Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI) nilai banyak kebijakan pemerintah berpotensi meruntuhkan demokrasi dan bertentangan dengan substansi hukum. Simak wawancara eksklusif DW bersama Ketua Umum YLBHI Asfinawati!
Iklan
DW : YLBHI baru saja mengeluarkan rilis resmi yang menyatakan ada sebelas kebijakan pemerintah yang berpotensi meruntuhkan demokrasi Indonesia. Apa yang mendorong YLBHI menyatakan demikian?
Jadi kami melihat ini pertama satu-satu, Perppu Ormas paling awal dan itu agak prinsip karena ormas bisa dibubarkan tanpa melalui proses hokum, proses peradilan, dan itu, persis di situ, makna dari negara hukum. Kemudian tidak berhenti, semakin terus-menerus dan kami khawatir ini tanda-tanda pemerintahan akan kembali kepada Orde Baru. Tentu saja orang banyak kaget ketika kami mengungkapkan ini, tapi jangan membadingkan orde baru pada tahun ke-32 dengan sekarang. Kita harus melihat awal-awal orde baru dengan sekarang. Ini baru berjalan sekitar lima tahun.
Menurut saya, ini akibat kalau kita melibatkan jenderal-jenderal lama yang punya rekam jejak melanggar HAM, dan kita tahu ada sebuah doktrin illustration dalam hukum internasional, bahwa orang-orang yang terlibat dalam pelanggaran HAM masa lalu, harusnya tidak diberikan tempat di politik nasional karena mereka tahunya menjalankan negara seperti ini, menyelesaikan persoalan tidak dalam kondisi demokrastis.
Kebangkitan Pemimpin Perempuan di Indonesia
Meski hanya memenangkan 15 dari 111 daerah pemilihan, kemunculan pemimpin perempuan di sejumlah daerah menjadi salah satu catatan manis Pilkada 2018. Inilah sejumlah figur yang patut Anda kenal.
Foto: Detik.com
Khofifah Indar Parawansa
Meski awalnya tidak mendapat dukungan besar, Khofifah merebut hati penduduk Jawa Timur dan mengalahkan Saifullah Yusuf yang lebih diunggulkan. Sosokyang juga mantan anak didik bekas Presiden Abdurrahman Wahid ini sejak awal berkecimpung di Nahdlatul Ulama. Ia menjabat ketua umum Muslimat NU selama empat periode berturut-turut. Tidak heran jika Alm. Gus Dur pernah menyebutnya "srikandi NU".
Foto: Detik.com
Tri Rismaharini
Sebanyak 86,34% suara dikumpulkan Risma saat memenangkan masa jabatan kedua dalam Pemilihan Walikota Surabaya 2015 silam. Kinerjanya yang apik dan faktor kesederhanaan membuat walikota perempuan pertama Surabaya ini berulangkali masuk dalam nominasi walikota terbaik di dunia, termasuk memenangkan Lee Kuan Yew World City Prize 2018.
Foto: Detik.com
Haryanti Sutrisno
Didaulat sebagai salah satu bupati terkaya di Indonesia saat ini, Haryanti akan melakoni masa jabatan kedua di Kabupaten Kediri menyusul hasil Pilkada 2018. Namun kemenangannya itu juga turut memperpanjang kekuasaan dinasti Sutrisno di Kediri selama hampir 20 tahun. Suaminya itu juga menjabat sebagai bupati untuk periode 2000-2010.
Foto: Detik.com
Chusnunia Chalim
Dengan usia yang baru menginjak 36 tahun, Chusnunia Chalim atau lebih sering dipanggil Nunik sudah mengantongi riwayat karir yang cemerlang. Ia tidak hanya pernah menjabat sebagai bupati Lampung Timur, tetapi juga memenangkan Pilkada Lampung 2018 sebagai wakil gubernur. Politisi muda Partai Kebangkitan Bangsa ini juga pernah duduk di Dewan Perwakilan Rakyat antara 2009-2014.
Foto: Detik.com
Anna Muawanah
Sejak 2004 Anna Muawanah yang merupakan kader PKB sudah malang melintang sebagai anggota legislatif sebelum memenangkan Pemilihan Bupati Bojonegoro dengan perolehan suara 35,2% pada Pilkada 2018 silam. Dalam kehidupan sehari-hari Anna bekerja sebagai seorang pengusaha yang bergerak di bidang industri logam dan peternakan.
