Yunani Bantah Akan Bahas Konflik di Laut Tengah dengan Turki
4 September 2020
Yunani membantah adanya rencana pembicaraan dengan Turki untuk menurunkan ketegangan di timur Laut Tengah, selang beberapa jam setelah NATO mengumumkan rencana tersebut.
Iklan
Harapan untuk meredakan ketegangan yang meningkat di timur Laut Tengah kian meredup. Para pejabat Yunani membantah bahwa mereka telah setuju untuk mengadakan pembicaraan dengan Turki, Kamis (03/09).
Padahal sebelumnya, Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg, mengumumkan bahwa kedua belah pihak telah menyetujui "pembicaraan teknis" untuk menghindari bentrokan militer di kawasan tersebut.
"Saya tetap menjalin komunikasi dengan semua sekutu yang peduli untuk menemukan solusi atas ketegangan dalam semangat solidaritas NATO," cuitnya melalui akun Twitter-nya.
Selang beberapa jam cuitan itu diunggah, Athena membantah rencana pembicaraan itu, di mana seorang pejabat Yunani mengatakan kepada kantor berita Associated Press bahwa pernyataan NATO itu "tidak sesuai dengan kenyataan."
"Deeskalasi hanya akan tercapai dengan penarikan segera semua kapal Turki dari landas kontinen Yunani,'' kata pejabat yang tidak disebutkan namanya tersebut.
Turki mendukung
Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri Turki mengeluarkan pernyataan yang mendukung inisiatif NATO, dengan mengatakan bahwa pembicaraan tidak dimaksudkan untuk menyelesaikan masalah-masalah bilateral tetapi fokus kepada tindakan militer kedua negara.
"Kami ingin menegaskan kembali bahwa negara kami siap untuk dialog tanpa syarat untuk menemukan solusi jangka panjang dan adil dengan Yunani atas semua masalah di antara kami dalam kerangka hukum internasional," kata pernyataan tersebut.
Jerman juga telah mendorong adanya dialog antara Yunani dan Turki. Dorongan itu terlihat lewat pembicaraan antara Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Kamis (03/09).
Kedua pemimpin sepakat tentang "kebutuhan untuk mengurangi ketegangan kawasan," demikian kata juru bicara Merkel.
Kota Unik Valletta di Laut Tengah
Istana megah dan lapangan indah, jalan-jalan sempit dan taman-taman penuh bunga. Ibukota Malta, Valletta adalah salah satu Ibukota Kebudayaan Eropa 2018. Kota unik ini dulunya benteng dan punya sejarah panjang.
Foto: viewingmalta.com
Benteng Santo Petrus dan Paulus
Setiap hari pada pukul 12 tengah hari, turis berkumpul di "St. Peter and Paul Bastion" (Benteng Santo Petrus dan Paulus), di mana salah satu meriam tua ditembakkan. Itu mengingatkan orang bahwa Valletta didirikan 450 tahun lalu oleh para kesatria dari Ordo Militer Malta sebagai kota benteng di pulau itu.
Foto: viewingmalta.com/Jürgen Scicluna
Kemegahan Monumental
Segera setelah mulai dibangun tahun 1566, sejumlah bangunan megah didirikan, yaitu benteng, gereja dan istana. Lebih dari 300 bangunan bersejarah berdiri di Valletta. 1980 UNESCO menyatakan kota tuanya sebagai warisan budaya dunia.
Foto: Leeuwarden-Fryslân/Tony Zelenhoff
Istana Pemimpin Besar
Ide membangun kota baru sebagai markas kesatria Ordo Malta berasal dari Jean Parisot de la Valette, pemimpin besar ordo itu, dan kota diberi nama sesuai namanya. Istananya adalah salah satu bangunan tua paling indah di Valletta. Kini istana jadi gedung kantor presiden Malta. Tetapi banyak bagian istana terbuka bagi masyarakat umum.
Foto: viewingmalta.com/Clive Vella
Piazza Regina
Istana Pemimpin Besar Malta berada di tepi Lapangan Republik yang kerap disebut Piazza Regina. Dengan banyak kafe dan restorannya, tempat ini jadi tempat pertemuan popular. Di sini orang bisa bersantai sambil menikmati pastizz, makanan khas daerah itu.
Foto: viewingmalta.com
Katedral Santo Yohanes
Di Malta katanya ada 365 gereja. Di Valletta juga ada banyak gereja. Salah satu yang paling besar adalah Katedral Sato Yohanes yang jadi salah satu gereja yang jadi tempat uskup memimpin. Ini didirikan hanya dalam waktu lima tahun, antara 1573 dan 1578. Tetapi melengkapi ornamen bagi dekorasi interiornya perlu waktu hampir seabad.
Foto: picture-alliance/P.Schickert
Gerbang Kota
Inilah tempat bertemunya arsitektur modern dan bangunan dari ratusan tahun lalu. Gerbang Kota yang dirancang arsitek Renzo Piano adalah proyek yang kontroversial. Proyek yang selesai 2014 juga mencakup gedung parlemen yang baru dan teater udara terbuka.
Foto: viewingmalta.com/Jürgen Scicluna
Balkon Kayu Yang Menawan
Kontras terhadap istana besar dan bangunan pemerintah juga bisa ditemukan di jalan-jalan kecil di kota tua, dengan balkon-balkon kayu warna-warni. Balkon-balkon itu dulunya berfungsi sebagai tempat kaum perempuan melihat aktivitas di jalanan dari tempat yang terlindung. Sekarang ada dana spesial untuk menjaga kondisinya sebagai bagian warisan budaya Malta.
Foto: viewingmalta.com/Peter Vanicsek
Museum Arkeologi Nasional
Sejarah Malta bisa ditelusuri hingga jaman purba. Sejumlah kuil, makam kuno dan lokasi-lokasi milik sekte tertentu sudah ada yang terungkap di Malta. Museum Arkeologi di Valletta memamerkan sejumlah obyek yang ditemukan di sana, antara lain yang disebut Perempuan Tidur. Obyek ini diperkirakan berusia lebih dari 4.000 tahun.
Foto: picture-alliance/Dumont/M. Kirchgessner
Teater Manoel
Teater dari jaman Rococo ini adalah satu teater tua Eropa yang masih digunakan. Bangunan ini didirikan 1731. Ini bangunan yang layak dikunjungi, walaupun tanpa menonton show apapun.
Foto: picture-alliance/dpa/T. Schulze
Taman-Taman "Upper Barrakka"
Jika lelah berjalan-jalan di kota, orang bisa rileks di taman ini. Taman ini sudah jadi sumber "kedamaian" sejak 1661. Dari sini orang bisa menikmati pemandangan indah pelabuhan besar Valletta.
Foto: viewingmalta.com
Malam Hari di Kota Tua
Setelah matahari terbenam, ibukota Malta adalah tempat yang romantis. Berjalan-jalan di sepanjang tembok benteng adalah salah satu cara bagus untuk mengakhiri hari di Valletta. Disamping Valetta, kota Leeuwarden di Belanda juga jadi Ibukota Kebudayaan Eropa 2018. Penulis: Kerstin Schmidt (ml/hp)