YLBHI Tak Akan Cabut Foto Sejajarkan Jokowi-Soeharto
15 Februari 2022Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyatakan tak akan menghapus unggahan foto Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang disejajarkan dengan mantan Presiden RI Soeharto. Ketua YLBHI Muhammad Isnur menyebut unggahan dengan narasi 10 kesamaan di dua era tersebut sebagai bentuk kritik dan kebebasan berekspresi.
"Tentu apa alasannya buat kami mencabut? Itu kritik dari masyarakat sipil, itu kebebasan berekspresi dan dijamin oleh konstitusi dan UUD 1945," kata Isnur saat dihubungi, Senin (14/02).
Isnur menyebut unggahan yang dibuat oleh akun Fraksi Rakyat Indonesia itu tidak menyerang Presiden Jokowi secara pribadi. Melainkan mengkritik jabatan dan pemerintahan Jokowi.
"Itu juga tidak menyerang pribadi, itu mengkritik jabatan, mengkritik pemerintahan," ucapnya.
Selain itu, Isnur menyebut unggahan itu berdasarkan temuan, bacaan, dan kritik lebih dari 40 koalisi masyarakat yang tergabung dalam Fraksi Rakyat Indonesia. Menurutnya, 10 kemiripan itu juga tergambar dari pembangunan yang dilakukan Jokowi selama ini.
"Itu merupakan bagian dari temuan bacaan dan kritik dari masyarakat sipil kepada pemerintah dalam melihat perkembangan situasi pembangunan seperti di Wadas, seperti di Sulteng, dan wilayah lainnya di Seluma, di Nagekeo di NTT," ucapnya.
"Di mana 10 itu merupakan kemiripan yang terjadi ketika kami melihat pembangunan-pembangunan yang dilakukan pemerintahan Jokowi persis kemiripan dengan pemerintahan di orde baru," imbuh Isnur.
Ngabalin sentil pihak yang menurutnya tak memakai hati dalam menilai
Salah satu yang mengkritik unggahan YLBHI tersebut adalah Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin. Dia menyindir pihak yang tak memakai hati dalam melakukan penilaian.
"Yang pertama, tentu saja bahwa semua nada kritik itu adalah sesuatu yang mendatangkan manfaat untuk mengevaluasi. Tidak saja pada Pak Jokowi, tapi pada pemerintahan ini atau mungkin pada pola pengamanan apa yang terjadi karena patokannya pada Wadas kemarin kan," ujar Ngabalin kepada wartawan.
Ngabalin lantas mengemukakan dua hal mengenai mereka yang masih mengkritik tentang Wadas. Ngabalin menyindir mereka yang tidak paham mengenai duduk perkara sebenarnya.
"Ada dua hal yang harus dicermati, boleh jadi memang ini adalah bentuk komentar dari orang yang hanya bisa berteriak nyerocos, tidak bisa memberikan manfaat apa-apa terhadap apa yang sedang terjadi. Atau boleh jadi yang kedua itu adalah mereka yang memang tidak tahu masalahnya. Kan dua hal yang berbeda itu. Kenapa? Karena per hari ini, tim KSP itu masih ada di lokasi," ujar Ngabalin.
Perihal foto Jokowi disejajarkan dengan Soeharto, Ngabalin mengatakan setiap pemimpin mempunyai masa sendiri. Ngabalin juga berbicara mengenai keunggulan masa pemerintahan Jokowi.
"Pertanyaannya sekarang apakah masa pemerintahan Soeharto itu jelek, atau apakah semua yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo tidak punya nilai, tidak punya value? Sejak kapan kita tahu yang namanya MRT? Nanti baru ada pada zaman Presiden Joko Widodo. Sejak kapan? Sejak presiden siapa yang membagi-bagi itu akta tanah kepada masyarakat secara cuma-cuma. Pada masa pemerintahan siapa, reformasi agraria itu berlangsung. Pada periode siapa sih, MotoGP itu yang menjadi kebanggaan dunia, itu ada di Indonesia," ujar Ngabalin.
Ngabalin lantas melontarkan sindiran keras. Dia menyentil pihak-pihak yang dianggap tak memakai hati dalam melakukan penilaian.
"Dia pakai hati enggak ya, pakai hati atau karena memang otaknya kotor karena kebencian, atau karena syirik atau karena apa," sambung Ngabalin.
Berikut 10 poin kesamaan pemerintahan Jokowi dan Orba versi Fraksi Rakyat Indonesia:
1. Mengutamakan pembangunan fisik dan serba 'dari atas' ke 'bawah' untuk kejar target politik minus demokrasi
2. Pembangunan bernuansa koruptif dan nepotis
3. Tidak ada perencanaan risiko untuk masyarakat yang terdampak pembangunan sehingga menciptakan kemiskinan (pemiskinan) struktural
4. Pembangunan tidak berizin atau dengan izin yang bermasalah
5. Legal (UU dan Kebijakan) namun tanpa legitimasi suara rakyat
6. Melayani kehendak kekuasaan dan elite oligarki dengan cara perampasan & perusakan lingkungan
7. Menstigma rakyat yang melawan perampasan hak dengan melawan pembangunan, komunis, radikal, anarko
8. Menangkap, mengkriminalisasi bahkan tak segan menembaki rakyat yang mempertahankan hak hingga terbunuh
9. Pendamping & warga yang bersolidaritas dihalangi bahkan ditangkap
10. Mengontrol narasi, informasi termasuk membelokkan fakta.
(pkp/ha)
Baca selengkapnya di: detiknews
YLBHI Tak Akan Cabut Foto Sejajarkan Jokowi-Soeharto, Ini Alasannya