Foto: Detik.com
Mundjidah Wahab
Mundjidah Wahab boleh jadi salah satu pemimpin perempuan paling berpengalaman di Indonesia saat ini. Sejak tahun 1971 ia sudah aktif di DPRD Jombang dan di Jawa Timur, sebelum menjabat wakil bupati Jombang sejak 2013 silam. Dalam Pilkada kemarin Mundjidah yang juga sempat menjadi pengurus MUI memenangkan kursi bupati Jombang untuk lima tahun ke depan.
Foto: Detik.com
Puput Tantriana Sari
Kemenangan Puput Tantriana dalam Pilbup Probolinggo 2018 membetoni kekuasaan keluarganya yang sudah memerintah kawasan tersebut sejak dipegang suaminya, Hasan Aminuddin antara 2003-2013. Dengan usianya yang baru 35 tahun, Puput saat ini tercatat sebagai salah satu bupati perempuan termuda di Indonesia.
Foto: Detik.com
Faida
Sebagai Bupati perempuan pertama di Jember, karir Faida banyak mendapat sorotan selama Pilkada 2018. Pasalnya sebelum terjun ke dunia politik, dia lebih banyak bergelut dengan profesinya sendiri sebagai seorang dokter. Sepanjang karirnya Faida lebih banyak mengurusi rumah sakit al-Huda, Banyuwangi, yang dibangun oleh ayahnya sendiri. (rzn/hp: detik, kompas, tirto, tribunnews)
Foto: Detik.com
8 foto1 | 8
Banyak pihak diduga mencoba melemahkan pemerintahan saat ini. Apakah atmosfer tersebut mendukung lahirnya kebijakan-kebijakan tersebut?
Pasti itu alasan dari pemerintah, tetapi sebetulnya, kalau kita lihat, menurut kami dari data-data, ada data-data lainnya yang dibaca. Misalnya Perppu Ormas, pemerintah mengatakan ini untuk HTI, untuk kelompok intoleran, dan lain-lain, tetapi di situ dimasukkan penodaan agama, dan penodaan agama persis yang dipakai kelompok intoleran untuk menyerang kelompok minoritas, keagamaan, atau keyakinan. Dan kelompok minoritas ada banyak sekali yang dikriminalisasi dengan peraturan agama.
Perppu Ormas ini memasukkan kembali penodaan agama, menambahkan kata penistaan agama, dan menambahkan hukumannya menjadi 20 tahun atau seumur hidup, padahal tadinya hanya lima tahun. Sulit bagi YLBHI percaya dengan alasan itu.
Kedua, pemerintah memiliki aparat agama kalau memang ada orang yang memiliki kesalahan ditangkap saja, diproses, tapi jangan diberikan pasal-pasal melebihi yang dilakukan, itu tidak proporsional. Dan jangan orang yang sedang melaksanakan fungsi kritik, atau menjalankan kebebasan berbicaranya meskipun itu bertolak belakang dengan pemerintah, kemudian dikriminalkan.
Bisa dikatakan kebijakan-kebijakan tersebut merupakan upaya pemerintah dalam merangkul semua golongan, kaum minoritas juga. Apalagi karena berkembangnya ide khilafah. Tanggapan Anda?
Sebetulnya ini desakkan LBH-LBH sejak 2005 kepada negara untuk melindungi kaum minoritas, tetapi tindakannya juga harus proporsional. Misalnya kalau ini untuk minoritas, kenapa pengungsi Ahmadiyah di Lombok tetap jadi pengungsi? Kenapa pengungsi di Sampang, Jawa Timur tetap menjadi pengungsi? Kenapa Ahmadiyah diserang di sana-sini? Dan memang sudah banyak yang dihukum.
Lebih baik saat ini, sudah mulai makin baik, tapi banyak juga yang dilepaskan. Kenapa pasal penodaan agama ditambah, makanya buat kami yang menangani kasus-kasus penodaan agama sejak tahun 2005 sulit untuk percaya kalau alasannya itu. Karena justru kelompok korban disuruh menunggu, ini untuk kepentingan politik.
Para Pahlawan Pesta Demokrasi
Ibarat sebuah pesta, banyak pihak terlibat dalam penyelenggaraan pemilihan umum serentak di Indonesia, Rabu (17/04). Hal ekstra pun mereka lakukan demi menyukseskan hajatan lima tahunan ini.
