1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Yordania Sudah Lama Dibidik Teroris

Peter Philipp11 November 2005

Selama ini Yordania, yang punya hubungan dekat dengan AS, memang masih selamat dari serangan teror. Tetapi itu karena kegesitan dan penanganan cepat dari pihak keamanannya. Belakangan ini puluhan tersangka teroris telah ditahan atau divonis hukuman mati 'in absentia'. Termasuk Abu Moussab Al Sarkawi, tokoh Al Qaida asal Yordania, yang kemungkinan besar merupakan dalang dari serangan di Amman.

Pintu masuk Hotel Radisson.
Pintu masuk Hotel Radisson.Foto: AP

Kerajaan Yordania sudah lama merupakan duri dalam daging bagi golongan radikal di dunia Arab. Karena, selama kekuasaan mendiang Raja Hussein, Yordania bersama-sama dengan Mesir menjalin perjanjian dengan Israel dan terus membina hubungan dengan negara itu. Kemudian sejak jaman kekuasaan Raja Hussein Yordania bersikap bersahabat dengan Amerika, dan kebijakan itu dilanjutkan pula oleh penggantinya, Raja Abdullah.

Dalam tahun-tahun belakangan sikap Yordania itu tercermin dalam menanggapi konflik Irak. Sebagai negara yang bertetangga langsung dengan Irak, Yordania menjadi pangkalan bagi mereka yang menganggap Irak sudah terlalu berbahaya, terutama AS dan negara-negara lainnya. Misalnya saja para petugas PBB dipindahkan dari Bagdad ke Amman, setelah markas PBB di Irak menjadi sasaran serangan dan rusak berat.

Selama tidak ada pihak yang mengaku mendalangi serangan di Amman, motif serangan itu diperkirakan diwarnai oleh konflik Israel-Palestina dan berbagai kasus di Irak. Tetapi motif yang lebih mustahil adalah kasus-kasus di Irak, karena dalam bulan-bulan terakhir ini berulang kali terdapat upaya dari para teroris yang dekat dengan Al Qaida untuk melibatkan Yordania dalam provokasi mereka menentang AS dan negara-negara sekutunya di Irak. Satu serangan terhadap sebuah kapal perang AS di pelabuhan Akaba telah menelan korban dan mengakibatkan kerusakan. Sedangkan serangan-serangan lainnya dapat digagalkan oleh pihak keamanan Yordania.

Efektifitas kerja dari pihak keamanan Yordania sudah terkenal. Tetapi di sebuah negara yang 60 persen penduduknya adalah warga Palestina, dan sebagian besarnya tidak setuju dengan politik kerajaan yang pro Amerika itu, maka tidak mengherankan bila kelompok-kelompok radikal di Yordania mendapat dukungan. Apalagi teroris yang paling dicari di Irak, Moussab Al Sarkawi, berasal dari Yordania. Dan disana pastilah juga banyak pendukungnya.

Serangan itu mungkin juga merupakan 'harga' yang harus dibayar Yordania atas sikapnya yang cepat berpaling dari Saddam Hussin dan rejim lama di Bagdad. Selama bertahun-tahun Amman menikmati keuntungan, karena pemasokan yang datang bagi rejim di Bagdad, selalu melewati wilayah Yordania. Menjelang serangan AS terhadap Irak, Yordania langsung menentukan sikap, yaitu berpihak pada AS dan menentang Saddam. Sikap itu sedemikan nyata, sehingga setelah perang Irak, di negara itu terdapat oposisi keras menentang penempatan pasukan Yordania untuk mendukung pemerintahan Irak yang baru.

Oleh sebab itu serangan di Amman dapat dikatakan punya banyak tujuan. Pertama untuk menghukum kerajaan itu atas keberpihakannya pada AS, kedua, untuk mencoreng citra Yordania sebagai tempat yang aman bagi para pengusaha dan warga barat, atau hanya untuk merugikannya di segi ekonomi. Seandainya pun para pengusaha, politisi dan militer masih tetap akan datang ke Yordania, tetapi para wisatawan tentunya akan berpikir dua kali untuk mengunjungi Yordania. Padahal sekarang inilah Yordania merupakan daerah tujuan wisata yang paling disukai. Bukan hanya karena iklimnya yang nyaman di Laut Merah, melainkan karena banyak peziarah yang menganggap Yordania juga sebagai bagian dari "tanah suci" dan diikutkan dalam acara ziarah wisata di hari-hari Natal setelah Bethlehem dan Yerusalem.