendidikan Soekarno (YPS) akan memberikan Soekarno Award kepada diktator Korea Utara, Kim Jong Un. Ketua YPS Rachmawati Soekarnoputri memuji Kim Jong Un sebagai tokoh anti imperialisme yang konsisten.
Yayasan Pendidikan Soekarno (YPS) menilai, pempimpin diktator Korea Utara, Kim Jong Un secara konsisten melaksanakan pemikiran pemimpin besar Kim Il Sung dalam melawan imperialisme.
"Kim Jong Un terbukti secara konsisten tetap melaksanakan jalan pikiran pemimpin besar mereka, yaitu Kim Il Sung, yakni melawan imperialisme," kata Rachmawati Soekarnoputri, Ketua Yayasan Pendidikan Soekarno dan pendiri Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Korea Utara.
Hal itu disampaikan anak ketiga dari mantan Presiden RI, Soekarno, setelah bertemu dengan Duta Besar Korea Utara, Ri Jong Ryul, hari Kamis lalu (30/07/) Rachmawati selanjutnya menyatakan, kegigihan Kim Jong Un melawan imperialisme sejalan dengan pikiran Soekarno yang anti-neo kolonialisme imperialisme (nekolim).
Dinasti dengan budaya pemujaan keluarga Kim
Tahun 2001, Yayasan Pendidikan Soekarno juga pernah memberikan penghargaan tersebut kepada Kim Il Sung. Pendiri dinasti Kim Il Sung dianggap sebagai tokoh perdamaian kemerdekaan, dan sekarang dinobatkan sebagai Presiden Abadi Korea Utara.
Tirai Tersibak: Keseharian di Korea Utara
Sekelompok wartawan menjelajah Korea Utara selama sepekan, sambil ditemani pejabat yang menyensor foto atau memastikan tidak ada wawancara. Hasil temuan mereka menampilkan gambaran unik negeri yang tertutup itu.
Wartawan dan kantor berita AP menjelajah sekitar 2.150 kilometer di negara yang cuma mempunyai 25.000 kilometer ruas jalan. Selama perjalanan itu mereka mendapati negeri yang selama ini terisolasi. Dalam gambar tampak seorang perempuan berjalan di sebuah ruas di luar kota Pyongyang.
Seorang pria Korea Utara memanggang kentang dan ayam di atas api unggun di tepi kota Samjiyon di provinsi Ryanggang. Dibandingkan wilayah lain di muka bumi, Korea Utara nyaris tak tersentuh. Sebab itu pula merupakan sebuah kejutan ketika pemerintah Pyongyang mengundang wartawan AS untuk menjelajahi negerinya.
Sebongkah batu berdiri di tepi jalur menuju puncak gunung Paektu dí provinsi Ryanggang. Gunung ini diagungkan oleh penduduk setempat bukan cuma karena keindahan alamnya, melainkan lantaran dianggap sebagai tempat lahirnya revolusi merah di Korea Utara. Gunung Paektu juga sering disebut dalam cerita rakyat sebagai asal muasal nenek moyang penduduk Korea.
Petani berjalan di tengah guyuran hujan di dekat kota Hyesan, di provinsi Ryanggang. Korea Utara bertekad menghidupkan kembali sektor pariwisata yang lama terabaikan. Sebab itu Pyongyang mengundang wartawan asing. "Kami tidak boleh memotret razia jalan raya, instansi militer atau penjara," kata seorang wartawan yang diundang.
Para bocah di Korea Utara terkadang harus ikut membantu pembangunan jalan seperti yang tampak di provinsi Hamgyong ini. Jalan terbaik di Korea Utara adalah ruas sepanjang 200 kilometer yang menghubungkan ibukota Pyongyang dengan kota pelabuhan di timur, Wonsan.
Penduduk lokal berjalan di sepanjang sungai di kota Kimchaek, provinsi Hamgyong. Kota yang dulunya menjadi pusat pertambangan bijih besi itu kini membisu. Nama Kimchaek diambil dari seorang pahlawan perang Korea Utara yang tewas pada perang saudara.