Foto: Getty Images/AFP/T. Matahari
Terjang banjir demi mencoblos
Seorang pria ikhlas berbasah-basah menarik perahu karet berisi para calon pemilih. Ia rela menerjang banjir yang melanda area perumahan mereka supaya warga bisa sedikit lebih mudah menunaikan hak pilih mereka.
Foto: Getty Images/AFP/T. Matahari
Kostum untuk menarik warga
Para petugas di TPS ini pun rela menjalankan tugas mereka sambil memakai kostum pahlawan super yang sangat tertutup tertutup di tengah cuaca panas kota Surabaya, Jawa Timur. Bayangkan panasnya beraktifitas dalam kostum itu.
Foto: Reuters/A. Foto
Seberangi sungai kawal logistik pemilu
Kondisi geografis di sebagian besar wilayah di Indonesia memang cukup menantang. Tidak jarang, satu-satunya alat transportasi untuk mencapai desa tertentu adalah dengan jalan kaki atau naik perahu seperti yang dipilih petugas polisi dan TNI ini.
Foto: Getty Images/AFP/C. Mayuddin
Kelelahan usai meliput
Media pun bekerja memastikan proses pemilu berjalan dengan lancar dan transparan. Akibat kelelahan, seorang jurnalis pun tertidur di antara kabel dan peralatan untuk meliput. Liputan pemilu memang dikenal memakan waktu yang panjang dengan jam kerja yang intensif.
Foto: DW/R. Akbar Putra
Kelola sampah usai pesta
Alat peraga pemilu menyisakan gundukan sampah seperti sisa poster para kandidat. Para relawan banyak yang mendaur ulang sampah ini menjadi berbagai barang yang lebih bermanfaat seperti Jaket dan kantung belanja. (ae/hp)
Foto: Rizki Djaffar
5 foto1 | 5
Apakah kita mengalami kegagalan dalam memahami konsep demokrasi?
Betul sekali. Dan menurut saya bukan hanya kegagalan, tapi tidak ada. Kalau dalam konsep HAM, ada tidak mau dan tidak mampu. Nah kalau ini konteksnya tidak mau, menurut saya karena karakter pejabat-pejabat publik yang ada di pemerintahan ini, sudah biasa menjalankan cara-cara yang otoriter di masa lalu. Jadi sulit buat mereka, mereka tidak pernah menjalankan dengan cara lain.
Misalnya begini, ada kasus-kasus hate speech yang menimpa kelompok minoritas rakyat biasa, itu jarang sekali diproses hokum. Bahkan yang sudah melanggar UU 40 tahun 2008 tentang diskriminasi rasial atau etnis, tidak diproses. Tapi begitu pernyataannya untuk polisi, kapolri misalnya, atau untuk presiden, kemudian meski tidak sebanding dengan yang menimpa masyarakat biasa, diproses! Itu artinya esensi penegakan hukumnya tidak ada, jangan sampai hukum dan penegakan hukum dipakai untuk menyingkirkan lawan politik, kecuali lawan politik yang sudah melakukan kekerasan.
Lalu pembentukan tim asistensi hukum dinilai sebagai usaha penegakkan hokum. Menurut Anda?
Ini satu dari sebelas hal yang akan merusak demokrasi. Ini semacam lembaga sensor pada masa lalu. Pertanyaannya untuk apa sih tim ini ada? Apakah karena tim ini ada penegakan hukum tidak bisa berjalan? Pasti berjalan karena pasalnya ada. Jadi untuk apa? Saya membayangkan seorang polisi di polres atau di polda, sekalipun mendapatkan rekomendasi dari tim bentukan Menkopolhukam, dia berani tidak menolak? Tidak mungkin. Kemudian esensi penegakan hukumnya itu bagaimana? Terus kalau polisi, saat menetapkan orang sebagai tersangka, dia bisa dipraperadilankan. Kalau tim asistensi ini bagaimana bisa meminta due process of law nya? Padahal dia mempengaruhi nasib orang, menjadi tersangka atau tidak.
Tim ini dibuat salah satunya sebagai langkah antisipasi dugaan makar. Apakah ancaman makar itu memang nyata adanya?
