1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Yunani dan Masalah Meningkatnya Pengungsi

19 Juni 2009

Beberapa tahun terakhir pendatang ilegal di Yunani meningkat lima kali lipat. Tahun 2008 hampir 150 ribu orang ditangkap. Mereka terutama datang dari pantai-pantai Yunani yang jarang diawasi. Misalnya Pulau Lesbos

Pulau Lesbos, di Laut Aegea YunaniFoto: picture-alliance / Bildagentur Huber

Di pantai tampak sekoci plastik yang rusak, dayung dan rompi penyelamat. Di depan pos polisi desa tampak pria-pria muda yang lelah dan menunggu pengangkutannya. Di Pelabuhan Mitilini ibukota Lesbos, banyak yang mengharap mendapat feri ke Piraeus, sebuah kota pelabuhan dan kota industri penting Yunani. Salah satunya pemuda Afghanistan Mohammed

Mohammed: „Kami berempat di sekoci. Sepanjang malam saya mendayung. Jam satu kurang seperempat kami berangkat dan tiba pagi hari jam setengah delapan. Saya gemetar karena kecapaian."

Hampir setiap hari mereka datang, dalam empat bulan pertama tahun ini saja sekitar 2000 orang. Tahun lalu seluruhnya berjumlah 13 ribu orang. Kebanyakan ditangkap penjaga pantai atau polisi, diperiksa di rumah sakit setempat dan dironsen, karena dikhawatirkan memiliki penyakit menular. Kemudian dibawa ke satu-satunya kamp penampungan di pulau tersebut yang dapat menampung kira-kira 400 orang, tapi di musim panas jumlahnya bisa naik dua kali lipat. Setelah kritik dari Badan urusan pengungsi PBB UNHCR dan organisasi hak asasi manusia kamp itu sedikit direnovasi. Tapi bila kamp penuh, kami juga terbentur pada batas kemampuan. Demikian dikatakan Stavros Psaropoulos seorang pejabat di Pulau Lesbos

Psaropoulos: „Dalam ruangan berkapasitas 50 orang, terpaksa dipenuhi 100 orang dengan tempat tidur yang berdempetan. Bagaimana sulitnya tugas kami bahkan untuk petugas kebersihan sekalipun. Dan bila jumlahnya begitu banyak, kami juga tidak bisa memberikan mereka ijin keluar secara teratur, sangat sulit mengawasinya."

Artinya orang hanya duduk di tempat tidur, dari hari ke hari selama tiga bulan. Sampai mereka mendapat surat perintah meninggalkan Yunani dan satu tiket ke Piraeus. Dengan program baru setidaknya datang seorang dokter dan khususnya pengacara ke kamp untuk menginformasikan hak para pengungsi. Seorang anggota kelompok bantuan setempat menjelaskan, hal itu penting untuk mencegah timbulnya masalah dengan pihak berwenang yang menganggap mereka sebagai pendatang ilegal. Tidak dibedakan antara imigran, para pencari kerja dan pengungsi yang membutuhkan bantuan. Selain itu tidak sampai satu persen mereka yang memperoleh suaka politik di Yunani.

24 jam sehari kapal-kapal pengawas pantai berpatroli. Turki hanya terpisah beberapa mil dan tampak jelas. Jarak antara negara Uni Eropa dan bukan Uni Eropa sangat dekat. Pihak berwenang Yunani kini mendapat bantuan dari polisi perbatasan Uni Eropa Frontex, yang mengawasi bersama kawasan perairan dengan kapal-kapal dan dari udara. Tapi hal itu tidak menyebabkan turunnya jumlah pengungsi. Dimitris Tsiklos, komandan pengawas pantai mengungkapkan

„Paling tidak kami merasakan keberadaan Uni Eropa dan tidak merasa dibiarkan sendirian. Masalah kami tidak hanya itu. Kami adalah gerbangnya, tapi akhirnya mau kemana orang-orang ini"

Orang-orang ingin ke negara lain di Uni Eropa tapi mereka terpaksa berada di Yunani akibat Perjanjian Dublin. Perjanjian yang menetapkan seseorang hanya boleh mengajukan permohonan suaka di satu negara anggota Uni Eropa dan semua anggota Uni Eropa harus mengkaji permohonan suaka. Bagi Mohammed permohonan suakanya memang ditolak tapi karena berhasil mendapat pekerjaan, ia dapat tinggal untuk sementara di Yunani. Tapi ia tidak menyarankan siapa pun melakukan hal yang sama seperti dirinya

Mohammed: „Apa yang dapat dilakukan pengungsi di Eropa? Apakah mereka memiliki harapan untuk masa depan yang lebih baik? Banyak yang memiliki impian, ingin pergi ke sekolah, memegang pena dan kertas di tangan. Tapi kebanyakan mendapat sekop dan cangkul. Kalau pun ada."

Anna Koktsidou / Dyan Kostermans

Editor: Asril Ridwan