YLBHI: Revisi UU Pemasyarakatan Tidak Adil Bagi Napi Biasa
20 September 2019
Jika jadi disahkan, langkah ini dinilai semakin akan memperlemah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan meringankan hukuman narapidana korupsi.
Iklan
Komisi Hukum DPR bersama pemerintah pada Selasa (17/09) baru saja selesai merevisi undang-undang pemasyarakatan (RUU PAS). RUU ini menurut rencana akan disahkan paling lambat minggu depan.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, mengatakan revisi ini memiliki arah dan tujuan yang sama dengan RUU KUHP yang juga akan disahkan serta RUU KPK, yaitu melemahkan KPK dan memperingan hukuman bagi koruptor.
"Sebenarnya satu napas juga dengan RUU KUHP karena kalau cuma satu saja kita mungkin tidak terlalu jelas tapi karena ini sangat mencolok, untuk soal korupsi saja sebenarnya ada tiga skema ini," ujar Asfina dalam wawancara telepon dengan Deutsche Welle Indonesia, Jumat (20/09).
"Belum lagi sebelum ini DPR sudah pernah lakukan angket kepada KPK dan ini sejalan juga apa yang mereka tuntut sebelumnya, sama juga."
Seperti diketahui, dalam revisi tersebut ada beberapa pasal yang dianggap meringankan sanksi bagi narapidana ketika menjalani masa tahanan. Pasal tersebut antara lain yaitu pasal 9 dan 10 revisi UU PAS yang memberi hak rekreasi dan cuti bersyarat kepada napi.
Seperti dikutip dari Tempo, Anggota Panitia Kerja (Panja) dari Fraksi PAN, Muslim Ayub mengatakan napi dapat memakai hak cuti untuk keluar lembaga pemasyarakatan (lapas) dan pulang ke rumah atau jalan-jalan ke mal, dengan syarat harus diikuti oleh petugas kemana pun.
"Jadi bisa pulang ke rumah atau terserah kalau dia ke mal juga bisa. Asal didampingi oleh petugas lapas," ujar Muslim Kamis (19/09) malam seperti dikutip Tempo.
Revisi dinilai perlu, tapi...
Terkait hal ini, Asfina dari YLBHI mengatakan bahwa sebenarnya UU No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan selama ini telah dinilai cukup maju karena UU tersebut tidak lagi merujuk para penghuni lapas sebagai narapidana, melainkan warga binaan. Namun ia mengakui, pelaksanaan UU tersebut masih jauh dari ideal.
"Perubahan UU pasti saja diperlukan, tapi pertanyaannya kenapa kemudian ada selipan pasal untuk korupsi itu. Padahal kalau kita lihat, kasus di lapangan yang paling menderita itu warga binaan biasa yang di lapas-lapas biasa. Overcrowding, banyak sekali pungutan liar, kekerasan, dan lain-lain itu yang harusnya dijawab, kenapa tiba-tiba melompat ke kasus korupsi?" ujarnya.
"Dan harusnya DPR memutus rantai korupsi di lapas bukan menggampangkan napi koruptor," tegasnya.
Lebih lanjut ia mengatakan revisi ini memberikan jalan agar orang bisa mudah untuk melakukan tindak korupsi, karena KPK telah dibuat tidak berdaya.
"Bahkan ketika pun ditahan dia (koruptor) bisa dapat remisi dengan mudah. Hal-hal tersebut tidak mungkin didapat orang yang ga punya duit, yang melakukan tindak pidana kecil, seperti curi ayam, curi sendal," ujarnya. "Jadi jelas sekali DPR keberpihakannya kepada siapa."
Seperti dikutip dari Tirto, Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Pemasyarakatan, Erma Suryani Ranik menerangkan, revisi UU PAS akan menghapus Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Peraturan ini dikenal sebagai perangkat yang memberatkan koruptor untuk dapat pembebasan bersyarat maupun remisi karena koruptor harus ditetapkan sebagai justice collaborator dan direkomendasikan KPK. Dengan revisi ini, penerapan pembebasan bersyarat akan dikembalikan kepada PP Nomor 32 tahun 1999.
ae/hp (berbagai sumber)
10 Pasal Kontroversial di RKUHP
Mulai dari aturan tentang kumpul kebo yang bisa diancam penjara enam bulan hingga gelandangan yang dikenai denda Rp 1 juta. DW merangkum 10 pasal kontroversial RUU KUHP yang sedang menunggu pengesahan di DPR.