Ini karena Indonesia tidak pernah menerjemahkan hukum pidana Belanda yang kemudian diambil jadi KUHP itu. Jadi kalau kita lihat itu kitab undang-undang hukum pidana, itu terjemahannya beda. Ada yang menerjemahkan, misalnya pasal 284 itu sebagai zina, padahal itu artinya sangat berbeda, demikan juga dengan makar. Asal katanya ‘anslah’ itu artinya serangan, tapi kalau dikatakan percobaan serangan, memang harusnya juga bisa dipidana secara umum.
Tapi apa yang dimaksud dengan percobaan itu, kalau orang membeli pisau, itu namanya dia mau mencoba membunuh orang? Ga bisa kayak gitu. Itu sangat berbahaya. Apalagi omongan, apakah orang ngomong itu sudah sebuah serangan? Tentu tidak. Kalau lalu omongannya itu dianggap keterlaluan atau masuk dalam pasal-pasal pidana, ya diproses dengan pasal itu.
Misalnya hate speech. Ada 165 KUHP, jangan ada orang melakukan siar kebencian dianggap makar. Itu penegakan hukum yang salah sama sekali. Karena kita harus ingat, makar ini bukan hanya menimpa lawan politik Jokowi tapi juga menimpa banyak sekali teman-teman Papua atau orang yang berdemonstrasi soal pelanggaran HAM di Papua. Ada juga klien LBH, minoritas keagamaan, ex Gafatar, dituntut makar, dan akhirnya dibebaskan oleh Mahkamah Agung. Tapi dia sudah mengalami kerugian dalam stigmatisasi sebagai orang yang mau makar.
Umat yang Terbelah: Pandangan Mayoritas Muslim Tentang Syariah dan Negara
Apakah Al-Quran dan Syariah Islam harus menjadi konstitusi di negara muslim? Inilah hasil jajak pendapat yang digelar Pew Research Centre di delapan negara sekuler berpenduduk mayoritas muslim
Foto: Ahmad Gharabli/AFP/Getty Images
Malaysia
Hasil jajak pendapat Pew Research Centre tahun 2015 silam mengungkap lebih dari separuh (52%) penduduk muslim Malaysia mendukung pandangan bahwa konstitusi negara harus mengikuti Syariah Islam secara menyeluruh. Sementara 17% mewakili pandangan yang lebih moderat, yakni ajaran Al-Quran hanya sebagai acuan tak resmi penyelenggaraan negara. Sisanya (17%) menolak pengaruh agama pada konstitusi.
Foto: Getty Images/M.Vatsyayana
Pakistan
Dari semua negara berpenduduk mayoritas muslim, Pakistan adalah yang paling gigih menyuarakan penerapan Syariah Islam sebagai konstitusi negara. Sebanyak 78% kaum muslim mendukung pandangan tersebut. Hanya 2% yang mendukung sekularisme dan menolak pengaruh agama dalam penyelenggaraan negara.
Foto: Reuters/P.Rossignol
Turki
Pengaruh Kemalisme pada masyarakat Turki masih kuat, kendati politik agama yang dilancarkan partai pemerintah AKP. Hanya sebanyak 13% kaum muslim yang mendukung Syariah Islam sebagai konstitusi, sementara mayoritas (38%) mewakili pandangan moderat, yakni Al-Quran sebagai acuan tak resmi. Uniknya 36% penduduk tetap setia pada pemisahan agama dan negara.
Foto: Getty Images/C. McGrath
Libanon
Mayoritas kaum muslim Libanon (42%) yang memiliki keragaman keyakinan paling kaya di dunia menolak pengaruh agama pada konstitusi. Adapun 37% penduduk mendukung Al-Quran sebagai acuan tak resmi penyelenggaraan negara. Hanya 15% yang menuntut penerapan Syariah Islam secara menyeluruh.
Foto: J.Eid/AFP/Getty Images
Indonesia
Hingga kini Indonesia masih berpedoman Pancasila. Tak heran jika 52% kaum muslim menolak penerapan menyeluruh Syariah Islam. Namun mereka mendukung pandangan bahwa prinsip Al-Quran harus tercerminkan dalam dasar negara. Sebanyak 22% penduduk menginginkan Syariah sebagai konstitusi dan 18% menolak pencampuran antara agama dan negara.