Sisa-sisa makan siang di sebuah restoran di Wonsan. Santapan siang sebagian besar penduduk Korea Utara diyakini lebih sedikit ketimbang yang disajikan buat pelancong asing. Menurut WHO, ratusan ribu penduduk Korut menderita kelaparan. "Di antara ribuan manusia yang kami temui selama perjalanan, cuma dua yang badannya gempal," kata wartawan yang diundang.
Para wartawan dipaksa mengikuti aturan yang antara lain melarang wawancara dengan penduduk lokal. "Mungkin sebagian besar tidak pernah melihat orang asing," kata wartawan AP, Eric Talmadge. "Kehadiran kami diabaikan. Kami tidak bertukar pandang, apalagi bertukar kata." Tampak dua bocah bermain bola sembari menikmati guyuran hujan di kota Hyesan, provinsi Ryanggang.
Pria Korut menyantap makanan piknik dengan ditemani bir Taedonggang buatan lokal di sebuah kota di provinsi Hwanghae. Tahun ini PBB memperkirakan, Korut akan mampu memproduksi makanan yang cukup untuk penduduknya. Namun kelaparan tetap menjadi masalah besar. Sepertiga bocah Korea Utara mengalami pertumbuhan lambat lantaran kekurangan nutrisi.
Seorang petani memanen kol di pinggiran kota Pyongyang. Masalah terbesar Korea Utara di sektor pertanian adalah sebagian lahan negara yang tidak layak untuk berocok tanam. Kendati produksi pangan jauh meningkat dibandingkan awal 1990-an, ancaman bencana kelaparan mengintai setiap kali panen mengalami kegagalan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/Wong Maye-E
Sepi Kendaraan Bermotor
Seorang pria sedang menginspeksi mesin mobilnya di tepi danau Wonsan. Cuma segelintir penduduk yang mampu membeli kendaraan bermotor. Dari sekitar 25.000 km ruas jalan, cuma 750 kilometer yang beraspal.
Sekelompok remaja Korea Utara menikmati santapan piknik di tepi danau Wonsan. "Bahkan di tengah jalan yang paling sepi sekalipun, kami didatangi oleh perwira yang bertugas mengawasi gerak-gerik kami," kata wartawan yang datang meliput.
Penduduk setempat menunggu kereta di samping rel yang melewati sebuah kota kecil di provinsi Hamgyong. Adapun sebagian lain yang tidak mampu membeli tiket kereta, harus rela berjalan kaki ke kota terdekat buat membeli kebutuhan hidup.
Kim Il Sung memerintah dengan tangan besi dan mengisolasi negerinya dari pengaruh asing. Setelah meninggal, pemerintahan diambil alih oleh putranya, Kim Jong Il, yang kemudian mewariskan tahtanya ke anak lelakinya, Kim Jong Un.
Dinasti Kim mengokohkan kekuasan otoriternya dengan pengendalian seremonial pemujaan terhadap pendiri dinasti, Kim Il Sung dan garis keturunannya. Di bawah kekuasaan keluarga Kim, Korea Utara beberapa kali mengalami bencana kelaparan dan sangat tergantung pada bantuan luar negeri, terutama dari Cina.
Rachmawati Bela Kim Jong Un
Rachmawati Soekarnoputri menolak tuduhan diktator kepada pimpinan Korea Utara. Menurut dia, Kim Jong Un selama ini banyak diberitakan sebagai diktator karena ulah dan propaganda negara-negara Barat saja.
"Itu kan cuma propaganda Barat saja," kata Rachmawati kepada Kompas.com hari Jumat (31/07).
Rachmawati justru menganggap Kim Jong Un sebagai tokoh yang konsisten melaksanakan politik kakeknya Kim Il Sung.
"Kim Jong Un pemikirannya paralel dengan pemikiran Soekarno. Mereka punya kesamaan visi dan misi," tandasnya.
Rencana pemberian Soekarno Award kepada Kim Jong Un mengundang reaksi dan kritik tajam di media sosial Facebook dan Twitter. Hal itu juga sempat menjadi berita di media-media luar negeri.