Foto: Fotolia/Sebastian Duda
Kriminalisasi seks di luar nikah
Dalam BAB XV Tindak Pidana Kesusilaan, Pasal 417 ayat (1) menyebutkan "Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda Kategori II." Denda pada kategori ini berjumlah sekitar 50 juta Rupiah.
Foto: picture-alliance/dpa/C. Klose
Kumpul kebo
Sedangkan dalam Pasal 419 ayat (1) menyebutkan "Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II."
Foto: picture-alliance/Godong/P. Deloche
4,5 tahun penjara bagi penghina presiden dan wakilnya
Pasal 218 ayat (1) menyebutkan "Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV. " Hukuman itu diperberat menjadi 4,5 tahun bagi yang menyiarkan hinaan tersebut. Pasal tersebut pernah dicabut Mahkamah Konstitusi (MK).
Foto: Rusman - Biro Pers Sekretariat Presiden
Penodaan agama
BAB VII Tindak Pidana Terhadap Agama dan Kehidupan Beragama, Pasal 304 menyebutkan "Setiap Orang di muka umum yang menyatakan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun" atau denda paling banyak Rp 2 miliar. Banyak pihak menilai pasal tersebut bersifat multitafsir.
Foto: Getty Images/AFP/M. Hayat
Kriminalisasi alat kontrasepsi
Dalam Pasal 414 menyebutkan "Setiap Orang yang secara terang terangan mempertunjukkan, menawarkan, menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat pencegah kehamilan kepada anak dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori I." Menurut banyak pihak, alat kontrasepsi menjadi penting untuk memastikan masyarakat terlindungi dari transmisi HIV/AIDS akibat perilaku beresiko.
Foto: Imago/Westend61
Gelandangan tak lagi dipenjara
Pasal 432 menyebutkan "Setiap Orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori I (denda maksimal Rp 1 juta)." KUHP sebelumnya memasukkan gelandangan sebagai delik pelanggaran, sehingga dapat dihukum kurungan tiga bulan.
Foto: picture-alliance/Winfried Rothermel
Hukuman mati
Pasal 98 menyebutkan Pidana mati dijatuhkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya Tindak Pidana dan mengayomi masyarakat. Hukuman ini dinilai bertentangan dengan prinsip ketentuan HAM internasional. Banyak negara juga sudah menghapuskan hukuman mati.
Foto: picture-alliance/W. Steinberg
Unggas rusak lahan
Dalam Pasal 278 menyebutkan "Setiap Orang yang membiarkan unggas yang diternaknya berjalan di kebun atau tanah yang telah ditaburi benih atau tanaman milik orang lain dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori II." Banyak pihak berpendapat pasal yang bisa berlakukan denda Rp 10 juta ini dihapuskan dan diganti dengan hukum perdata sebab menyangkut kerugian materil dari kebun yang dimasuki.
Foto: Skye Meaker
Kebebasan pers terancam
Koalisi Pemantau Peradilan menilai delik contempt of court dalam RKUHP seperti yang tertuang dalam Pasal 281 huruf a, b, dan khususnya huruf c yang berbunyi 'secara melawan hukum merekam, mempublikasikan secara langsung, atau membolehkan untuk dipublikasikan segala sesuatu yang dapat mempengaruhi sifat tidak memihak hakim dalam sidang pengadilan.' dinilai mengekang kebebasan pers.
Foto: DW
Tindak pidana pelanggaran HAM
Dalam Pasal 599 dan Pasal 600 RKUHP menyebutkan ancaman hukuman maksimal terhadap pelaku genosida dan kejahatan kemanusiaan hanya 20 tahun. Ini lebih ringan dibanding yang termaktub dalam UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yakni 25 tahun.