Foto: Getty Images/O. Siagian
Yordania
Penduduk muslim di Yordania tergolong yang paling konservatif di dunia. Sebanyak 54% menginginkan Syariah Islam sebagai landasan negara. Sementara 38% menolak Syariah, namun mendukung pandangan bahwa konstitusi tidak boleh bertentangan dengan Al-Quran. Hanya 7% yang memihak Sekularisme sebagai prinsip dasar negara.
Foto: S. Samakie
Nigeria
Sebagian besar kaum muslim Nigeria (42%) lebih mendukung faham Sekularisme ketimbang Syariah Islam. Di negeri yang sering dilanda konflik agama itu hanya 22% yang mengingingkan Syariah Islam sebagai konstitusi. Sementara 17% mewakili pandangan moderat, dan puas pada konstitusi yang tidak melanggar hukum Islam.
Foto: DW/Stefanie Duckstein
Palestina
Tahun 2011 hanya 38% penduduk Palestina yang mendukung Syariah sebagai konstitusi, pada 2015 jumlahnya berlipatganda menjadi 65%. Sementara 23% mewakili pandangan yang lebih moderat terkait penerapan Syariah. Hanya 8% yang menolak agama mencampuri urusan negara. (rzn/hp - Pew Research Centre, Economist)
Foto: Reuters/I. A. Mustafa
8 foto1 | 8
Tanggapan Anda terkait militer masuk kembali ke pemerintahan?
Jadi begini, memang kita lihat kebijakan-kebijakan ini punya karakter yang sama yaitu pendekatannya keamanan dan anti kritik pada akhirnya. Kalau soal tentara memang dia belum masuk ke wilayah politik seperti dulu, dwifungsi , tapi dengan memasukkan tentara ke fungsi-fungsi sipil, itu menunjukkan demokrasi yang runtuh. Kita masih ingat TAP MPR Nomor 6 Tahun 2000 di bagian pertimbangannya menyebutkan bahwa demokrasi sudah rusak karena dwifungsi ABRI, itu kata negara, ini tiba-tiba pemerintah lupa dengan itu dan Undang-Undang Dasar menyebutkan militer itu untuk menjaga pertahanan bukan untuk yang lain-lain. Maka itu YLBHI khawatir ini kok Undang-Undang Dasar di-bypass, Undang-undang dicuekin, mau kemana kita?
Apakah kita berjalan ke arah Orde Baru Zaman Now?
Ya kami sudah lama bilang ini neo-orba. Semoga tidak bertambah banyak, tapi kok terus-terusan. Misalnya, kemarin ramai para peneliti marah, dicabut soal surat izin keterangan penelitian yang ada dirilis YLBHI. Ini kan sensor. Ini persis seperti orde baru, orang penelitian dihambat. Padahal yang namanya penelitian, namanya exercise ilmu, bagaimana bisa dihambat. Kalau dia salah dalam membawa manfaat bagi peradaban, ada yang akan membantah dia dan dari bantahan dia kita jadi tahu, “Oh ya penelitian ini salah”.
Rekomendasi apa yang bisa diberikan YLBHI kepada pemerintah?
Pertama memang sebelum terlambat hentikan kebijakan-kebijakan yang menakut-nakuti rakyat dengan pendekatan yang represif dan bertentangan dengan hukum yang ada. Dan jangan dibuat lagi kedepannya, penegakkan hukum harus sesuai dengan hukum dan Hak Asasi Manusia. Dan yang paling terakhir, kita harus mengeluarkan orang-orang yang punya rekam jejak pelanggar HAM di pemerintahan karena sedikit atau banyak, pasti mereka akan mempengaruhi kebijakan itu walaupun tetap saja presiden yang paling bertanggung jawab dari segi formal.
Wawancara dilakukan oleh Jurnalis Deutsche Welle Rizki Akbar Putra.
Asfinawati adalah Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Persoalan bantuan hukum terkait erat dengan kemiskinan struktural yang terjadi di Indonesia, kemiskinan struktural membuat rakyat tidak mampu untuk mengakses keadilan (bantuan hukum), berpijak dari kondisi tersebut YLBHI LBH hadir untuk memberikan bantuan hukum dan memperjuangkan hak rakyat miskin, buta hukum dan korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). (rap/ml)
Strategi Hitler Membunuh Demokrasi
Hanya dalam 18 bulan, seorang asing tanpa pendidikan formal atau pengalaman politik, tanpa kewarganegaraan atau kursi mayoritas di parlemen, mampu mengubah Jerman dari negara Demokrasi menjadi totaliter.
Foto: picture-alliance/dpa/Keystone
Kehancuran Jerman
Pada dekade 1920an Jerman yang sedang terseret krisis ekonomi dan sosial pasca Perang Dunia I, membutuhkan stabilitas politik untuk menggenjot perekonomian. Pada pemilu 1926 partai bentukan Adolf Hitler, NSDAP, cuma dipilih oleh 800.000 penduduk (2,6%). Namun pada September 1930, pendukung kaum fasis berlipatganda menjadi 6,4 juta pemilih (18,3%). Apa sebab?
Foto: Stadtmuseum Berlin
Strategi Hitam
Strategi Hitler buat merebut hati pemilih tertera dalam karyanya sendiri, Mein Kampf. Di dalamnya ia mengusulkan agar kampanye dibatasi pada isu yang bersifat emosional dan dikemas dalam kosakata politik yang sederhana dan mudah diingat. Selain itu pesan yang biasanya membidik emosi khalayak diulang sebanyak mungkin. NSDAP juga menghindari diferensiasi dan cendrung memukul rata obyek serangannya.
Foto: picture-alliance/Imagno
Bahasa Kaum Fasis
Menurut intelektual Yahudi-Jerman, Hannah Arendt, kaum fasis banyak mempropagandakan kebohongan ihwal ancaman oleh kaum Yahudi dan asing. Saat itu pun, tulis Arendt dalam The Origins of Totalitarianism, kaum kiri dan liberal berupaya menghalau kebohongan dengan fakta. Namun menurut Arendt, kebohongan anti asing dan Yahudi bukan dibuat untuk meyakinkan penduduk, melainkan sebuah ikrar politik.
Foto: ullstein
Didukung Petani dan Pengusaha
Berbeda dengan anggapan umum bahwa pemilih Hitler merupakan pengangguran yang frustasi atas kondisi ekonomi, sebuah studi teranyar mencatat pemilih terbesar NSDAP adalah petani, pensiunan dan pengusaha, terutama pemodal berkocek tebal yang mengimpikan kemajuan ekonomi lewat jalur cepat seperti yang dijanjikan oleh NSDAP.
Foto: picture-alliance/akg
Genting di Berlin
Menjelang pemilu Juli 1932 situasi politik di Jerman menyerupai perang saudara. Konflik berdarah antara simpatisan merajalela. Pada Juni 1932, 86 orang tewas dalam bentrok antara kaum Komunis dan sayap paramiliter NSDAP. Saat itu partai-partai pro demokrasi masih berharap hasil pemilu akan menggugurkan dominasi satu partai. Namun NSDAP justru keluar sebagai pemenang terbesar dengan 37,4% suara.
Foto: Getty Images
Nafsu Kuasa
Lantaran partai-partai politik gagal membentuk pemerintahan mayoritas, Jerman kembali menggelar pemilu pada November 1932. Kali ini NSDAP kehilangan banyak suara. Sebaliknya kaum kiri dan komunis menguasai 36% kursi di parlemen. Namun lantaran ingin berkuasa, sejumlah politisi papan atas Jerman memilih berkoalisi dengan NSDAP dan mengusung Hitler sebagai kanselir.
Foto: ullstein
Perebutan kekuasaan
Pada 30 Januari 1933 Hitler dilantik sebagai Kanselir. Ia lalu meminta Presiden Paul von Hindenburg buat membubarkan parlemen lantaran kebuntuan politik menyusul tidak adanya kekuatan mayoritas di parlemen. Permintaannya dikabulkan. Pada pemilu 1933 Hitler menggunakan kekuasaanya untuk menekan musuh-musuh politiknya. Pemilu tidak lagi bebas dan NSDAP menjelma menjadi kekuatan tunggal di parlemen.
Foto: picture-alliance/AP Images
Kematian Demokrasi
Sejak itu Nazi menggiatkan propaganda dan presekusi terhadap kaum Yahudi. Hitler yang meleburkan perangkat partai dengan lembaga negara dengan cepat mempreteli parlemen dan struktur demokrasi warisan Republik Weimar. Menjelang Perang Dunia II, NSDAP menggunakan strategi propaganda yang sama untuk membibit kebencian terhadap negara asing.